Prabowo Ingin Bentuk Badan Penerimaan Negara, Ekonom: Lebih Penting Kemauan Presiden Pajaki Orang Kaya

Reporter

Annisa Febiola

Editor

Khairul anam

Rabu, 21 Februari 2024 13:08 WIB

Dokumen Pandora Papers memuat sejumlah nama tokoh dan pesohor nasional yang mendirikan perusahaan cangkang di negara suaka pajak. Pandora Papers merupakan laporan yang membocorkan sekitar 12 juta file berupa dokumen, foto, dan email yang mengungkap harta tersembunyi, penggelapan pajak, serta kasus pencucian uang yang melibatkan orang terkaya dan berkuasa di dunia.

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menilai ada aspek yang lebih penting dalam mengerek penerimaan pajak negara, alih-alih memisahkan Direktorat Jenderal Pajak dari Kementerian Keuangan menjadi Badan Penerimaan Negara sebagaimana yang diusung calon presiden Prabowo Subianto. Prabowo dalam kampanyenya ingin memisahkan Ditjen Pajak dari Kementerian Keuangan agar rasio penerimaan pajak negara lebih besar.

"Kita mengapresiasi jika Capres memiliki rencana reformasi perpajakan," tuturnya kepada Tempo, dikutip pada Rabu, 21 Februari 2024.

Alih-alih merombak struktur kelembagaan, reformasi perpajakan yang jauh lebih penting kata Yusuf adalah meningkatkan basis perpajakan dari kelompok terkaya dan menutup kebocoran pajak akibat rendahnya integritas pegawai pajak. Reformasi ini tidak bergantung pada pemisahan Ditjen Pajak dan membentuknya menjadi lembaga baru sebagai Badan Penerimaan Negara yang langsung dibawah Presiden. Akan tetapi, lebih banyak bergantung pada kemauan dan keberanian politik Presiden.

"Menjadi tidak berguna pembentukan lembaga baru jika tidak didukung oleh dukungan politik Presiden agar pegawai pajak bisa menjangkau kelompok terkaya yang selama ini undertax."

Selain itu, langkah reformasi berikutnya menurut Yusuf adalah dengan meningkatkan optimalisasi penerimaan perpajakan dari kelompok terkaya yang selama ini masih undertax. Dia mengatakan, kekayaan kelompok terkaya yang selama ini undertax terutama pada sektor properti, sektor otomotif dan sektor pertambangan.

Advertising
Advertising

"Sektor real estate dan otomotif sejak lama menjadi pilihan orang kaya untuk menyembunyikan kekayaan dengan memanipulasi harga properti dan kendaraan, transaksi yang tidak dideklarasikan hingga penggunaan identitas palsu dalam transaksi," kata Yusuf.

Sementara itu, sektor pertambangan banyak menerima insentif perpajakan seperti program hilirisasi nikel, serta banyak terjadi praktik pengalihan keuntungan, hingga pertambangan dan ekspor ilegal.

Reformasi berikutnya menurut Yusuf, adalah menutup kebocoran pajak yang berasal dari kelemahan pegawai pajak itu sendiri. Perbaikan sumber daya manusia (SDM) perpajakan seharusnya tak hanya terfokus pada kenaikan tunjangan kinerja pegawai pajak yang sangat tinggi. Namun, juga perlu diiringi dengan perbaikan integritas dan akuntabilitas pegawai pajak.

"Reformasi SDM pajak terpenting adalah dengan pelaporan harta kekayaan yang diiringi dengan sanksi keras atas ketidakjujuran pelaporan dan penerapan asas pembuktian terbalik atas kekayaan pegawai pajak yang tidak wajar," katanya.

Yusuf mengatakan, kinerja penerimaan perpajakan di era Presiden Joko Widodo terbilang rendah. Penerimaan perpajakan Indonesia dalam satu dekade terakhir stagnan di kisaran 10 persen dari produk domestik bruto (PDB). Hal itu menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan kapasitas fiskal terendah, tidak hanya di kawasan, bahkan juga di dunia.

Rata-rata rasio pajak negara-negara di Asia Tenggara telah melampaui 15 persen dari PDB. Bahkan, rata-rata rasio pajak negara maju telah berada di atas 30 persen dari PDB. Dalam komparasi internasional, rasio pajak Indonesia yang di kisaran 10 persen dari PDB ini setara dengan negara seperti Uganda, Bangladesh dan Nigeria.

Terlepas dari berbagai kebijakan reformasi perpajakan yang digulirkan selama era pemerintahan Presiden Jokowi, kinerja penerimaan perpajakan Indonesia menurut Yusuf tidak banyak berubah. Seperti misalnya tax amnesty dan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, serta pengembangan core tax system.

"Tax ratio 2023 sebesar 10,23 persen dari PDB ini bahkan masih lebih rendah dari tax ratio di awal Presiden Jokowi pada 2015 yang 10,76 persen dari PDB. Jadi, kita tidak melihat adanya kenaikan kinerja fiskal pasca reformasi perpajakan," ujar Yusuf.

Dalam upaya meningkatkan kinerja fiskal, kata dia, hal paling mendasar adalah memastikan bahwa kenaikan penerimaan perpajakan adalah hasil nyata dari reformasi. Hal ini berkat keberhasilan menutup kebocoran pajak dan meningkatkan penerimaan pajak dari mereka yang selama ini undertax, bukan karena aggressive tax collection, mengejar wajib pajak yang selama ini sudah patuh membayar pajak.

"Berburu di kebun binatang itu namanya," kata dia.

ANNISA FEBIOLA

Pilihan Editor: Jokowi Ingin Perekonomian Membaik setelah Pemilu

Berita terkait

Luhut Siap Jadi Penasihat Prabowo, Dasco Gerindra: Saya Belum Dapat Informasi

27 menit lalu

Luhut Siap Jadi Penasihat Prabowo, Dasco Gerindra: Saya Belum Dapat Informasi

Ketua Harian DPP Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengaku belum mengetahui kabar soal Luhut yang siap menjadi penasihat Prabowo Subianto.

Baca Selengkapnya

Jika Semua Partai Gabung Pemerintahan Prabowo, Franz Magnis: Siapa yang Mewakili Rakyat?

47 menit lalu

Jika Semua Partai Gabung Pemerintahan Prabowo, Franz Magnis: Siapa yang Mewakili Rakyat?

Franz Magnis Suseno mempertanyakan masa depan demokrasi Indonesia apabila semua partai politik bergabung dalam pemerintahan Prabowo.

Baca Selengkapnya

Respons Dasco soal Yusril yang Mundur dari Ketum PBB untuk Gabung Kabinet Prabowo

2 jam lalu

Respons Dasco soal Yusril yang Mundur dari Ketum PBB untuk Gabung Kabinet Prabowo

Ketua Harian DPP Gerindra Sufmi Dasco Ahmad merespons pertanyaan soal Yusril yang mundur dari Ketum PBB untuk gabung kabinet Prabowo.

Baca Selengkapnya

Banyak Revisi UU Dikebut di Akhir Era Jokowi, Pengamat Sebut Ada Kepentingan dengan Prabowo

4 jam lalu

Banyak Revisi UU Dikebut di Akhir Era Jokowi, Pengamat Sebut Ada Kepentingan dengan Prabowo

Ujang Komarudin melihat ada kepentingan yang sama antara pemerintahan Jokowi dengan pemerintahan ke depan, yakni kepemimpinan Prabowo.

Baca Selengkapnya

Serba-serbi Jokowi di KTT World Water Forum ke-10 di Bali

7 jam lalu

Serba-serbi Jokowi di KTT World Water Forum ke-10 di Bali

Presiden Jokowi bertemu Puan dan mengenalkan Prabowo ke delegasi World Water Forum ke-10 di Bali sebagai Presiden terpilih RI.

Baca Selengkapnya

Rencana Yusril Ihza Mahendra Usai Tak Lagi Jadi Ketua Umum Partai Bulan Bintang

7 jam lalu

Rencana Yusril Ihza Mahendra Usai Tak Lagi Jadi Ketua Umum Partai Bulan Bintang

Yusril Ihza Mahendra resmi mengundurkan diri sebagai Ketua Umum Partai Bulan Bintang. Apa langkah Yusril ke depannya?

Baca Selengkapnya

Jokowi Kenalkan Prabowo Sebagai Presiden Terpilih di KTT World Water Forum

8 jam lalu

Jokowi Kenalkan Prabowo Sebagai Presiden Terpilih di KTT World Water Forum

Kepada ribuan peserta KTT World Water Forum, Jokowi meyakinkan bahwa Prabowo akan melanjutkan komitmen Indonesia untuk berkontribusi pada manajemen air dunia.

Baca Selengkapnya

4 Fakta Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PPB Digantikan Fahri Bachmid

8 jam lalu

4 Fakta Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PPB Digantikan Fahri Bachmid

Fahri Bachmid resmi menggantikan Yusril Ihza Mahendra yang mengundurkan diri sebagai Ketua Umum Partai Bulan Bintang. Berikut sederet faktanya.

Baca Selengkapnya

Pengamat Nilai Rencana Prabowo Anggarkan Rp 16 Triliun untuk IKN Berpotensi Proyek Mangkrak

12 jam lalu

Pengamat Nilai Rencana Prabowo Anggarkan Rp 16 Triliun untuk IKN Berpotensi Proyek Mangkrak

Pembangunan kota, termasuk IKN ini tidak sekadar membangun Istana Negara ataupun gedung kementerian dan rumah dinas pejabat.

Baca Selengkapnya

Maruarar Sirait Dipanggil Prabowo ke Bali Hari ini, Bahas Menteri?

1 hari lalu

Maruarar Sirait Dipanggil Prabowo ke Bali Hari ini, Bahas Menteri?

Maruarar Sirait mengklaim biasa berdiskusi membahas apapun bersama Prabowo Subianto.

Baca Selengkapnya