Terpopuler: Ekonom soal Bansos, Setelah Banyak Diprotes Baru Dihentikan hingga Blokir Anggaran demi Bansos dan IKN di Luar Kebiasaan
Reporter
Tempo.co
Editor
Grace gandhi
Jumat, 9 Februari 2024 06:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Berita-berita terpopuler ekonomi dan bisnis hingga Kamis malam, 8 Februari 2024 dimulai dari ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Eliza Mardian, menyoroti kebijakan pemerintah untuk memberhentikan sementara penyaluran bantuan pangan beras menjelang hari pemungutan suara. Ia menilai, kebijakan bantuan pangan beras ini memang harusnya tidak dibagikan secara intensif menjelang Pemilu.
Disusul, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Mohammad Faisal merespons soal kebijakan pemerintah menghentikan sementara penyaluran bantuan sosial atau bansos beras menjelang Pemilu 2024. Menurut Faisal, langkah tersebut tak akan berdampak signifikan terhadap kenaikan harga beras maupun inflasi pangan saat ini.
Berikutnya, ekonom senior Tauhid Ahmad mengatakan pemblokiran anggaran lewat mekanisme automatic adjustment oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada tahun ini di luar kebiasaan.
Selanjutnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengambil kebijakan automatic adjustment atau pemblokiran anggaran semua kementerian dan lembaga pada awal tahun ini sebesar masing-masing lima persen dari total anggaran. Secara keseluruhan, anggaran yang dibekukan itu mencapai Rp 50,14 triliun.
Terakhir, Guru Besar Ekonomi Universitas Paramadina Didin S. Damanhuri menyebut Presiden Joko Widodo alias Jokowi tengah tergoda untuk membawa Indonesia pada rezim neo-otoritarianisme. Hal ini ia kemukakan setelah menganalisis dari perspektif ekonomi-politik selama lima tahun terakhir.
Kelima berita itu paling banyak diakses pembaca kanal Ekonomi dan Bisnis Tempo.co. Berikut ringkasan lima berita yang trending tersebut:
Selanjutnya: 1. Pemerintah Stop Sementara Bansos Beras....
<!--more-->
1. Pemerintah Stop Sementara Bansos Beras, Ekonom: Banyak Protes, Baru Dihentikan
Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Eliza Mardian, menyoroti kebijakan pemerintah untuk memberhentikan sementara penyaluran bantuan pangan beras menjelang hari pemungutan suara. Ia menilai, kebijakan bantuan pangan beras ini memang harusnya tidak dibagikan secara intensif menjelang Pemilu.
Eliza menyebut, harusnya memang sejak awal bantuan pangan beras ini diberikan sesuai jadwal dengan kebutuhan penerima. "Jangan mendadak dikebut. Jika sekarang diberhentikan, ya karena sudah banyak menuai protes dari berbagai kalangan," ujar Eliza dalam keterangannya kepada Tempo pada Kamis, 8 Februari 2024.
Menurut dia, Bansos yang diberikan menjelang Pemilu rawan menimbulkan kegaduhan dan juga ditunggangi kepentingan politik.
"Secara etika memang sudah semestinya Bansos tidak dibagikan secara intensif menjelang Pemilu agar tidak membuat kegaduhan sebab rawan ditunggangi kepentingan segelintir orang," ucapnya.
Berita selengkapnya baca di sini.
2. Ekonom: Penghentian Bansos Sementara Tak Berdampak Signifikan terhadap Harga Beras dan Inflasi
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Mohammad Faisal merespons soal kebijakan pemerintah menghentikan sementara penyaluran bantuan sosial atau bansos beras menjelang Pemilu 2024. Menurut Faisal, langkah tersebut tak akan berdampak signifikan terhadap kenaikan harga beras maupun inflasi pangan saat ini.
"Urgensi pemberian bansos untuk mengatasi kenaikan harga pangan rendah sehingga menjadi semakin tidak signifikan. Jadi, saya sangat setuju sekali untuk kemudian bansos ini disetop," kata Faisal saat dihubungi Tempo pada Kamis, 8 Februari 2024.
Adapun penyaluran bansos dihentikan sementara mulai dari 11 sampai 14 Februari 2024. Badan Pangan Nasional (Bapanas) bantuan pangan beras akan kembali disalurkan setelah pemungutan suara. Ia menyatakan langkah ini untuk meminimalisir indikasi sinyal-sinyal politisasi bansos.
Berita selengkapnya baca di sini.
Selanjutnya: 3. Pemerintah Blokir Anggaran demi Bansos dan IKN....
<!--more-->
3. Pemerintah Blokir Anggaran demi Bansos dan IKN, Ekonom: Di Luar Kebiasaan
Ekonom senior Tauhid Ahmad mengatakan pemblokiran anggaran lewat mekanisme auotmatic adjustment oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada tahun ini di luar kebiasaan.
Menurut Tauhid, pemerintah tidak mempunyai kebutuhan mendesak untuk mengubah postur anggaran di awal tahun. Perubahan anggaran biasanya baru diberlakukan kalau terjadi perubahan asumsi makro sebesar 10 persen.
"Nah itu terjadi setelah satu atau dua kuartal. Yang kedua ada kebutuhan mendesak,” tutur Tauhid kepada Tempo, pada Rabu, 7 Februari 2024.
Sebelumnya Sri Mulyani Indrawati telah mengumumkan kebijakan automatic adjustment dengan memblokir semua anggaran kementerian dan lembaga sebesar lima persen pada tahun 2024. Total anggaran yang dibekukan mencapai Rp 50,14 triliun.
Kebijakan itu telah diumumkan kepada semua kementerian dan lembaga lewat surat bernomor S-1082/MK.02/2023 tanggal 29 Desember 2023, yang salinannnya diperoleh Tempo.
Berita selengkapnya baca di sini.
4. Tak Hanya Tahun Ini, Sri Mulyani Sudah Berkali-kali Blokir Anggaran
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengambil kebijakan automatic adjustment atau pemblokiran anggaran semua kementerian dan lembaga pada awal tahun ini sebesar masing-masing lima persen dari total anggaran. Secara keseluruhan, anggaran yang dibekukan itu mencapai Rp 50,14 triliun.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan (KLI Kemenkeu), Deni Surjantoro menjelaskan bahwa pemblokiran anggaran ini dilakukan Sri Mulyani atas perintah dari Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Dia menjelaskan, kondisi geopolitik global saat ini berpotensi memengaruhi perekonomian dunia. Oleh karena itu, perlu diantisipasi berbagai potensi dan kemungkinan yang akan terjadi. Hal tersebutlah yang kemudian membuat Kementerian Keuangan harus melakukan automatic adjustment.
Selain itu, Deni juga mengungkapkan pembekuan anggaran ini telah terbukti berhasil menjaga ketahanan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) beberapa tahun terakhir. “Dan (automatic adjustment) telah terbukti ampuh untuk menjaga ketahanan APBN 2022 dan 2023 (ketika Covid-19),” ucap Deni.
Berita selengkapnya baca di sini.
Selanjutnya: 5. Politisasi Bansos, Guru Besar Paramadina....
<!--more-->
5. Politisasi Bansos, Guru Besar Paramadina: Jokowi Tergoda Rezim Neo-otoritarianisme
Guru Besar Ekonomi Universitas Paramadina Didin S. Damanhuri menyebut Presiden Joko Widodo alias Jokowi tengah tergoda untuk membawa Indonesia pada rezim neo-otoritarianisme. Hal ini ia kemukakan setelah menganalisis dari perspektif ekonomi-politik selama lima tahun terakhir.
"Ada gejala bahwa Indonesia sedang berada di dalam fase kembali tergodanya Presiden Jokowi masuk pada neo-otoritarianisme. Bahkan, beberapa pihak sudah memastikan itu dengan gejala-gejala dan bukti-bukti yang sangat kuat bahwa kita masuk kembali pada rezim of neo-otoritarianisme," tuturnya dalam diskusi daring melalui kanal YouTube Universitas Paramadina pada Rabu, 7 Februari 2024.
Dia juga menyinggung banyaknya akademisi yang mulai bersuara, sebagai bentuk kekecewaan terhadap kehidupan berdemokrasi Indonesia. Terkhusus pada Jokowi yang dituding berupaya membukakan jalan lebar bagi putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka untuk duduk di kursi Wakil Presiden RI 2024-2029. Jokowi disinyalir gencar menebar bantuan sosial atau Bansos sebagai salah satu cara untuk memuluskan jalan Gibran.
Berita selengkapnya baca di sini.
Pilihan Editor: Ahok Sebut Jokowi Tak bisa Kerja, Luhut Ungkit Keberhasilan F1 Powerboat di Danau Toba: Dampak Ekonomi Rp 1,68 Triliun..