Bahlil Bantah Ada Maladministrasi di Rempang Eco City
Reporter
Amelia Rahima Sari
Editor
Martha Warta Silaban
Rabu, 31 Januari 2024 15:26 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Investasi Bahlil Lahadalia membantah ada maladministrasi dalam pengembangan Rempang Eco City di Kota Batam, Kepulauan Riau. Temuan maladministrasi ini sebelumnya diungkap oleh Ombudsman RI.
"Oh eggak ada, enggak ada (maladministrasi), semuanya jalan baik," kata Bahlil saat ditemui di acara Trimegah Political and Economic Outlook 2024, Jakarta pada Rabu, 31 Januari 2024.
Bahlil menegaskan temuan tersebut tidak benar. "Enggak benar."
Sebelumnya diberitakan, hasil investigasi Ombudsman menunjukkan adanya sejumlah maladministrasi dalam pengembangan Rempang Eco-City. Hal ini diumumkan oleh Anggota Ombudsman Johanes Widijantoro.
"Pada dasarnya Ombudsman menemukan adanya maladministrasi yang berkaitan dengan kelalaian, penundaan berlarut, dan langkah-langkah yang tidak prosedural dalam konteks pengembangan Rempang Eco-City ini," ujar Johanes dalam konferensi pers di kantor Ombudsman, Jakarta Selatan pada Senin, 29 Januari 2024.
Dalam konteks peran kepolisian, Ombudsman menyoroti peristiwa pada 7 dan 11 September 2023 lalu saat warga Rempang menolak relokasi untuk pembangunan Rempang Eco City. Saat itu, terjadi dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) oleh pihak kepolisian.
Hal tersebut diduga terjadi saat kepolisian masuk ke lokasi pembangunan. Murid-murid sekolah dasar di kawasan Rempang juga diduga menjadi korban.
Johanes mengatakan pada prinsipnya Ombudsman meminta kepolisian mengedepankan restorative justice dalam melakukan proses hukum atas upaya warga yang tengah memperjuangkan untuk tidak direlokasi.
Selanjutnya: Ombudsman telah mengirimkan hasil investigasi<!--more-->
Berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 Pasal 1, disebutkan bahwa restorative justice adalah penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat atau pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil melalui perdamaian dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.
"Argumentasi Ombudsman lebih karena kami tahu masyarakat Rempang sejatinya sedang berusaha untuk memperjuangkan apa yang menjadi kepentingan mereka untuk tetap bisa tinggal di sana," kata dia.
Namun, Johanes tak menampik kepolisian juga memiliki alasan adanya tindakan-tindakan yang mengarah kepada penegakan hukum pidana. Selain itu, Ombudsman juga meminta kepada Kementerian ATR/BPN untuk menjalankan proses-proses pengalihfungsian dengan baik.
Antara lain melakukan pemberian hak, seperti sertifikat hak pengelolaan (HPL) sesuai dengan regulasi peraturan perundang-undangan yang ada. Dia menekankan, pemerintah harus mengedepankan prinsip non-diskriminasi.
"Siapapun yang mengajukan hak-haknya, harusnya diproses sesuai dengan peraturan yang ada, termasuk dalam kasus pengembangan Rempang Eco City," ucap Johanes.
Dia melanjutkan pihaknya telah mengirimkan hasil investigasi Ombudsman dan catatan tindakan korektif kepada beberapa pihak. Yaitu, Kementerian ATR/BPN, Kepolisian RI, BP Batam, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, dan Pemerintah Kota Batam.
Ombudsman juga memberikan waktu 30 hari kepada masing-masing instansi. Ini untuk melakukan tindak lanjut atau respons dari temuan Ombudsman ini.
AMELIA RAHIMA SARI | RIANI SANUSI PUTRI
Pilihan Editor: Rempang Eco City, BP Batam Anggarkan Pembangunan 1.000 Unit Rumah untuk Warga yang Digusur