Pajak Hiburan Diskotek Cs Naik, Kadin: Momentum yang Kurang Tepat
Reporter
Amelia Rahima Sari
Editor
Grace gandhi
Rabu, 17 Januari 2024 18:37 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri atau Kadin Indonesia mengatakan kenaikan pajak hiburan jenis diskotek, karoke, dan sebagainya menjadi 40-75 persen pada saat ini bukan momentum yang tepat.
"Kalau kita lihat momentumnya saat ini adalah momentum yang kurang tepat menaikkan pajak hiburan yang boleh dikatakan sangat-sangat besar di kisaran 40-75 persen," ujar Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah, Sarman Simanjorang, kepada Tempo, Rabu, 17 Januari 2024.
Dia menjelaskan, sektor pariwisata, khususnya hiburan, terkena dampak Covid-19 selama sekitar 2,5 tahun, sehingga usaha di bidang tersebut tutup atau terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sedangkan proses pemulihan, menurut Sarman, baru berjalan hampir 1 tahun. "Artinya, cash flow dari para pelaku usaha di sektor hiburan ini masih belum pulih, masih butuh mungkin 2-3 tahun ke depan."
Dengan adanya kenaikan pajak hiburan, kata dia, tentu akan memukul pengusaha di bidang hiburan. Sebab, para pelanggaran akan berpikir dua kali untuk mengunjungi tempat usaha hiburan. "Itu akan mengurangi pengunjung, akan mengurangi konsumen mereka. Artinya, praktis akan mengurangi perputaran dan omzet mereka," beber Sarman.
Jadi, ujar dia, ada kekhawatiran jika misal jumlah pengunjung semakin menurun, tentu profit pelaku usaha akan menurun. Hal ini akan mengancam kelangsungan usaha mereka.
Selanjutnya: "Kami berharap supaya pemerintah daerah dalam menyusun peraturan...."
<!--more-->
"Kami berharap supaya pemerintah daerah dalam menyusun peraturan daerah mengenai kenakan pajak hiburan supaya memperhatikan kenaikan ini sesuai dengan kondisi dunia usaha, khususnya sektor hiburan saat ini," tutur dia.
Dengan begitu, sektor hiburan mampu berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah atau PAD. "Kami berharap supaya pajak hiburan itu tetap di angka yang saat ini sedang berlaku di 15-25 persen, untuk saat ini," ujar Sarman.
Sebelumnya diberitakan, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Kemenkeu Lydia Kurniawati Christyana mengatakan kenaikan tarif pajak hiburan tersebut merupakan dampak dari revisi Undang-Undang Hubungan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah alias UU HKPD yang terbit pada 2022.
Aturan itu membuat pajak hiburan jenis diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa terkena tarif batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen. Adapun alasannya karena hiburan jenis ini dinikmati oleh masyarakat tertentu, yaitu kelas menengah dan menengah ke atas.
Kenaikan pajak hiburan banyak diprotes oleh usaha industri hiburan. Bahkan, para pengusaha spa di Bali langsung mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat, 5 Januari 2024. Pengusaha spa ingin MK meninjau kembali posisi industri spa yang bukan termasuk jasa hiburan melainkan kebugaran atau kesehatan (wellness).
AMELIA RAHIMA SARI | MOH. KHORY ALFARIZI