Prabowo soal Program Bagi-bagi Susu dan Makan Siang Gratis: Bukan Menggiurkan, Ini Necessity
Reporter
Antara
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Jumat, 5 Januari 2024 12:06 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Calon presiden nomor urut dua, Prabowo Subianto, menyebutkan program perbaikan gizi yang diusungnya dengan membagikan susu dan makan siang gratis untuk pelajar dan santri serta bantuan gizi untuk ibu hamil adalah sesuatu yang harus dilakukan. Ia pun membantah bahwa program tersebut sebagai bisnis yang menggiurkan.
Program prioritas tersebut, kata Prabowo, harus dijalankan agar bisa menghapus stunting dan menciptakan generasi penerus yang bergizi baik dan bangsa yang produktif.
"Ini bukan soal menggiurkan, ini soal kita. Ini soal necessity. Ini soal masa depan bangsa," kata Prabowo saat menjawab pertanyaan pengurus PWI Pusat dalam acara dialog di Kantor Dewan Pers, Jakarta, Kamis, 4 Januari 2024.
Apalagi, kata Prabowo, skor Indonesia cukup rendah untuk akademik di tingkat dunia, yang salah satunya diukur dalam peringkat PISA (Programme for International Student Assessment).
"Kalau sekarang periksa angka-angka akademis anak-anak kita yang diukur oleh PISA, mungkin kita sedih. Saya dengar, nanti tolong dicek, dalam 1.000 universitas terbaik di dunia, tidak tahu ada universitas (dari) Indonesia masuk atau tidak," kata Prabowo.
PISA merupakan program buatan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang merupakan studi untuk mengevaluasi sistem pendidikan di 81 negara dunia. Per 3 tahun sejak 2000, pelajar berusia 15 tahun dari sekolah-sekolah yang dipilih secara acak, mengikuti tes membaca, matematika dan sains.
Indonesia berpartisipasi dalam studi PISA sejak pertama kali program itu dirintis pada 2000. Dalam hasil terbaru evaluasi PISA, skor Indonesia dalam tes membaca, matematika, dan sains masih di bawah rata-rata, yaitu 366 untuk matematika dari rata-rata 472, 359 untuk membaca dari rata-rata 476, dan 383 untuk sains dari rata-rata 485.
Dari data-data itu, Prabowo berkesimpulan bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia dapat meningkat jika ada perbaikan gizi. Perbaikan gizi ini dimulai sejak dalam kandungan sampai mereka bersekolah.
Oleh sebab itu, Prabowo dan Gibran menjadikan program bagi-bagi susu dan makan siang gratis untuk pelajar dan santri serta bantuan gizi bagi ibu hamil sebagai prioritas jika terpilih di Pilpres 2024. "Ini keyakinan saya. Ini feasible," ujar Prabowo.
Selanjutnya: Dalam kesempatan itu, Prabowo juga memastikan...
<!--more-->
Dalam kesempatan itu, Prabowo juga memastikan jenis susu yang dibagikan gratis nantinya adalah jenis susu terbaik, yang langsung diperas dari para peternak, bukan dari susu-susu kemasan yang banyak gula dan ada pengawetnya.
Ditanya soal kemampuan para peternak dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan susu tersebut, Prabowo mengakui saat ini memang sulit. Meski begitu ia yakin, kesulitan tersebut dapat diatasi jika ada kehendak.
"Sekarang, saya katakan kita punya niat nggak? Kita punya kehendak politik atau tidak? Kalau kita punya kehendak, ya sudah 1, 2, 3, 4 tahun kita beli sapinya (impor), kita kembangkan di Indonesia," kata Prabowo.
Dalam hitungan kasarnya, Prabowo memperkirakan Indonesia membutuhkan minimal 2,5 juta ekor sapi perah untuk program prioritasnya tersebut. "Jadi kita mungkin harus impor satu juta atau 1,5 juta sapi dalam 3 tahun. Dia akan melahirkan kita akan punya tiga juta. Kira-kira begitu strategi kita. Ini tidak instan, tetapi will-nya, ada kehendak,” katanya.
Meskipun anggaran yang dibutuhkan untuk program tersebut sebesar Rp 440 triliun terasa besar, Prabowo yakin APBN bisa memenuhinya. "Sekarang saja, APBN kita untuk bantuan sosial mendekati Rp 500 triliun, kemudian anggaran untuk pendidikan Rp 600 triliun," ucapnya.
Ekonom sekaligus Director of Digital Economy Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda sebelumnya menyoroti sumber pembiayaan program makan siang dan susu gratis yang disebut membutuhkan biaya minimal Rp 400-an triliun.
Nailul menilai biaya sebesar Rp 400 triliun untuk program makan siang dan susu gratis ini dapat diwujudkan dengan peningkatan penerimaan negara tapi dengan upaya ekstra. "Kalau mau dipajakin semua tentu saja bisa sampai itu Rp 400 triliun, naikin tarif PPN, kenaikan PPN ke semua barang termasuk sembako, dan lain sebagainya," ujar Nailul kepada Tempo pada Jumat, 22 Desember 2023.
Meski demikian, kata Nailul, dampak lain yang timbul akibat peningkatan penerimaan negara juga harus dipertimbangkan. "Tapi dampaknya harus dilihat yaitu penurunan pertumbuhan ekonomi yang pada nantinya malah kontradiktif dengan tujuan optimalisasi sistem perpajakan," katanya.
ANTARA | YOHANES MAHARSO
Pilihan Editor: Prabowo Yakin Program Makan Siang Gratis dan IKN Bisa Dibiayai APBN: Indonesia Punya Kemampuan