Bos BRI: Melihat Situasi Makro Saat Ini, BI Punya Kesempatan Menaikkan Lagi Suku Bunga Acuan
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Grace gandhi
Sabtu, 28 Oktober 2023 06:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI Sunarso merespons keputusan Bank Indonesia (BI) yang menaikkan suku bunga acuan BI-7 Day Reverse Repo Rate alias BI7DRR sebensar 25 basis poin menjadi 6 persen.
Menurut Sunarso, jika melihat situasi makro seperti ini, BI masih punya kesempatan untuk menaikkan suku bunga kembali hingga di akhir sisa 2023.
“Kita memang di berada di-higher for longer, tapi mudah-mudahan tidak terlalu longer juga dan tidak terlalu higher juga gitu,” ujar Sunarso di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, pada Kamis, 26 Oktober 2023.
Namun, kata Sunarso, hal itu harus diantisipasi oleh semua pihak baik dari sisi banking maupun sektor riil. Soal berapa kemungkinan BI menaikkan kembali suku bunga acuan, dia tidak berani menyebutkan angkanya, karena hanya BI yang memiliki angka yang tepat untuk menaikkannya.
Tetapi, Sunarso mengatakan yang perlu diingat, mengendalikan inflasi dan likuiditas di pasar dengan melakukan mekanisme melalui suku bunga acuan itu penting. Selain itu, dia berujar, menjaga inflasi sekaligus pertumbuhan juga lebih penting.
“Oleh karena itu pengaturan ini harus dilakukan lebih presisi supaya tidak menimbulkan satu kredit macet, kedua mengganggu pertumbuhan,” ucap Sunarso.
Selanjutnya: Kenaikkan suku bunga acuan itu diumumkan....
<!--more-->
Kenaikkan suku bunga acuan itu diumumkan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo pekan lalu dalam paparan hasil Rapat Dewan Gubernur BI. “Rapat Dewan Gubernur yang digelar pada 18-19 Oktober 2023 memutuskan untuk menaikkan BI-7 Day Reverse Repo Rate menjadi 6 persen,” ujar Perry dalam siaran langsung di akun YouTube Bank Indonesia pada Kamis, 19 Oktober 2023.
Selain itu, hasil rapat tersebut juga memutuskan suku bunga deposit facility juga naik menjadi 5,25 persen dan suku bunga lending facility tetap sebesar 6,75 persen. Kenaikan ini, kata Perry, untuk memperkuat kebijakan stasbilisasi nilai tukar rupiah dari dampak meningkat tingginya ketidakastian global.
Serta sebagai langkah preemptive dan forward looking untuk memitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor (imported inflation). “Sehingga inflasi tetap terkendali dalam sasaran 3 plus minus 1 persen pada 2023 dan 2,5 plus minus 1 persen pada 2024.,” kata Perry.
Sementara itu, kebijakan makroprudensial longgar diperkuat dengan efektivitas implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) dan menurunkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM). Tujuannya untuk mendorong kredit/ pembiayaan bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
“Akselerasi digitalisasi sistem pembayaran juga terus ditingkatkan untuk memperluas inklusi ekonomi dan keuangan digital, termasuk digitalisasi transaksi keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah,” tutur Perry.
Sebelumnya, pada September 2023, Rapat Dewan Gubernur BI memutuskan menahan suku bunga di level 5,75 persen. Bank sentral ini terakhir kali menaikkan suku bunga pada Januari 2023 dari 5,5 persen menjadi 5,75 persen. Artinya, pada Oktober 2023 ini, adalah kebijakan terbaru di mana kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 6 persen.
Pilihan Editor: Dampak Pelemahan Rupiah ke Maskapai, Bos Lion Air Group: Biaya Operasional Naik 30 Persen