Jokowi Siapkan Rp 39,47 Triliun untuk Belanja Pertahanan, Ini Jejak Anggaran Alutsista Sejak Era Sukarno
Reporter
Andika Dwi
Editor
Agung Sedayu
Jumat, 6 Oktober 2023 07:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyinggung soal modernisasi alat utama sistem pertahanan atau Alutsista yang sangat diperlukan. Hal itu disampaikan dalam sambutan Hari Ulang Tahun (HUT) TNI ke-78 di Monas, Jakarta Pusat. Menurut dia, dengan melihat keuangan negara yang sangat terbatas serta kebutuhan rakyat yang sangat besar, maka penggunaan anggaran belanja Alutsista harus dilakukan dengan bijaksana.
Dalam acara tersebut hadir Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono, Presiden RI ke 5 Megawati Soekarno Putri, Presiden RI Ke 6 Susilo Bambang Yudhoyono, dan para Wakil Presiden seperti Wakil Presiden Ke 7 Tri Sutrisno, Wakil Presiden ke 11 Boediono, Wakil Presiden ke 10 dan ke 12 Jusuf Kalla.
“Sehingga belanja Alutsista harus dilaksanakan secara bijak, baik caranya maupun peruntukannya,” ujar Jokowi, Kamis, 5 Oktober 2023.
Jokowi mengatakan bahwa modernisasi Alutsista adalah bagian penting dari pengembangan investasi industri pertahanan dalam negeri. Oleh karena itu, modernisasi pada akhirnya harus dapat mendorong transfer teknologi, peningkatan sumber daya manusia, serta wajib mengutamakan produk dalam negeri.
Seperti diketahui, untuk tahun 2024, Jokowi telah mengumumkan alokasi anggaran senilai Rp 39,47 triliun untuk modernisasi Alutsista. Besar anggaran ini masuk ke daftar belanja Kementerian Pertahanan.
Lantas, dalam sejarah pemerintahan Indonesia, berapa anggaran alutsista yang dialokasikan untuk Kementerian Pertahanan (Kemenhan) sejak era Soekarno hingga Jokowi?
Anggaran Alutsista Indonesia dari Masa ke Masa
Berikut daftar anggaran yang digelontorkan negara untuk Alutsista, mulai zaman Sukarno hingga Jokowi.
Selanjutnya: Anggaran Pertahanan di Era Sukarno dan Soeharto...
<!--more-->
- Sukarno (1945-1967)
Dilansir dari situs Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), evolusi operasi TNI pada masa pemerintahan Sukarno dapat dikaji dalam tiga momentum politik, meliputi perang kemerdekaan (1945-1949), demokrasi parlementer (1950-1959), dan periode demokrasi terpimpin (1960-1965).
Masa perjuangan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dinilai sangat mempengaruhi pemikiran geopolitik Sukarno. Adapun pengadaan alutsista di era sang proklamator didominasi oleh impor dari Uni Soviet. Kiriman Alutsista yang sangat masif pada zaman itu menjadikan Indonesia disebut sebagai Macan Asia.
Dalam periode tersebut, dua sistem persenjataan yang paling banyak diakuisisi adalah 17 kapal perang dan pesawat tempur. Tujuannya adalah untuk mempertahan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berbentuk kepulauan.
Tak hanya Alutsista, bantuan dari Soviet juga berwujud pelatihan serta pembangunan armada laut dan armada angkatan udara. Dikutip dari laman Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kabupaten Kulonprogo, bantuan yang diterima Indonesia saat itu digadang-gadang mencapai US$ 2,5 miliar.
- Soeharto (1967-1998)
Dilansir dari Jurnal Ilmiah Multidisiplin (2022), militer era Soeharto lebih aktif terlibat dalam kehidupan politik untuk menjalankan berbagai urusan sipil. Soeharto di masa Orde Baru mengenalkan tentang dwi fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Berdasarkan Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 1985/1986, pembangunan sektor pertahanan dan keamanan nasional sebesar Rp 714 juta. Sementara anggaran belanja rutin sektor pertahanan dan keamanan nasional pada 1985/1986 adalah Rp 1,6 miliar.
Selanjutnya: Anggaran Pertahanan di Era Presiden Habibie dan Abdurrahman Wahid...
<!--more-->
- BJ Habibie (1998-1999)
Pasca 21 Mei 1998, penghapusan dwifungsi dan penarikan militer dari politik terus disuarakan mahasiswa. Menanggapi hal itu, Bacharuddin Jusuf Habibie melakukan reformasi militer. Langkah pertama yang diambilnya, yaitu pemisahan Polri dari militer, sehingga membuat sebutan ABRI berubah kembali menjadi TNI.
Berdasarkan UU No. 33 Tahun 1999 tentang Perhitungan Anggaran Negara Tahun Anggaran (TA) 1997/1998, pengeluaran rutin sektor pertahanan dan keamanan selama setahun Presiden Habibie berkuasa sebesar Rp 6,28 triliun. Sedangkan pengeluaran pembangunan sektor pertahanan dan keamanan adalah Rp 1,91 triliun.
- Abdurrahman Wahid (1999-2001)
Keputusan awal Abdurrahman Wahid alias Gus Dur saat menjadi presiden adalah menata TNI. Dia memisahkan jabatan Menteri Pertahanan (Menhan) dengan panglima TNI. Gus Dur pun merevisi UU No. 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia dan UU No. 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Sebagaimana UU No. 2 Tahun 2000 tentang APBN Tahun 2000, besaran pengeluaran rutin sektor pertahanan dan keamanan, yaitu Rp 8,7 triliun. Jumlah yang dialokasikan sebesar Rp 5,4 triliun untuk TNI, Rp 3,1 triliun untuk Kepolisian, dan Rp 169,8 miliar untuk subsektor pendukung.
Selanjutnya: Anggaran Pertahanan di Era Presiden Megawati...
<!--more-->
- Megawati Soekarnoputri (2001-2004)
Pada masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri, perubahan terhadap kebijakan sistem pertahanan tidaklah terlalu menonjol. Namun, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut berhasil mengukuhkan UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Dalam kebijakan tersebut, TNI diposisikan sebagai komponen utama pertahanan yang didukung dengan komponen cadangan. Adapun empat tugas pokok yang dibebankan TNI kala itu, meliputi mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah, menjalankan operasi militer selain perang, melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa, serta ikut melaksanakan perdamaian dunia secara regional dan internasional.
Meskipun begitu, dikutip dari Global: Jurnal Politik Internasional (2016), terlihat adanya kesenjangan antara jumlah anggaran dengan realisasi untuk sistem pertahanan pada era Megawati. Pada periode 2000-2004, pemerintah hanya bisa menyediakan rata-rata 74,12 persen kebutuhan. Dari Rp 109.675,3 miliar yang diusulkan Departemen Pertahanan, realisasinya hanya sebesar Rp 79.327,39 miliar.
Dari jumlah tersebut, mayoritas alokasi anggaran pertahanan untuk anggaran rutin. Sedangkan anggaran terkait pemeliharaan dan pengembangan alutsista hanya mendapat porsi rata-rata 35 persen atau sebesar Rp 28.489,85 miliar dari total anggaran.
Selanjutnya: Anggaran Pertahanan di Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono...
<!--more-->
- Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014)
Setelah dilantik sebagai orang nomor satu di Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menunjuk Juwono Sudarsono sebagai Menhan, yang juga menjabat pada posisi sama di era Gus Dur.
Dikutip dari tesis berjudul Kebijakan Reformasi Pertahanan Aspek Struktural: Studi Analisis Penataan Hubungan Dephan (Kemhan) dengan Mabes TNI (2011), di masa tugasnya, manajemen penganggaran dan pembelian alutsista sempat bermasalah. Kasus yang sangat menonjol adalah proses penyediaan alutsista senilai Rp 540 miliar yang disebut tidak sesuai prosedur.
Kasus lain yang sempat menyita perhatian adalah pengadaan 32 unit kendaraan tempur lapis baja atau panser untuk TNI yang akan dikirim sebagai pasukan perdamaian di Lebanon. Rencananya, 32 unit panser VAB itu akan dibeli seharga 700.000 euro (sekitar Rp 8,1 miliar) per unit dalam mekanisme yang tidak sesuai dengan peraturan.
Pada 2011, Kemenhan berada di bawah kendali Purnomo Yusgiantoro dan menerima alokasi dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) sebesar Rp 50,03 triliun, atau naik dibandingkan tahun sebelumnya (2010) sebesar Rp 47,49 triliun. Sedangkan pada 2012, APBN-P yang diperoleh mencapai Rp 72,25 triliun, atau turun dari rencana sebelumnya Rp 72,53 triliun.
Pada 2013, Kemenhan direncanakan memperoleh jatah anggaran sebesar Rp 81,96 triliun. Namun, melalui APBN-P justru berkurang menjadi Rp 80,76 triliun. Sedangkan pada 2014, alokasi pagu anggaran mengalami penyusutan, dari semula Rp86,37 triliun menjadi Rp 83,3 triliun.
Selanjutnya: Anggaran Pertahanan di Era Presiden Jokowi...
<!--more-->
- Jokowi (2014-2024)
Realisasi belanja Kemenhan di era Presiden Jokowi tercatat Rp 101,36 triliun pada 2015. Khusus untuk modernisasi alutsista/non-alutsista/sarana dan prasarana integratif mendapat bagian Rp 3,83 triliun, modernisasi matra darat sebesar Rp 4,99 triliun, Rp 5,19 triliun untuk matra laut, dan Rp 5,5 triliun bagi matra udara.
Setelah itu, Kemenhan merealisasikan belanja sebesar Rp 98,09 triliun pada 2016. Sementara di tahun 2017, realisasi belanja mencapai Rp 117,29 triliun. Serta justru berkurang pada 2018, yaitu sebesar Rp 106,68 triliun.
Pada 2019, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjatah kementerian yang dipimpin Prabowo Subianto sebesar Rp 108,94 triliun, tetapi realisasinya jauh lebih tinggi, yaitu Rp115,35 triliun. Sedangkan pada 2020, alokasi anggaran dan realisasi anggaran Kemenhan sebesar Rp 117,9 triliun.
Kemudian, pada 2021, Kemenhan menerima alokasi pagu belanja Rp136,99 triliun atau terbesar kedua sesudah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Namun, angka tersebut tidak diperuntukkan untuk alutsista saja, khusus pengadaan sistem persenjataan adalah sebesar Rp 9,3 triliun.
Pada 2022, Kementan mencatatkan outlook sebesar Rp 133,4 triliun. Kemudian disusul pada 2023, pagu anggarannya mencapai Rp 144,26 triliun. Sedangkan pada 2024 sesuai RAPBN adalah Rp 135,44 triliun.
MELYNDA DWI PUSPITA
Pilihan Editor: RUU ASN Disahkan, Anggota TNI dan Polri Boleh Isi Jabatan ASN