3 BUMN Dilaporkan ke BUMN karena Dituduh Jual Senjata Ilegal ke Myanmar, Ini Penjelasan Defend ID
Reporter
Yohanes Maharso Joharsoyo
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 4 Oktober 2023 19:42 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Holding BUMN Industri Pertahanan (DEFEND ID) angkat bicara soal tuduhan yang dialamatkan ke tiga perusahaan pelat merah menjual senjata ilegal ke Myanmar. Defend ID menegaskan, pihaknya tidak pernah melakukan ekspor produk industri pertahanan ke Myanmar setelah 1 Februari 2021.
"Sejalan dengan Resolusi Majelis Umum PBB nomor 75/287 yang melarang suplai senjata ke Myanmar," kata Defend ID dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Rabu, 4 Oktober 2023.
Defend ID lewat PT Len Industri (Persero) sebagai induk holding serta beranggotakan PT Dahana, PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, dan PT PAL Indonesia, mendukung penuh resolusi PBB dalam upaya menghentikan kekerasan di Myanmar.
Selaini tu, Defend ID menegaskan bahwa PT Pindad tidak pernah melakukan ekspor ke Myanmar setelah adanya imbauan Dewan Keamanan PBB per 1 Februari 2021. "Kami pastikan bahwa PT Pindad tidak melakukan kegiatan ekspor produk alpalhankam ke Myanmar terutama setelah adanya imbauan DK PBB pada 1 Februari 2021 terkait kekerasan di Myanmar," tulis Defend ID.
Defend ID menambahkan, ekspor ke Myanmar yang dilakukan pada tahun 2016 berupa produk amunisi spesifikasi sport. Ekspor tersebut dilakukan untuk keperluan keikutsertaan Myanmar pada kompetisi olahraga tembak ASEAN Armies Rifle Meet (AARM) 2016.
"Sama halnya dengan PTDI dan PT PAL yang dipastikan tak memiliki kerja sama penjualan produk ke Myanmar. Tidak ada kerja sama maupun penjualan produk alpahankam dari kedua perusahaan tersebut ke Myanmar," tulis Defend ID.
Sebagai perusahaan yang memiliki kemampuan produksi untuk mendukung sistem pertahanan yang dimiliki negara, Defend ID selalu selaras dengan sikap Pemerintah Indonesia. "Kami selalu patuh dan berpegang teguh pada regulasi yang berlaku termasuk kebijakan politik luar negeri Indonesia."
Selanjutnya: Adapun sejumlah aktivis HAM sebelumnya ...
<!--more-->
Adapun sejumlah aktivis HAM sebelumnya melayangkan laporan kepada Komnas HAM tentang dugaan transaksi jual beli senjata ilegal dari Indonesia ke Myanmar. Mantan Jaksa Agung Indonesia yang juga pernah mengetuai misi pencari fakta PBB soal Myanmar Marzuki Darusman menyebut penjualan senjata secara ilegal itu mencakup senapan serbu, pistol, amunisi, kendaraan tempur, dan peralatan militer lainnya.
Temuan ini kemudian diadukan Komnas HAM pada Senin lalu, 2 Oktober 2023. Menurut Marzuki, penjualan senjata ilegal kemungkinan sudah terjadi selama satu dekade terakhir, termasuk setelah dugaan pembantaian etnis minoritas Rohingya di Myanmar terus berlangsung dan kudeta oleh junta militer pada 2021.
Dalam laporan Radio Free Asia (RFA), Marzuki mengatakan dia dan penggugat lainnya mengajukan tuduhan tersebut ketika Indonesia masih memegang jabatan Ketua ASEAN 2023. Tak hanya Marzuki, pemimpin Organisasi HAM Etnis Chin Za Uk Ling, dan organisasi HAM internasional Myanmar Accountability Project juga menjadi penggugat dalam laporan ke Komnas HAM ini.
Adapun para penggugat mengutip bukti-bukti dari sumber terbuka dan laporan media yang menunjukkan bahwa tiga perusahaan Indonesia mentransfer senjata dan amunisi ke Myanmar melalui True North Co Ltd. True North Co Ltd. adalah sebuah perusahaan milik putra menteri junta Myanmar, Htoo Htoo Shein Oo.
Htoo merupakan putra menteri perencanaan dan keuangan junta Myanmar, Win Shein, yang menjadi target sanksi Amerika Serikat, Kanada, dan Uni Eropa. True North di sini disebut berperan sebagai perusahaan swasta yang menegosiasikan kesepakatan antara militer Myanmar dan perusahaan senjata Indonesia.
Para penggugat juga menyatakan pihak berwenang Indonesia perlu segera menyelidiki kemungkinan praktik korupsi dalam transaksi penjualan senjata itu.
YOHANES MAHARSO JOHARSOYO | ANTARA
Pilihan Editor: Soroti Harga Pangan Dunia, Erick Thohir: Tertinggi 7 Tahun Terakhir