Pemerintah Tetapkan Batas Waktu Pengosongan Pulau Rempang 28 September, Akankah Warga Dapat Haknya?
Reporter
Andika Dwi
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 18 September 2023 06:42 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) menargetkan pengosongan wilayah Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau selesai dilakukan sebelum 28 September 2023. Hal ini dilakukan sebagai langkah awal untuk memulai proyek pengerjaan pengembangan kawasan Rempang Eco City menjadi daerah industri, perdagangan, dan wisata.
Tim terpadu yang terdiri TNI, Polri, BP Batam, dan Satpol PP juga akan memastikan relokasi warga kawasan Pulau Rempang selesai pada waktunya. “Tanggal 28 (September ini) Pulau Rempang clean and clear untuk diserahkan kepada pengembang PT MEG,” kata Kapolresta Barelang Komisaris Besar Nugroho Tri Nuryanto, Kamis malam, 7 September 2023.
Proses pengosongan lahan dan relokasi warga sebelumnya tidak berjalan lancar. Pasalnya, bentrok antara warga dan aparat gabungan tak terhindarkan saat para petugas akan masuk ke Kampung Sembulan untuk melakukan pengukuran lahan pada Kamis, 7 September 2023.
Meski begitu, pengosongan lahan harus terus berjalan untuk mempercepat proses pembangunan kawasan tersebut. Pemerintah Indonesia dan pejabat berwenang pun meminta agar permasalahan yang sedang memanas itu segera diselesaikan.
3 Menteri Jokowi Gelar Rapat di Batam
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyebut konflik mengenai pengosongan lahan di Pulau Rempang terjadi karena komunikasi yang kurang baik. Pasalnya menurut Jokowi, konflik tersebut tidak seharusnya terjadi apabila warga diajak berbicara baik-baik dan diberikan solusi atas rencana pengembangan Proyek Strategis Nasional (PSN) itu.
“Karena di sana sebenarnya sudah ada kesempatan bahwa warga akan diberi lahan 500 meter plus bangunan tipe 45, tetapi ini tidak dikomunikasikan dengan baik. Akhirnya menjadi masalah,” kata Jokowi ketika ditemui di sela-sela kunjungannya ke Pasar Kranggot, Cilegon, Banten, Selasa 12 September 2023.
Menindaklanjuti konflik yang terjadi antara warga dan aparat, Jokowi lalu menugaskan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat terkait pelaksanaan proyek investasi tersebut.
Dalam proses penyelesaiannya, pada Ahad, 17 September 2023, tiga menteri telah menggelar rapat koordinasi percepatan pengembangan investasi ramah lingkungan kawasan Pulau Rempang di Hotel Marriott, Kota Batam. Adapun menteri yang hadir, yakni Menteri Investasi/BKPM Bahlil Lahadalia, Menteri Agraria Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Tito Karnavian.
Rapat yang berlangsung sekitar empat jam itu membahas dinamika investasi di Rempang. "Hari ini kita melakukan rapat teknis terkait dengan dinamika investasi Pulau Rempang," kata Bahlil, Ahad, 17 September 2023.
Bahlil mengatakan, ada sejumlah poin kesepakatan yang didapat dalam rapat koordinasi tersebut. Salah satunya adalah proses penanganan Rempang yang harus dilakukan dengan cara baik. "Kita harus tetap memberikan penghargaan kepada masyarakat yang sudah secara turun temurun di sana, nanti kita komunikasi lagi dengan baik dan layak kepada warga," tuturnya.
Selanjutnya: Masalah ini tidak hanya berkaitan dengan ...
<!--more-->
Masalah ini tidak hanya berkaitan dengan warga yang berada di Pulau Rempang yang secara turun temurun. Tetapi, ada juga ditengarai beberapa oknum orang yang membangun usaha di Pulau Rempang. "Yang persoalan ini izin mereka sudah dicabut, ini butuh penanganan khusus," katanya. Bahlil pun mengatakan terkait keamanan akan tetap dilakukan tetapi secara soft.
BP Batam Catat 87 Rumah Sudah Mendaftar untuk Relokasi
Setelah sempat terjadi ketegangan antara warga dan aparat, pada Kamis siang, 14 September 2023 suasana di kawasan sekitar Pulau Rempang terpantau kondusif. Bahkan, BP Batam mencatat sudah ada 87 rumah yang mendaftar untuk direlokasi.
Di sisi lain, BP Batam pun terus melakukan sosialisasi kepada warga yang terdampak pembangunan Rempang Eco City untuk segera mendaftarkan relokasi. Sosialisasi ini dilakukan dengan cara menyebar stiker dan spanduk pemberitahuan lokasi tempat pendaftaran relokasi. Selain itu, ada juga tim terpadu yang datang ke rumah-rumah warga untuk menjelaskan rencana pembangunan.
“Target sosialisasi sampai tanggal 20 September, yang sudah mendaftar sekitar 87 kepala Keluarga, target sekitar 650 KK di kawasan Sembulang ini,” ucap Kasatgas Tim Percepatan Pembangunan Rempang Eco-city, Harlas Buana, Kamis, 14 September 2023.
Adapun alasan mengapa warga perlu direlokasi adalah karena akan dibangun pabrik kaca di kawasan tersebut. pembangunan itu dinilai akan berefek kepada polusi udara, sehingga pengosongan perlu dilakukan.
“Karena bisa mengganggu pernafasan dan paru-paru, untuk warga yang berada sekitarnya, makanya kita harus relokasi dan pindahkan (warga),” ucap Kapolresta Barelang Komisaris Besar Nugroho Tri Nuryanto, Kamis malam 7 September 2023.
Warga di Pulau Rempang Tidak Memiliki Hak Atas Tanah
Sebelumnya, Menteri Bahlil Lahadalia sempat menyebut konflik tersebut muncul akibat sosialisasi yang belum berjalan dengan baik. “Dugaan saya, pertama, sosialisasinya belum berjalan baik. Itu harus diakui dan Bapak Presiden (Joko Widodo) memerintah saya turun langsung,” ujar Bahlil dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI di Jakarta, Rabu, 13 September 2023 dilansir dari laman YouTube Komisi VI DPR RI Channel.
Bahlil mengatakan bahwa hanya sebagian warga Rempang yang memiliki hak atas tanah tempat tinggalnya. Sedangkan, sebagian warga lain yang merupakan pendatang tidak memiliki hak alas dalam bentuk apapun. Pasalnya, Nyat Kadir yang kala itu menjabat sebagai wali kota Batam periode 2001-2005 tidak lagi menerbitkan izin hak alas kepada warga baru setelah 2004.
“Pemerintah waktu kita merumuskan antara Pemda Batam yang notabene ex-officio kepala BP Batam, gubernur, dan sebagian Forkopimda, analisisnya karena sebagian yang tinggal di situ tidak punya alas hak, berarti tanah itu dikuasai negara lewat BP Batam,” ucap Bahlil.
Meski sebagian lahan di kawasan tersebut dikuasai negara, namun Bahlil mengatakan tidak ingin menggusur warga setempat begitu saja. Oleh karena itu, pemerintah pun memberikan solusi untuk masyarakat dengan kompensasi berupa tanah 500 meter persegi dan rumah tipe 45 yang sudah diberikan alas hak berbentuk sertifikat.
Selanjutnya: Hal serupa juga dikatakan oleh...
<!--more-->
Sebelumnya, hal serupa juga dikatakan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto. Dia mengatakan bahwa lahan tinggal yang menjadi pemicu kericuhan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU).
Hadi menjelaskan, lahan yang akan dijadikan lokasi Rempang Eco City seluas 17 ribu hektare tersebut merupakan kawasan hutan. Dari jumlah keseluruhan itu, sebanyak 600 hektare merupakan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dari Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pun pernah menyinggung tentang status tanah di Pulau Rempang. Dia menjelaskan bahwa sebenarnya pada tahun 2001-2002, negara telah memberikan hak atas Pulau Rempang kepada sebuah perusahaan berupa hak guna usaha. Hanya saja, sebelum investor masuk, tanah di Pulau Rempang itu belum digarap dan tidak pernah dikunjungi.
“Tanah Rempang itu, sudah diberikan haknya oleh negara kepada sebuah perusahaan untuk digunakan dalam hak guna usaha. Sebelum investor masuk, tanah ini rupanya belum digarap dan tidak pernah ditengok,” kata Mahfud, Jumat, 8 September 2023,
Masalah baru muncul ketika di tahun 2022 ada investor yang akan masuk. Pemegang hak guna usaha kemudian datang untuk mengecek tanah di Pulau Rempang. Tetapi ternyata, tanah tersebut telah ditempati oleh masyarakat. Oleh karena itu, menurut Mahfud, konflik yang terjadi bukan karena hak atas tanah, melainkan karena proses pengosongannya.
“Nah proses pengosongan tanah ini lah yang sekarang menjadi sumber keributan, bukan hak atas tanahnya ya, bukan hak guna usahanya,” tuturnya. “Proses (pengosongannya) karena itu sudah lama, kan. Itu udah belasan tahun, orang di situ tiba-tiba harus pergi.”
Sementara itu, warga Pulau Rempang membantah pernyataan Menteri Mahfud MD yang menyebutkan lahan yang mereka tempati tak tergarap selama ini. Bahkan mereka berani membuktikan masyarakat sudah menempati pulau Rempang selama berpuluh-puluh tahun.
Seorang warga Rempang bernama Awangcik menyatakan salah satu bukti bahwa masyarakat telah menempati pulau tersebut adalah data pemilu. Dia menyatakan, selama ini, masyarakat di sana selalu masuk dalam pendataan pemerintah untuk pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
"Kalau mereka bilang (Pulau Rempang) tidak ada penghuni, kok data pemilu ada, suara kami kan sampai ke Jakarta, kami ikut nyoblos kok," kata Awangcik kepada Tempo, Selasa, 13 September 2023.
Selanjutnya: Awangcik menegaskan dirinya sudah tinggal di Rempang...
<!--more-->
Awangcik menegaskan dirinya sudah tinggal di Pulau Rempang sejak lahir. Pria berusia 63 tahun tersebut pun siap membuktikan jika orang tua hingga kakek dan neneknya juga sudah menempati pulau itu. Bahkan, menurut dia, mereka dimakamkan di pulau tersebut.
"Kalau mau cek, mari saya ajak ke makam orang tua saya," kata Awangcik.
Selain Awangcik, salah satu warga asli Pulau Rempang yakni Gerisman Ahmad mengatakan warga telah bermukim di pulau Rempang sejak 1834. “Kami sudah lama tinggal di sini, bahkan sebelum Indonesia berdiri,” tutur Gerisman, Jumat, 8 September 2023.
Polri Kirim 400 Personel Tambahan
Sementara, pihak kepolisian mengirim 4 Satuan Setingkat Kompi (SSK) atau 400 personel tambahan ke Pulau Rempang. Hal itu disampaikan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Sigit mengatakan pengiriman pasukan bertujuan untuk membantu rencana pemasangan patok, pengukuran, hingga sosialisasi ke warga.
“Tentunya kekuatan personel saat ini terus kita tambah ada kurang lebih 4 SSK sampai hari ini yang kita tambahkan. Dan ini akan terus kita tambah disesuaikan dengan eskalasi ancaman yang terjadi,” kata Kapolri Sigit di gedung The Tri Brata, Kamis, 14 September 2023.
Sesuai arahan Jokowi, kata Sigit, relokasi akan mengedepankan tindakan persuasif. Dia juga menegaskan prioritas utama Polri adalah untuk memperkuat sosialisasi kepada masyarakat yang akan direlokasi dari kawasan Pulau Rempang tersebut. Pasalnya, tanah di wilayah tersebut adalah milik otoritas BP batam sehingga harus diserahkan saat dibutuhkan.
RADEN PUTRI | YOGI EKA SAHPUTRA | RIRI RAHAYU | ANTARA
Pilihan Editor: Konflik di Pulau Rempang, Pengamat: Pemerintah Cenderung Berpihak pada Investor