IMF Beberkan Sebab Apresiasi Dolar AS Pukul Negara Berkembang Lebih Keras ketimbang Negara Maju
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 20 Juli 2023 08:22 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dana Moneter Internasional atau IMF menyebutkan apresiasi dolar AS yang didorong terutama oleh risiko keuangan global tahun lalu berdampak negatif lebih keras terutama untuk aktivitas ekonomi dan impor pada ekonomi pasar negara berkembang daripada negara maju.
Hal tersebut disampaikan IMF dalam External Sector Report tahunannya pada Rabu, 19 Juli 2023. Dalam laporan itu disebutkan bahwa nilai tukar riil efektif dolar naik 8,3 persen pada 2022 ke level terkuat dalam dua dekade.
Kenaikan kurs dolar AS itu terjadi di tengah serangkaian kenaikan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) untuk mengekang inflasi dan harga-harga komoditas global yang lebih tinggi didorong oleh konflik Ukraina.
Akibatnya, kata IMF, muncul dampak negatif sektor riil dari apresiasi dolar turun secara tidak proporsional di pasar negara berkembang. Sedangkan dampaknya terhadap ekonomi maju hanya kecil dan berumur pendek.
Adapun di ekonomi pasar negara berkembang, apresiasi dolar 10 persen, terkait dengan kekuatan pasar keuangan global, telah menurunkan produksi produk domestik bruto (PDB) sebesar 1,9 persen setelah satu tahun. IMF memperkirakan hambatan ini akan bertahan selama dua setengah tahun.
Sementara itu, efek negatif pada ekonomi negara maju jauh lebih kecil. Hal ini terlihat dari pengurangan output yang memuncak pada 0,6 persen setelah satu kuartal dan sebagian besar hilang dalam setahun.
IMF juga melihat ekonomi pasar negara berkembang juga mengalami ketersediaan kredit yang memburuk dan tercatat adanya penurunan arus masuk modal. Juga terlihat dampak kebijakan moneter yang lebih ketat dan penurunan pasar saham yang lebih besar.
"Emerging markets dan ekonomi negara berkembang dengan kerentanan yang sudah ada sebelumnya seperti inflasi tinggi dan posisi eksternal yang tidak selaras mengalami tekanan depresiasi yang lebih besar," kata IMF. "Sementara ekonomi pengekspor komoditas mendapat manfaat dari kenaikan harga-harga komoditas."
Selanjutnya: Tak hanya itu, Laporan IMF juga menunjukkan ...
<!--more-->
Tak hanya itu, Laporan IMF juga menunjukkan bahwa apresiasi dolar memiliki dampak nyata pada pertumbuhan ekonomi global. Hal ini tercermin dalam neraca transaksi berjalan global, metrik utama untuk menghitung jumlah neraca transaksi berjalan absolut di seluruh negara.
Menurut penilaian IMF itu pula, apresiasi dolar 10 persen dikaitkan dengan penurunan neraca transaksi berjalan global sebesar 0,4 persen dari PDB dunia setelah satu tahun. Penurunan sebesar itu dinilai sangat ssignifikan secara ekonomi, karena rata-rata neraca global selama dua dekade terakhir adalah sekitar 3,5 persen dari PDB dunia, dengan standar deviasi 0,7 persen.
Adapun penurunan neraca global mencerminkan kontraksi berbasis luas dalam perdagangan dengan adanya harga mata uang yang dominan. Hal ini difasilitasi oleh penyempitan neraca perdagangan komoditas karena penurunan harga komoditas secara historis menyertai apresiasi dolar.
Lebih jauh, IMF menyatakan bahwa nilai tukar yang lebih fleksibel dan ekspektasi inflasi yang lebih kuat dapat mengurangi dampak negatif ke pasar negara berkembang. Oleh sebab itu, negara-negara pasar berkembang direkomendasikan bergerak menuju nilai tukar yang fleksibel.
Caranya dengan mengembangkan pasar keuangan domestik yang mengurangi sensitivitas pinjaman terhadap nilai tukar dan berkomitmen untuk meningkatkan kerangka fiskal dan moneter, termasuk kemandirian bank sentral. Hal ini untuk membantu menjangkarkan ekspektasi inflasi.
IMF menilai di ekonomi pasar yang sedang berkembang dengan gesekan keuangan yang parah dan kerentanan neraca, langkah-langkah manajemen makroprudensial dan aliran modal dapat membantu mengurangi limpahan lintas batas yang negatif.
ANTARA
Pilihan Editor: IMF Minta Indonesia Cabut Larangan Ekspor Nikel, Mendag: Kita Mau Maju Kok Mereka Keberatan