Mayoritas Netizen Twitter Anggap Ekspor Pasir Laut Sebabkan Masalah Lingkungan
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Rabu, 5 Juli 2023 21:35 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Development of Economics and Finance atau Indef mengungkapkan hasil analisis pembukaan kembali keran ekspor pasir laut. Analisis dilakukan dengan pendekatan big data untuk mengetahui opini publik soal kebijakan tersebut.
"Hasilnya, dari 30 Mei-12 Juni 2023 ada 40.702 pembicaraan soal ekspor pasir laut dari 28.561 akun media sosial Twitter," tutur Data Analyst Continuum Indef, Maisie Sagita dalam konferensi pers virtual pada Rabu, 5 Juli 2023.
Dari 40.702 perbincangan itu, Indef mencatat 58 persen warganet menilai kebijakan ekspor pasir laut mengakibatkan masalah lingkungan. Meisie menyebut hampir semua masyarakat di internet tidak setuju dengan kebijakan ekspor pasir laut. Indef pun tidak menemukan adanya perbincangan yang menyatakan setuju dengan kebijakan ini.
Adappun data yang diperoleh Indef dalam analisis tersebut berasal dari media sosial Twitter lantaran dinilai merepresentasikan opini publik Indonesia secara aktual. Maisie mengatakan data yang dihimpun sudah disaring dari media dan buzzer untuk mengetahui pendapat masyarakat yang sesungguhnya.
Pembicaraan warganet soal ekspor pasir laut, tutur Maisie, sangat ramai di akhir Mei hingga mencapai 6,9 juta twit per hari. Kemudian mulai menurun pada Juni. Meskipun menurun, rata-rata perbincangan ihwal kebijakan ini pada Juni masih tinggi, yaitu di sekitar 1.700 twit per harinya.
58 persen warganet cemas Indonesia kehilangan pulau
<!--more-->
Dari hasil riset ini, terlihat pula 58 persen warganet menilai pengerukan pasir laut dapat berpotensi membuat Indonesia kehilangan pulau-pulau kecil karena tenggelam. Penilaian tersebut terjadi sama-sama terjadi pada kebijakan ekspor pasir laut maupun untuk pemanfaatannya di dalam negeri. Pasalnya, kata Maisie, yang ditentang warganet adalah kegiatan penambangannya.
Lalu 24,9 persen warganet merasa kebijakan ekspor ini hanya menguntungkan sebagian pihak saja. Pihak yang disebutkan adalah oligarki di pemerintahan, serta negara Cina dan Singapura. Cina sendiri disebut karena adanya potensi mengimpor pasir laut untuk membangun pulau-pulau buatan di Laut Cina Selatan. Sedangkan Singapura banyak disebut karena negera itu memerlukan pasir laut untuk reklamasi di negaranya.
Indef juga mengungkapkan isu lainnya yang menjadi perbincangan, yakni kebijakan pasir laut ini digunakan untuk semacam alat tukar atau pemantik demi mendorong investasi Singapura di proyek pembangunan ibu kota negara (IKN).
Tercatat 8 persen warganet menyebut kebijakan ini serupa dengan menjual Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI. Kemudian 4,8 persen mengaku tidak percaya dengan perkataan pejabat, 3,4 persen meyakini ekspor pasir untuk memenuhi kebutuhan reklamasi, dan 1,1 persen menegaskan bahwa pemerintah perlu memperkuat pengawasan terlebih dahulu.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo alias Jokowi telah merilis Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Melalui beleid yang diundangkan pada 15 Mei 2023 itu, pemerintah mengatur rangkaian kegiatan pengangkutan, penempatan, penggunaan, dan penjualan, termasuk ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut.
Kebijakan ini menuai banyak kritik. Terlebih Indonesia telah melarang ekspor pasir laut sejak 20 tahun lalu melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Kelautan dan Perikanan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 89/MPP/Kep/2/2002, Nomor SKB.07/MEN/2/2002, dan Nomor 01/MENLH/2/2002 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.
Departemen Perindustrian dan Perdagangan lalu mengatur penghentian ekspor pasir laut lewat Surat Keputusan (SK) Menperindag No 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. Dalam SK itu disebutkan alasan pelarangan ekspor untuk mencegah kerusakan lingkungan berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil dan belum diselesaikannya batas wilayah laut antara Indonesia dan Singapura.
Pilihan editor: Masyarakat Pesisir Demak Tolak Penambangan Pasir Laut di Morodemak: Banyak Desa Tenggelam, Warga Terpaksa Pindah