Pengamat Sebut Relaksasi Larangan Ekspor PT Freeport Timbulkan Diskriminasi
Reporter
Amelia Rahima Sari
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Senin, 26 Juni 2023 12:58 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menyebut penundaan atau relaksasi larangan ekspor konsentrat, bahan baku timah, perak dan emas terhadap perusahaan tambang PT Freeport Indonesia (PTFI) menimbulkan diskriminasi.
Fahmy, sapaan dia, menyampaikan pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) lagi-lagi memberikan izin relaksasi ekspor konsenterat kepada Freeport Indonesia. Padahal, kata dia, izin ekspor konsenterat itu mestinya berakhir pada Juni 2023, namun diperpanjang sampai Mei 2024.
"Pemberian relaksasi ekspor konsenterat itu menimbulkan diskriminasi terhadap pengusaha nikel dan bauksit yang selama ini sudah diwajibkan hilirisasi di smelter dalam negeri. Dampaknya, mereka akan menuntut relaksasi ekspor bahan mentah serupa," ujar Fahmy melalui keterangan tertulis, Senin, 26 Juni 2023.
Menurut Fahmy, kalau pemerintah memenuhi tuntutan tersebut, maka nasib program hilirisasi akan porak-poranda. Program hilirisasi, kata dia, semakin porak-poranda ketika ditemukan ekspor illegal bijih nikel sebanyak 5,3 juta ton ke Cina sejak 2020.
"Selain itu, pemberian relaksasi ekspor konsenterat dan ekspor illegal bijih nikel akan memicu ketidakpastian yang menyebabkan investor smelter hengkang dari negeri ini," tutur Fahmy.
Padahal, menurut Fahmy Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah berani memberlakukan kebijakan larangan ekspor biji nikel sejak Januari 2020. Jokowi, kata dia, bahkan bergeming saat kebijakan tersebut diadukan ke World Trade Organization (WTO).
"Nyali Jokowi dipatahkan oleh Freeport McMoran"
<!--more-->
"Kendati kalah di Forum WTO, Jokowi justru semakin berani dan bernyali melanjutkan pelarangan ekspor seluruh hasil tambang dan mineral, tanpa hilirisasi di smelter dalam negeri," beber Fahmy. "Namun sayang nyali Jokowi itu berhasil dipatahkan oleh Freeport McMoran."
Lebih jauh, Fahmy menilai program hilirisasi terbukti menaikkan nilai tambah yang berlipat-lipat. Pasca pelarangan ekspor bahan mentah, kata dia, Indonesia berhasil meningkatkan nilai ekspor produk turunan nikel hingga 19 kali lipat.
"Yang semula hanya Rp 17 triliun atau US$ 1,1 miliar pada 2017, meningkat menjadi Rp 326 triliun atau US$ 20,9 miliar pada 2022," ujar Fahmy.
Dia menjelaskan, hal yang sama terjadi dengan produk turunan Bauksit yang telah meningkatkan pendapatan negara, yakni dari Rp 21 triliun pada 2017 menjadi sekitar Rp 62 triliun pada akhir 2022.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ESDM, Arifin Tasrif, membenarkan jika pemerintah membolehkan Freeport Indonesia melakukan ekspor konsentrat tembaga setelah Juni 2023.
"(Keputusannya) boleh (ekspor konsentrat tembaga) sampai progresnya komitmen dia untuk menyelesaikan (smelter) dan tidak boleh lebih dari pertengahan tahun depan," kata Arifin, Jumat, 28 April 2023.
Pemerintah, kata dia, memiliki sejumlah pertimbangan untuk memperpanjang izin tersebut. Salah satunya terkait kendala pembangunan smelter akibat pandemi Covid-19.
Menurut Arifin, progres smelter Freeport Indonesia hingga bulan kemarin sudah mencapai 60 persen. "Tapi memang harusnya secara aturan sudah selesai 2023. Tapi tadi disampaikan isu-isu kesulitan yang dihadapi dan di situ juga partnership-nya juga antara Indonesia dengan PTFI," ujar dia.
AMELIA RAHIMA SARI | ANTARA
Pilihan editor: Terkini: Cara Sri Mulyani dan Erick Thohir Ucapkan Selamat Ulang Tahun ke Jokowi, Realisasi Investasi Freeport Rp 33 Triliun