Bantah Ekspor Pasir Laut Paling Menguntungkan Singapura, Menteri KKP Belum Tahu Potensinya
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Senin, 12 Juni 2023 16:42 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono membantah Singapura menjadi pihak yang paling diuntungkan dari kebijakan ekspor pasir laut. Ia mengaku belum mengetahui jumlah potensi ekonomi dari pengerukan pasir laut.
"Kami belum tahu, ini kami lagi hitung (potensi ekonominya). Tapi yang pasti kan reklamasi banyak, sebesar itu lah potensinya," ujar dia saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Senin, 12 Juni 2023.
Kebijakan ekspor pasir laut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Dia menyebut beleid ini terbit lantaran kebutuhan pasir laut untuk proyek reklamasi di dalam negeri sangat besar. Misalnya, kata Trenggono, proyek reklamasi di Indonesia tersebar di banyak wilayah seperti Jawa Timur, IKN, Batam, hingga Jakarta.
Karena itu, ia menilai pemerintah perlu mengaturnya melalui PP tersebut. Sehingga, bahan baku yang digunakan untuk reklamasi itu hanya berasal dari sedimentasi laut yang tidak merusak lingkungan. Selain itu, menurutnya kebijakan itu akan menggenjot penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Sementara itu, Direktur Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman menilai Singapura adalah negara yang paling diuntungkan dari kebijakan ekspor pasir laut Indonesia. Dia berujar reklamasi Singapura saat ini sangat membutuhkan banyak pasir laut dari Indonesia karena berkualitasnya sangat baik. Sebab, beberapa negara telah menyetop ekspornya.
Selanjutnya: kebutuhan reklamasi Singapura
<!--more-->
"Kebutuhan total pasir laut untuk kebutuhan reklamasi Singapura hingga tahun 2030, adalah sekitar 4 miliar kubik," ujar Yusri kepada Tempo, Selasa, 6 Juni 2023.
Sebelumnya, pemerintah telah menerbitkan aturan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021. Pada Pasal 8 PP ini disebutkan PNBP untuk pasir laut sebesar 35 persen dari harga jual. Yusri mengaku mendapatkan informasi bahwa pengusaha keberatan ihwal tarif PNBP tersebut.
Hal itu mengingat tarif PNPB untuk tambang batubara ex Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) hanya 11 persen dan IUP hanya 8 persen. Menurut para pengusaha, kata Yusri, harga jual butubara jauh di atas harga pasir laut sehingga mereka merasa bebannya terlalu besar.
"Akibat ada potensi keuntungan yang besar di depan mata, maka tak heran banyak pejabat berlomba pasang badan dengan menyatakan ekspor pasir laut tidak merusak lingkungan dan malah untuk menyehatkan laut dan mengamankan alur pelayaran," ujarnya.
Pilihan Editor: Anggota DPR Nilai Aturan Ekspor Pasir Laut Menabrak Banyak UU
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini