Soimah Mengeluh soal Pelayanan Pajak, Begini Penjelasan Lengkap Ditjen Pajak
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Grace gandhi
Senin, 10 April 2023 08:23 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan menanggapi keluhan pesinden Soimah Pancawati. Soimah mengeluh soal pengalamannya yang tidak mengenakan dengan pegawai Ditjen Pajak, termasuk dugaan adanya pegawai pajak yang membawa debt collector.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dwi Astuti membeberkan empat hal berkaitan dengan pengalaman Soimah itu. Berdasarkan penelusuran Ditjen Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bantul, tempat Soimah terdaftar sebagai wajib pajak, Dwi menjelaskan duduk perkara masalah yang dihadapi Soimah.
Pertama, mengenai kejadian 2015 yang diceritakan Soimah. Dwi menyampaikan bahwa kalaupun ada interaksi yang dilakukan KPP Pratama Bantul, maka hanya sebatas kegiatan validasi nilai transaksi rumah milik Soimah. Validasi pun dilakukan kepada penjual, bukan pembeli rumah. Tujuannya, untuk memastikan bahwa nilai transaksi yang dilaporkan memang sesuai dengan ketentuan, yaitu harga pasar yang mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
Kedua, soal debt collector. Dwi menuturkan berdasarkan data, Soimah tidak pernah diperiksa oleh pegawai pajak sehingga tidak punya utang pajak. Dengan demikian, KPP Pratama Bantul tidak pernah melakukan penagihan pajak. Memang Ditjen Pajak memiliki petugas khusus Juru Sita Pajak Negara (JSPN) yang tugas dan fungsinya menagih tunggakan pajak. "Namun demikian, karena Soimah tidak punya tunggakan pajak, JSPN tidak mungkin mendatanginya untuk menagih pajak," ucap Dwi melalui pesan pendek pada Ahad malam, 9 April 2023. .
Selanjutnya ketiga, kegiatan pengukuran rumah secara detail. Dwi mengatakan bahwa kegiatan tersebut dalam rangka penggalian potensi pajak pertambahan nilai (PPN) atas Kegiatan Membangun Sendiri (KMS). Sesuai ketentuan perundangan-undangan, dia berujar, jika seseorang membangun rumah tanpa kontraktor dengan luas di atas 200 meter persegi, maka terutang PPN sebesar 2 persen dari total pengeluaran untuk membangun rumah tersebut.
Selanjutnya: Kemudian, untuk menentukan total pengeluaran....
<!--more-->
Kemudian, untuk menentukan total pengeluaran tersebut bisa dilakukan dengan cara melakukan penilaian harga bangunan oleh penilai profesional yang merupakan petugas resmi Ditjen Pajak. Hasil penilaian menyatakan bahwa nilai rumah tersebut Rp 4,7 miliar, bukan Rp 50 miliar seperti yang disebut oleh Soimah dalam sebuab wawancara Podcast.
"Dalam laporannya sendiri, Soimah menyatakan bahwa nilai rumah pendopo itu adalah Rp 5 miliar. Kami juga menegaskan bahwa kesimpulan dan rekomendasi nilai hasil pengukuran dari petugas pajak tersebut belum ditindaklanjuti. Artinya, PPN sebesar 2 persen x Rp 4,7 miliar itu belum ditagihkan," kata Dwi.
Keempat, mengenai keluhan atas sikap petugas pajak yang menghubungi Soimah dengan cara tidak manusiawi untuk segera melaporkan SPT di akhir Maret 2023 lalu. Dari rekaman komunikasi antara petugas Ditjen Pajak dengan Soimah melalui percakapan telepon dan chat WhatsApp, Dwi menilai tidak ada satu penggal nada kalimat pun yang tidak manusiawi.
Menurut Dwi, petugas Ditjen Pajak dengan sabar melakukan komunikasi tanpa nada tekanan apalagi amarah. Petugas bahkan menawarkan bantuan jika Soimah mengalami kesulitan dalam pengisian SPT.
"Sekali lagi kami tegaskan bahwa komunikasi yang dilakukan petugas kami sifatnya persuasif dan dilakukan kepada banyak wajib pajak. Hal ini dilakukan agar wajib pajak tidak telat lapor dan nantinya kena denda," tutur Dwi.
Pilihan Editor: Jokowi Lebih Tahu Harga-harga di Pasar, Bahlil Guyon Mendag Zulhas Sampai Tidur di Pasar
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini