Jutaan Orang Harus Terangkut KRL, Pengamat: Kalau Tidak, yang Repot Presiden
Reporter
Amelia Rahima Sari
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 6 April 2023 21:07 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat kebijakan publik dari PH&H Public Policy Interest Group, Agus Pambagio, mengatakan jutaan pengguna Kereta Rel Listrik atau KRL per hari harus bisa diangkut. Jutaan pengguna kereta itu harus diangkut, dengan atau tanpa impor kereta bekas.
Sebab, bila tidak, menurut Agus, Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang akan repot. Repot di sini karena kepala negara harus berhadapan dengan para penumpang kereta yang kecewa dengan keputusan pemerintah.
Agus menyatakan, para penumpang kereta sejatinya tidak peduli dengan keputusan pemerintah untuk melakukan impor KRL bekas atau baru, atau siapa produsen kereta baru apakah PT INKA, produsen sarana perkeretaapian pelat merah, atau bukan. Yang penting, jutaan pengguna KRL setiap hari terangkut.
“Kalau ini tidak terangkut, yang repot presiden. Karena ini kelas menengah ke bawah yang cari makan, mau sekolah, mengandalkan KRL. Ketika itu bermasalah, pasti akan ribut,” ujar Agus saat dihubungi Tempo pada Kamis, 6 April 2023.
Dia juga menyinggung tentang hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tentang impor KRL bekas dari Jepang yang terlalu teknis. Menurutnya, audit impor KRL bekas itu seharusnya terkait dengan finansial dan proyek.
“Karena pernyataan-pernyataan teknis BPKP di laporan itu menurut saya tidak pas. Karena itu tidak komprehensif,” ujar Agus.
Kalau membahasnya dengan bahasa teknis, kata dia, tidak ada gunanya. Sebab, untuk operator pun istilah-istilah itu juga membingungkan.
Lebih jauh Agus menyebutkan, meskipun ada hal-hal finansial yang disebutkan dalam laporan audit tersebut, tetapi tetap lebih banyak hal teknis yang dibahas.
“Ya ada (hal finansial), tapi dia kan menyebut banyak teknis itu, jumlah kereta sekian, terus ini cukup kalau hari ini lewat Bogor keretanya. Ini kan teknis. Tidak bisa begitu dan debatable kalau diskusi sama ahlinya,” papar Agus.
Agus juga menilai BPKP tidak tahu persoalan teknis, termasuk mengenai stasiun baru dan bagaimana Stasiun Manggarai telah berubah. “Saya khawatir Pak Luhut (Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi/Menko Marves) salah ambil keputusan. Itu saja,” tuturnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Pertambangan dan Investasi Kemenko Marves, Septian Hario Seto, menjelaskan mengenai hasil audit BPKP tentang impor KRL bekas yang diterima pihaknya pada 29 Maret 2023 kemarin.
Dia menyebut, ada empat hal yang menjadi kesimpulan BPKP. Pertama, kata dia, rencana impor KRL bekas tidak mendukung pengembangan industri perkeretaapian nasional.
Seto lalu menyebut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 175 Tahun 2015 tentang Standar Spesifikasi Teknis Kereta Kecepatan Normal dengan Penggerak Sendiri. Dalam aturan itu, ditetapkan persyaratan umum pengadaan sarana kereta kecepatan normal dengan penggerak sendiri, termasuk KRL, yang harus memenuhi spesifikasi teknis, seperti mengutamakan produk dalam negeri.
Selanjutnya: Kementerian Perdagangan (Kemendag) menolak...
<!--more-->
Kedua, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menolak permohonan dispensasi impor KRL bekas karena fokus pemerintah adalah pada kendaraan produksi dalam negeri dan substitusi impor melalui Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).
"Nah yang ketiga, KRL bukan baru yang diimpor dari Jepang tidak memenuhi kriteria sebagai barang modal bukan baru yang dapat diimpor sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur kebijakan dan pengaturan impor," kata Seto.
Dalam regulasi tersebut, barang bekas yang bisa diimpor adalah yang belum bisa dipenuhi dalam negeri. "Jadi tadi sudah disebutkan, itu (impor KRL bekas) bisa dilakukan kalau belum bisa diproduksi di dalam negeri," tutur Seto.
Selain itu, BPKP juga mengungkap alasan teknis dalam laporannya. Salah satunya, ada beberapa unit sarana yang masih bisa dioptimalkan penggunaannya.
BPKP menyebut, jumlah KRL yang beroperasi saat ini 1.114 unit, tidak termasuk 48 unit yang aktiva tetap diberhentikan dari operasi dan 36 unit yang dikonversi sementara. Sedangkan overload memang terjadi pada peak hour.
Namun secara keseluruhan, okupansi pada 2023 diproyeksikan mencapai 62,75 persen. "(Okupansi) 2024 diperkirakan masih 79 persen dan 2025 sebanyak 83 persen. Ini data dari BPKP," ucap Seto.
Seto memaparkan, BPKP juga membandingkan pada 2019 jumlah armada yang siap guna adalah 1.078 unit yang mampu melayani 336,3 juta penumpang. Sedangkan di 2023, lanjut dia, jumlah penumpang diperkirakan 273,6 juta penumpang dengan armada 1.114 unit.
"Jadi di 2023 armadanya lebih banyak, tapi estimasi penumpangnya tetap jauh lebih sedikit dibandingkan 2019 yang jumlah armadanya lebih sedikit," ungkap Seto.
Lebih lanjut, dia mengemukakan rata-rata jumlah penumpang sekarang sekitar 800 ribu penumpang per hari. Tapi pada peak hour bisa mencapai di atas 900 ribu per hari. "Nah, ini masih lebih kecil dibandingkan 2019 dimana rata-rata jumlah penumpangnya adalah 1,1 juta," ucapnya.
Ia lalu menyinggung temuan BPKP tentang estimasi biaya impor kereta bekas. Dia menyebut, kewajaran biaya handling dan transportasi dari Jepang ke Indonesia yang diajukan PT KCI tidak dapat diyakini.
"Karena perhitungannya tidak berdasarkan survei harga, melainkan hanya berdasarkan KRL bukan baru tahun 2018 ditambah 15 persen," ujar Seto.
Hasil klarifikasi dengan Pelindo, kata dia, kontainer yang tersedia hanya 20 kaki dan 40 kaki sehingga pengangkutan dan pengiriman KRL harus menggunakan kapal kargo sendiri. "Ini tentu saja bisa menyebabkan penambahan biaya yang harus diestimasikan dengan akurat," tuturnya.
Pilihan Editor: KRL Makin Padat, Anggota DPR: Bisa Menjadi Bom Waktu
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.