Ojol Tak Dapat THR, SPAI: Pengemudi Ojek Online Punya Hak Layaknya Pekerja
Reporter
Hanifah Dwijayanti
Editor
Agung Sedayu
Selasa, 4 April 2023 17:03 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mengatakan peraturan yang membolehkan pengemudi Ojol tak dapat THR adalah bukti kegagalan pemerintah melindungi pekerja.
Menteri Ketenagakerjaan menyatakan bahwa pengemudi ojek online atau Ojol tidak berhak mendapatkan THR. Pengemudi Ojol tak dapat THR karena tidak ada hubungan kerja dengan perusahaan. Hubungan para pengemudi dengan perusahaan aplikasi adalah kemitraan sehingga para Ojol tak dapat THR. Hal tersebut diprotes oleh Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati .
Menurut Lily, aturan yang membolehkan Ojol tak dapat THR adalah bukti kegagalan pemerintah dalam menjamin hak para pekerja.
“Model hubungan kemitraan sesungguhnya adalah hubungan kerja. Karena di dalamnya terdapat unsur pekerjaan, perintah, dan upah sesuai Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003,” ujar Lily dalam keterangan resminya, Selasa, 4 April 2023.
Unsur pekerjaan, kata Lily, jelas terpenuhi karena perusahaan aplikator yang memberikan pekerjaan di dalam aplikasi berupa tiga jenis pekerjaan layanan antar untuk penumpang, barang dan makanan. Unsur perintah juga terpenuhi karena aplikator memberi perintah untuk mengantarkan ketiga layanan tersebut ke tujuan dengan waktu yang telah ditentukan melalui aplikasi yang wajib dijalankan pengemudi.
Begitu pula dengan unsur upah. Unsur upah terpenuhi karena aplikator memberikan upah kepada pengemudi yang telah ditentukan nilainya di dalam aplikasi setelah dikurangi potongan aplikator sebesar 20 persen potongan.
“Maka sudah selayaknya pengemudi berbasis aplikasi mendapatkan haknya berupa THR yang merupakan penghasilan non-upah sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021,” kata Lily.
Selanjutnya: Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 mengatur ...
<!--more-->
Sebagai informasi, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 mengatur siapa saja yang berhak mendapatkan THR keagamaan, di antaranya pekerja atau buruh berdasarkan PKWT (pekerja kontrak waktu tertentu) atau PKWTT (pekerja kontrak waktu tidak tertentu) yang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih.
Kemudian pekerja atau buruh berdasarkan PKWTT yang di-PHK oleh pengusaha terhitung sejak H-30 hari sebelum hari raya keagamaan. Selanjutnya pekerja atau buruh yang dipindahkan ke perusahaan lain dengan masa kerja berlanjut, apabila dari perusahaan lama belum mendapatkan THR.
Adapun pengemudi berbasis online dianggap merupakan golongan profesi yang tidak berhak menerima THR karena hubungan hukum antara pengemudi ojek online dan perusahaan penyedia aplikasinya adalah hubungan kemitraan yang berdasarkan perjanjian kemitraan.
Momen menjelang Hari Raya Idul Fitri ini, kata Lily, adalah ujian bagi pemerintah apakah dapat menjalankan amanat konstitusi, Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dalam menjamin hak warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Sementara itu Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia mengatakan sudah bertahun-tahun para pengemudi Ojol tak dapat THR. Karena itu mereka meminta pihak perusahaan aplikasi transportasi online untuk lebih memperhatikan mitra pengemudi mereka menjelang Hari Raya Idul Fitri tahun ini.
“Kami dari asosiasi menginginkan perusahaan aplikasi ini bisa memperhatikan mitranya menjelang Hari Raya Idul Fitri tahun ini. Seperti yang dilakukan perusahaan-perusahaan untuk tenaga kerja, memberikan tunjangan berupa THR kepada para pekerjanya,” kata Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia, Igun Wicaksono.
Igun bercerita, dari tahun ke tahun pengemudi ojek online atau Ojol tak dapat THR. Padahal, kata dia, Ojol merupakan ujung tombak dari berbagai perusahaan aplikasi transportasi online.
Selanjutnya: Status Ojol sebagai mitra perusahaan adalah akar masalahnya ...
<!--more-->
Status Ojol sebagai mitra perusahaan adalah salah satu akar persoalan. Dalam perundangan atau legalitas, kata dia, ojek online tidak memiliki status apapun.
Dia menilai, sebagai mitra pun status pengemudi ojek online masih ilegal. “Sehingga ini sangat rentan sekali dijadikan eksploitasi mengeruk keuntungan,” tuturnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Ketenagakerjaan atau Wamenaker Afriansyah Noor menjelaskan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan tentang THR 2023 bagi pekerja atau buruh mengacu pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016. Permenaker ini mengatur kewajiban perusahaan memberikan THR kepada pekerja yang mempunyai hubungan kerja PKWT atau PKWTT. Aturan itu yang menjadi salah satu dasar Ojol tak dapat THR.
“Sehingga hal tersebut tidak mencakup hubungan kemitraan (yang mana hal tersebut berbeda dengan hubungan kerja),” ujar Afriansyah melalui pesan tertulis pada Tempo, Selasa.
Namun, kata dia, meski tidak diatur dalam Permenaker 6/2016 dan tidak disebut dalam SE THR 2023, apabila perusahaan platformnya akan memberikan THR, itu baik dan tidak dilarang.
“Jadi, bisa iya bisa tidak (memberikan THR). Tergantung kebijakan mereka,” tuturnya.
Baca juga: Benarkah Driver Ojol Tak Dapat THR? Ini Penjelasan Wamenaker
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.