Rafael Alun Diduga KPK Telah Terima Gratifikasi, Apa Bedanya dengan Suap?
Reporter
Tempo.co
Editor
Andry Triyanto Tjitra
Jumat, 31 Maret 2023 08:21 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Rafael Alun Trisambodo, eks pejabat Ditjen Pajak (Direktorat Jenderal Pajak) Kementerian Keuangan resmi dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK pada Kamis, 30 Maret 2023 kemarin. Ayah Mario Dandy Satriyo itu diduga telah menerima gratifikasi selama 12 tahun, mulai dari 2011 hingga 2023.
Lantas, apa bedanya gratifikasi dengan suap? Berikut penjelasannya.
Istilah gratifikasi
Gratifikasi dan suap memang merupakan dua istilah yang sangat lekat dengan tindakan rasuah atau korupsi. Dalam berbagai pemberitaan, keduanya sering kali digunakan secara bergantian meskipun memiliki makna yang berbeda.
Mengacu Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gratifikasi disebutkan sebagai pemberian yang diberikan karena layanan atau manfaat yang diperoleh. Sementara itu, suap diartikan secara lebih sederhana, yaitu uang pelicin atau alat sogok untuk kepentingan tertentu.
Meeting of minds
Walaupun secara kebahasaan perbedaan antara gratifikasi dan suap tidak begitu tampak, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy atau Eddy Hiariej pernah menyampaikan bahwa perbedaan keduanya terletak pada adanya kesepakatan atau meeting of minds.
Seperti dikutip dari Tempo, 6 Agustus 2022, Eddy memberikan contoh pada kasus suap, kesepakatan tercipta antara penyuap dan yang disuap. Misalnya, seseorang akan memberikan imbalan dengan jumlah tertentu pada koleganya apabila ia mampu menaikkan jabatan orang tersebut. Peristiwa ini disebut suap apabila disepakati oleh dua belah pihak.
Sementara itu, terkait gratifikasi, Eddy menyampaikan bahwa imbalan diberikan tanpa kesepakatan terlebih dahulu. Misalnya, atasan mengangkat bawahannya menjadi sekretaris, lalu bawahan tersebut memberikan sesuatu, maka tindakan ini disebut gratifikasi.
Selanjutnya: Tidak semua gratifikasi merupakan tindakan berbahaya…
<!--more-->
Oleh karena itu, katanya, tidak semua gratifikasi merupakan tindakan berbahaya dan tergolong sebagai tindak korupsi. Sebab, merujuk Pasal 12 B Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001, kata gratifikasi bermakna netral sehingga tidak ada ungkapan atau tindakan tercela dari makna kata tersebut.
Apabila merujuk Peraturan Menteri Keuangan Nomor 7/PMK.09/2017 tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan, setidaknya terdapat dua jenis gratifikasi, yaitu gratifikasi yang wajib dilaporkan dan gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan.
Kendati demikian, Eddy tetap mewanti-wanti seluruh pegawai untuk menghindari dan menjaga diri dari tindakan gratifikasi, terlepas wajib atau tidaknya gratifikasi tersebut untuk dilaporkan. Menurutnya, jika seseorang mampu menghindari gratifikasi, maka ia juga dapat menghindari tindak suap atau kasus serupa lainnya.
Terlebih lagi, secara hukum, merujuk Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001, seseorang yang terbukti menerima gratifikasi berpotensi dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun. Selain itu, orang tersebut akan di denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Jumlah uang yang diterima Rafael
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri Ali mengatakan gratifikasi yang diduga diterima Rafael itu berupa uang. Tetapi, dia belum menjelaskan jumlah uang yang diterima Rafael. Ali mengatakan dalam penyidikan kasus ini penyidik telah melakukan penggeledahan di rumah Rafael.
“Dalam rangka mengumpulkan alat bukti, kami telah melakukan penggeledahan di salah satu tempat kediaman dari tersangka,” kata Ali pada Kamis, 30 Maret 2023 kemarin.
Ali meminta dukungan dari masyarakat yang mengetahui informasi maupun data di perkara ini untuk melaporkan ke komisi antirasuah. Penyidik, kata dia, juga akan terus mengumpulkan alat bukti untuk memperkuat konstruksi perkara di kasus ini sehingga dapat dibuktikan di persidangan.
Selanjutnya: Kasus korupsi yang menjerat Rafael bermula dari…
<!--more-->
Kasus korupsi yang menjerat Rafael bermula dari kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anaknya, Mario Dandy. Akibat kasus ini, warganet mulai ‘menguliti’ profil Mario yang dianggap kerap bergaya hidup mewah. Perhatian warganet belakangan juga mengarah kepada Rafael beserta anggota keluarga lainnya.
Dari hasil penelusuran Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Rafael diketahui memiliki harta kekayaan jumbo sebanyak Rp 56 miliar. Kecurigaan publik ini terkonfirmasi dengan adanya temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
PPATK menyatakan mendeteksi transaksi mencurigakan yang diduga dilakukan Rafael dan keluargannya sebanyak Rp 500 miliar selama beberapa tahun.
KPK lantas bergerak dengan meminta klarifikasi Rafael pada awal Maret 2023 mengenai LHKPN yang dia setorkan ke komisi antirasuah. Pada pertengahan Maret 2023, KPK menyatakan telah menetapkan status penanganan perkara ini ke tahap penyelidikan. Di tahap penyelidikan ini, Rafael dan keluarga dipanggil untuk diperiksa pada Jumat, 24 Maret 2023. Belakangan, KPK menaikkan status penanganan perkara ini ke tahap penyidikan. “Dugaan korupsinya sudah ditemukan,” kata Ali.
Seusai diperiksa oleh KPK pada 24 Maret 2023, Rafael membantah tudingan dirinya melakukan korupsi. Dia membantah bawah harta yang dia kumpulkan merupakan hasil perbuatan ilegal. Rafael mengatakan harta kekayaannya sebenarnya tidak mengalami penambahan. Jumlah harta miliknya, kata dia, membengkak lantaran peningkatan nilai jual obyek pajak.
“Saya sudah melaporkan sejak 2011, selain itu pada 2016 dan 2021 sudah diklarifikasi oleh KPK, serta tahun 2012 sudah diklarifikasi oleh Kejaksaan Agung,” kata dia.
ACHMAD HANIF IMADUDDIN | M ROSSENO AJI
Pilihan Editor: KPK Sudah Geledah Rumah Rafael Alun Trisambodo
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.