Credit Suisse di Ambang Krisis, Ekonom Sebut Perbankan Kecil dan Digital Perlu Waspada
Reporter
Amelia Rahima Sari
Editor
Grace gandhi
Senin, 20 Maret 2023 10:13 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Bank investasi asal Swiss, Credit Suisse, berada di ambang krisis. Ekonom dari Institute for Development of Economic and Finance atau Indef, M Rizal Taufikurahman, menyebut perbankan yang relatif kecil dan bank digital perlu waspada.
Rizal mengatakan sentimen market global tentu akan berimbas kepada sentimen market Indonesia, apalagi hubungan Credit Suisse di Singapura akan lebih banyak berdampak terhadap perbankan Indonesia.
"Efek sistemik bank di level global akan sangat mempengaruhi portofolio investasi Credit Suisse, terutama perbankan yang berhubungan langsung selama ini. Hanya saja di Indonesia relatif aman, terutama empat bank besar yang sudah well known," kata Rizal melalui keterangan tertulis, Senin, 20 Maret 2023.
Namun, Rizal tak menyebut empat bank besar yang dimaksud. Lebih lanjut dia mengatakan, keempat perbankan tersebut dari sisi laporan tahunan untuk rasio likuiditasnya di pinjaman terbilang sehat. Bahkan, kata dia, di laporan keuangan tahun ini semua bank besar membagi dividennya 4 sampai 5 persen.
"Tetapi perlu diwaspadai untuk perbankan yang relatif kecil, terutama aspek risiko. Termasuk bank digital," tutur Rizal.
Rizal mengungkapkan, salah satunya risikonya terkait dengan investasi middle scale, seperti investasi startup yang selama ini sedang turun.
Selanjutnya: Risiko investasi dan juga....
<!--more-->
"Risiko investasi dan juga sentimen market saja yang harus dijaga. Hal ini dikarenakan selain akibat kolapsnya Silicon Valley Bank yang bebarengan juga dengan krisis Credit Suisse, terutama dalam memberikan investasi ventura," tuturnya.
Penyebab Krisis Credit Suisse
Rizal menilai penyebab krisis Credit Suisse adalah naiknya suku bunga the Fed dalam dua tahun terakhir. Menurut Rizal, the Fed ingin menekan inflasi, namun malah berimplikasi pada bank investasi Credit Suisse hingga di ambang kebangkrutan.
"Kondisi ini membuat aksi jual besar-besaran bursa saham global," tutur Rizal.
Apalagi, kata dia, Credit Suisse termasuk lembaga keuangan yang kerap melakukan kesalahan. Dia mencontohkan kasus pada Desember 2009 di mana bank tersebut didenda Rp 8,3 triliun karena melanggar sanksi Amerika Serikat terhadap sejumlah negara, yaitu Iran, Libya, dan Sudan.
Lebih lanjut, Rizal mengatakan Bank UBS yang merupakan bank asal Swiss dan bank privat terbesar di dunia akan membeli Credit Suisse seharga Rp 15 triliun.
Pilihan Editor: Teten Mengaku Sudah Minta Market Place Tutup Akses Impor 13 Produk Pakaian Sejak 2021
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini