TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia atau Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, inflasi di Indonesia masih terkendali dan mendukung stabilitas perekonomian. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Februari 2023, kata Perry, tercatat sebesar 5,47 persen year on year (YoY).
“Sedikit meningkat dibandingkan dengan inflasi IHK bulan sebelumnya sebesar 5,28 persen (YoY) akibat naiknya inflasi volatile food sebesar 7,62 persen (YoY),” ujar dia dalam konferensi pers virtual pada Kamis, 16 Maret 2023.
Perry Warjiyo melanjutkan, inflasi inti terus melambat menjadi 3,09 persen (YoY). Hal itu dipengaruhi ekspektasi inflasi yang menurun, tekanan imported inflation yang terkendali, dan pasokan agregat yang memadai dalam merespons kenaikan permintaan.
Terkendalinya inflasi, menurut Perry Warjiyo, sebagai hasil dari respons kebijakan moneter BI. Serta eratnya sinergi pengendalian inflasi antara BI dengan pemerintah pusat dan daerah dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) melalui program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.
“Dengan perkembangan tersebut, BI meyakini inflasi inti akan tetap terkendali dalam kisaran 3 plus minus 1 persen pada semester I 2023. Inflasi IHK kembali ke dalam sasaran 3 plus minus 1 persen mulai September 2023 setelah berakhirnya base effect penyesuaian harga BBM bersubsidi tahun lalu,” tutur Perry Warjiyo.
Perry Warjiyo menambahkan bahwa BI akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah dalam pengendalian inflasi. “Termasuk menyambut periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN),” ucap dia.
Dia juga menyakini bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap kuat. “Didorong oleh peningkatan permintaan domestik dan ekspor,” kata Perry Warjiyo.
Konsumsi rumah tangga, menurut dia, diperkirakan makin kuat sejalan dengan peningkatan mobilitas di seluruh wilayah, penjualan eceran, dan membaiknya keyakinan konsumen. Investasi juga solid, ditopang penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN) dan peningkatan aliran masuk Penanaman Modal Asing (PMA).
Adapun prospek permintaan domestik yang meningkat, menurut Perry, juga dipengaruhi dampak lanjutan perbaikan ekspor. Ekspor barang dan jasa diperkirakan lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya seiring perbaikan prospek ekonomi global.
“Perkembangan hingga Februari 2023 menunjukkan ekspor non-migas Indonesia tumbuh tinggi, termasuk dari peningkatan ekspor batu bara, bijih logam, dan CPO (crude palm oil atau minyak kelapa sawit) ke Cina,” tutur Perry Warjiyo.
Pilihan Editor: Hartadinata Abadi Ekspor Perdana Perhiasan Emas ke India
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini