Ekonom Indef Beberkan Penyebab Silicon Valley Bank di Amerika Kolaps

Kamis, 16 Maret 2023 13:37 WIB

Sejumlah nasabah antre di depan kantor cabang Silicon Valley Bank, di Wellesley, Massachusetts, AS, 13 Maret 2023. Silicon Valley Bank (SVB) kolaps pada Jumat (10/3) usai bank tersebut bangkrut dan mengalami krisis modal. REUTERS/Brian Snyder

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto membeberkan salah satu penyebab Silicon Valley Bank (SVB) Amerika Serikat bangkrut. Dia menyebutkan penyebab utama kolapsnya bank tersebut karena kenaikan suku bunga yang dilakukan secara agresif belakangan ini oleh bank sentral Amerika, The Federal Reserve (The Fed).

“Jadi kolapsnya ini memang (karena) pada akhirnya kita harus mengatakan bahwa ketika agresivitas bunga acuan dari The Fed itu sedemikian tinggi begitu,” ujar Eko dalam diskusi virtual bertajuk 'SVB Kolaps, Ekonomi Indonesia Perlu Cemas?' pada Kamis, 16 Maret 2023.

Bahkan, Eko melanjutkan, suku bunga acuan sempat naik hingga 4,75 persen tertinggi sejak 4 dekade atau 40 tahun terakhir. Sehingga, kemudian muncul istilah benturan yang pada akhirnya ada sektor keuangan yang kesulitan untuk melakukan adaptasi. Karena perkembangan situasi yang sangat cepat dari kebijakan moneter.

Menurut dia, kebijakan moneter itu sebelumnya relatif predictable, berada di zona bunga rendah, tapi kemudian ketika naik, itu juga sangat cepat. Hal yang melatarbelakanginya adalah tekanan inflasi yang mencapai pada titik 9 persen, luar biasa tinggi dibandingkan dua dekade sebelumnya.

“Sehingga yang dilakukan kemudian kalau kita tahu teori dasar inflasi ya kalau tinggi tentu daya beli akan turun dan terjadi persoalan ekonomi hingga pada resensi atau bahkan krisis,” tutur Eko. “Untuk mencegah itu kemudian The Fed itu melakukan kebijakan normalisasi. Yaitu dengan menaikkan suku bunga itu.”

Advertising
Advertising

Hal itu berdampak pada bangkrutnya SVB pekan lalu, kemudian disusul dengan penutupan di bank lain, Signature Bank. Jadi, Eko berujar, implikasinya meluas. Ini adalah gambaran bahwa kebijakan moneter yang ketika sangat agresif dan respon dari para pelakunya khususnya perbankan tidak semua adaptive.

“Kenapa tidak adaptif? Karena SVB ini sebagian besar ya deposannya itu adalah dari startup-startup. Yang kebanyakan dari tech company,” tutur dia.

Selanjutnya: Ditambah lagi, saat ini sedang terjadi...

<!--more-->

Ditambah lagi, saat ini sedang terjadi pelemahan ekonomi global. Bahkan upaya untuk startup berekspansi lewat IPO pun menjadi sulit dilakukan. Akhirnya, para startup itu berusaha mempertahankan diri karena harus membayar pegawai dan lain-lainnya.

Ada overhead cost yang harus dikeluarkan sejumlah startup. “Sehingga ada juga dari mereka yang kemudian mengandalkan simpanannya di bank, kira-kira begitu,” kata dia.

Masalahnya, Eko menambahkan, SVB ini menyimpan sebagian besar aset yang dimiliki, dana pihak ketiga bank atau DPK itu berupa surat utang pemerintah ya. Meskipun seolah-olah jika aset disimpan di surat utang pemerintah terkesan aman, tapi bila ada yang menjual surat utang pada saat harga atau suku bunga itu sedang tinggi, harga obligasi menjadi murah.

“Kira-kira begitu ya secara umum. Karena apa? Karena masyarakat lebih senang nabung daripada membeli obligasi pemerintah begitu. Sehingga kalau (obligasi) mau dijual, harganya pasti jatuh dan itu yang terjadi,” ucap Eko.

Nah untuk menyediakan dana yang ditarik oleh para deposan itu, yang terjadi adalah mismatch—situasi bank kekurangan dana karena banyaknya yang ditarik. Ditambah lagi, kata Eko, bank digital itu jika ingin menarik dana, tidak ada batasannya, seperti bank konvensional yang sehari hanya bisa mengambil Rp 100 juta misalnya.

“Ini mungkin batasannya sangat besar sekali, unlimited mungkin. Sepanjang kita punya duit berapa mungkin bisa ditarik semua. Kira-kira gambarannya kayak begitu, itu yang membuat kemudian situasinya (di Silicon Valley Bank) memburuk,” ujar Eko.

Pilihan Editor: Silicon Valley Bank Kolaps, Sandiaga Uno Minta Startup Waspada dalam Siapkan Strategi Permodalan

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Berita terkait

Startup Asal Bandung Produksi Material Fashion Berbahan Jamur, Tembus Pasar Singapura dan Jepang

10 jam lalu

Startup Asal Bandung Produksi Material Fashion Berbahan Jamur, Tembus Pasar Singapura dan Jepang

Startup MYCL memproduksi biomaterial berbahan jamur ramah lingkungan yang sudah menembus pasar Singapura dan Jepang.

Baca Selengkapnya

Otorita Bakal Bangun Nusantara Knowledge di IKN

14 jam lalu

Otorita Bakal Bangun Nusantara Knowledge di IKN

Otorita IKN mencanangkan pembangunan pusat riset dan kampus startup bernama Nusantara Knowledge Hub atau K-Hub.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

2 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

2 hari lalu

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

Analis Ibrahim Assuaibi, memperkirakan rupiah hari ini fluktuatif dan akan ditutup menguat pada rentang Rp 16.150 sampai Rp 16.220 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

3 hari lalu

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya

Tingginya Suku Bunga the Fed dan Geopolitik Timur Tengah, Biang Pelemahan Rupiah

4 hari lalu

Tingginya Suku Bunga the Fed dan Geopolitik Timur Tengah, Biang Pelemahan Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut pelemahan rupiah dipengaruhi oleh arah kebijakan moneter AS yang masih mempertahankan suku bunga tinggi.

Baca Selengkapnya

Gubernur BI Prediksi Suku Bunga The Fed Turun per Desember 2024: Bisa Mundur ke 2025

4 hari lalu

Gubernur BI Prediksi Suku Bunga The Fed Turun per Desember 2024: Bisa Mundur ke 2025

Gubernur Bank Indonesia atau BI Perry Warjiyo membeberkan asumsi arah penurunan suku bunga acuan The Fed atau Fed Fund Rate (FFR).

Baca Selengkapnya

Kelola Limbah, Startup asal Bandung dan Bekasi Mendapat Dana di Philanthropy Asia Summit

5 hari lalu

Kelola Limbah, Startup asal Bandung dan Bekasi Mendapat Dana di Philanthropy Asia Summit

Dua startup asal Indonesia, MYCL dan Sampangan, mendapat pendanaan dari Philanthropy Asia Summit 2024 karena sukses mengelola limbah.

Baca Selengkapnya

Malaysia Luncurkan Peta Jalan Menuju Ekosistem Startup Terbaik pada KTT KL20, Gelontorkan Miliaran Dolar

5 hari lalu

Malaysia Luncurkan Peta Jalan Menuju Ekosistem Startup Terbaik pada KTT KL20, Gelontorkan Miliaran Dolar

Lebih dari 25 investor dan perusahaan besar berkomitmen untuk menggelontorkan miliaran dolar ke dalam ekosistem startup Malaysia.

Baca Selengkapnya

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

6 hari lalu

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

Meski tidak bersinggungan secara langsung dengan komoditas pangan Indonesia, namun konflik Iran-Israel bisa menggoncang logistik dunia.

Baca Selengkapnya