HUT Garuda Indonesia, Begini Terbang Tinggi dan Rendah Sang Maskapai Pelat Merah
Reporter
Rindi Ariska
Editor
Dwi Arjanto
Kamis, 26 Januari 2023 21:28 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Hari ini 26 Januari adalah HUT Garuda Indonesia. Maskapai pelat merah Garuda Indonesia sempat berada di ujung tanduk. Bagaimana pasang surut alias terbang tinggi dan rendah maskapai tersebut?
Mengutip dari laman resmi Garuda Indonesia, hingga saat ini Garuda Indonesia melayani lebih dari 60 destinasi di seluruh dunia dan berbagai lokasi eksotis di Indonesia. Garuda Indonesia Group mengoperasikan 210 armada pesawat sebagai jumlah keseluruhan dengan rata-rata usia armada dibawah lima tahun. Adapun Garuda Indonesia sebagai mainbrand saat ini mengoperasikan sebanyak 142 pesawat, sedangkan Citilink mengoperasikan sebanyak 68 armada.
Baca : Simak Kilas Balik 26 Januari Sebagai HUT Garuda Indonesia
Melalui berbagai upaya pengembangan perusahaan, sepanjang tahun 2020 Garuda Indonesia telah berhasil mendapatkan pengakuan dari berbagai pihak diantaranya adalah Garuda Indonesia meraih peringkat 5-Star On Time Perfomance Rating 2020 dari OAG Flightview yang merupakan Lembaga pemeringkatan On Time Perfomance Independent yang berkedudukan di Inggris.
Selain itu, Garuda Indonesia juga meraih “The Best Airline in Indonesia” selama 4 tahun berturut-turut sejak 2017-2020; “Major Airlines-Traveler’s Choice Major Airline Asia” selama 3 tahun berturut-turut sejak 2018-2020 dari TripAdvisor 2020 Traveler’s Choice Airlines Awards, serta berhasil dinobatkan menjadi salah satu maskapai dengan penerapan protokol kesehatan terbaik di dunia versi “Safe Travel Barometer”.
Terbang Tinggi dan Rendah Garuda Indonesia
Maskapai pelat merah, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) akhirnya lolos dari ancaman kebangkrutan setelah mendapat restu dari para kreditur, melalui pengesahan proposal perdamaian dalam proses penundaan pembayaran kewajiban utang (PKPU) perseroan.
Perjalanan Garuda berjuang untuk dapat terbang kembali bukanlah perkara mudah. Lilitan utang yang mencekik keuangan perusahaan harus dihadapi dengan bijak. Total utang Garuda Indonesia yang tercatat dan diakui Tim Pengurus PKPU mencapai Rp 142 triliun.
Melansir dari djkn.kemenkeu.go.id, kondisi keuangan Garuda Indonesia memang dalam kondisi yang tidak baik. Pada semester I 2021 perusahaan mencatat kerugian bersih senilai US$ 898,65 juta atau dalam rupiah mencapai Rp 12,85 triliun. Catatan kerugian tersebut bahkan naik sejak triwulan I tahun 2021 senilai US$ 384,35 juta atau dalam rupiah sebesar Rp 5,57 triliun.
Masalah utama gugatan-gugatan terhadap Garuda disebabkan belitan utang...
<!--more-->
Masalah utama gugatan-gugatan terhadap Garuda adalah disebabkan karena utangnya yang makin membengkak sampai dengan Rp 70 triliun. Sebagian besar utang tersebut merupakan utang yang berasal dari beban sewa pesawat (leasing) yang pada tahun-tahun sebelumnya disajikan secara tidak tepat dalam laporan keuangannya.
Utang sewa pesawat tersebut sebagian besar disebabkan kesalahan manajemen yang dilakukan selama bertahun-tahun. Melansir pernyataan Kementerian BUMN, mis-manajemen yang terjadi antara lain berupa kesepakatan penyewaan pesawat dengan nilai yang berada di atas rata-rata pasar.
Permasalahan lain dalam manajeman Garuda adalah permasalahan klasik berupa pengoperasian rute-rute yang tidak menguntungkan, bahkan cenderung memberikan kerugian. Adanya Covid-19 pada awal tahun 2020 memperburuk keuangan perusahaan. Pendapatan Garuda semakin menurun sebagai akibat sepinya penumpang menyusul adanya pembatasan pergerakan masyarakat baik secara domestik, maupun antar negara. Data jumlah penumpang Garuda pada tahun 2020 terlihat anjlok menjadi 10,8 juta, atau hanya kurang dari sepertiga jumlah penumpang pada tahun 2019.
Per 14 Juni 2022, Garuda tercatat memiliki utang Rp142 triliun. Utang itu terlihat dari keterangan yang diunggah dalam situ PKPU Garuda. Dalam unggahan itu, mereka merinci utang terdiri dari Daftar Piutang Tetap (DPT) perusahaan lessor sebanyak Rp 104,37 triliun, DPT perusahaan non lessor sebesar Rp 34,09 triliun, dan DPT preferen sebesar Rp 3,95 triliun.
Lolos dari Pailit
Irfan selaku Direktur Utama Garuda Indonesia mengaku kewalahan dalam mengurus penyelesaian utang ini. Pasalnya, proses restrukturisasi yang dilakukan untuk menyelesaikan utang-utang tersebut termasuk proses pengajuan perdamaian dalam PKPU yang tengah berlangsung sangat kompleks.
Namun akhirnya pada 17 Juni 2022, PT Garuda Indonesia (Persero) lolos dari jeratan pailit setelah Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menerima dan menyatakan perjanjian penyelesaian utang yang sudah disetujui kreditur.
RINDI ARISKA
Baca juga : Sambut HUT ke 74, Garuda Indonesia Tebar Diskon Harga Tiket hingga 74 Persen
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.