Ruang Kolaborasi Berwujud Kafe di Tepi Ibu Kota

Sabtu, 31 Desember 2022 20:00 WIB

Studio rekaman tempat Ivan Gojaya memproduksi musik di Roemah Iponk, Karawaci, Tangerang, 13 Desember 2022. TEMPO/Vania Novie Andini

TEMPO.CO, Jakarta - Papan hitam bertuliskan Roemah Iponk terpajang mencolok di deretan rumah toko sepanjang kawasan Little Asia, Jalan Permata Sari Utara, Kabupaten Tangerang. Bangunan kafe tiga lantai yang berhimpitan dengan ruko lain itu milik Ivan Gojaya. Namanya tak asing lagi di industri musik. Dia produser sekaligus komposer film.

Di bangunan itu, Ivan menyulap ruangan demi ruangan menjadi kafe dengan suasana rumahan sekaligus ruang dengar dan ruang bermusik. Kafenya adalah tempat berkumpul seniman—atau siapa pun yang menggemari musik.

Nama Roemah Iponk diambil dari sapaan karibnya. Iponk, panggilan Ivan, menata bagian depan kafenya dengan beberapa pot tanaman hijau serta sangkar burung yang menggantung tepat di samping pintu masuk. Pemandangan ini bak teras rumah.

Sesuai dengan julukannya, Roemah Iponk menjadi tempat bagi Ipoenk menjalankan bisnis dan pekerjaannya sekaligus. Di lantai satu, kedai kopi itu menjadi titik kumpul para tamu untuk bercengkerama. Beberapa pigura melekat pada dinding dengan ornamen batu bata. Pencahayaan berwarna kuning memberi kesan hangat dan nyaman.

Sementara itu, lantai dua dipakai sebagai studio rekaman sekaligus tempat Ipoenk bekerja. Ruangan kedap suara yang bersisihan dengan control room tersebut juga memiliki konsep senada dengan lantai satu. Persis di antara sekat yang membagi ruangan, sejumlah bingkai foto mengabadikan momen Iponk dan Agustin Oendari (istrinya) berpose Bersama nama musikus-musikus. Di ruang inilah Iponk bersama Istrinya, yang juga seorang musikus, bercerita tentang perjalanan mereka dalam mengembangkan Roemah Iponk.

Advertising
Advertising

Sebelum menempati ruko tersebut, Iponk mengaku sempat menjadikan garasi rumah miliknya sebagai studio band pada 2009. Dia, yang saat itu mengambil kuliah jurusan sound design, mulai mengeksplorasi keterampilannya di sana dengan alat musik bekas hingga akhirnya bisa membuka servis rekaman.

“Waktu itu tempatnya belum disini, sebetulnya di garasi rumah. Kita kumpulin alat-alat musik second dari Kaskus yang murah-murah, akhirnya terbentuklah Roemah Iponk Studio,” katanya.

<!--more-->

Nama Roemah Iponk, kata dia, tercetus dari kawan-kawan yang sering memakai jasa rekamannya. Sehingga, sebutan itu terus diingat. “Karena studio belum ada namanya, kalau temen ditanya ‘rekaman di mana lu?’, jawabnya ‘rekaman di rumah Iponk’,” tuturnya.

Namun berselang dua tahun, Iponk memutuskan pindah ke sebuah ruko yang sekarang ia tempati. Semula, ia hanya berfokus membuka studio rekaman. Namun, lokasinya yang tak jauh dari sebuah perguruan tinggi swasta membuat Roemah Iponk menjadi tempat singgah bagi mahasiswa jurusan musik untuk membuat tugas. Walhasil, ia menyulap bangunan itu menjadi sebuah tempat kongkow.

Potret musikus Indonesia yang dipajang dalam pigura di studio rekaman Roemah Iponk, Karawaci, Tangerang, 13 Desember 2022. TEMPO/Vania Novie Andini

Kedai kopi yang kini menjadi bagian dari Roemah Iponk tidak ia rencanakan matang sejak awal. Perkembangannya pun perlahan. Alasan ia mendirikan kafe tak lain karena kebutuhan.

Lantaran sudah terjun lama di musik, Iponk menganggap kopi adalah suatu kebutuhan bagi para pekerja kreatif. “Kalau di industri kreatif, ternyata peran kopi itu cukup penting termasuk buat saya juga, jadi akhirnya yaudah kenapa gak sekalian aja buka kafe sederhana di bawah,” katanya.

Selain menawarkan berbagai jenis minuman dan makanan, Iponk meletakkan piano dan beberapa alat musik lain di sudut kedai yang kini menjadi semacam panggung untuk para musikus tampil. Tepatnya pada 2019, Iponk mulai mengadakan live session bertajuk Sesi Roemahan untuk musikus baru.

Namun, program tersebut sempat terhenti karena pandemi. Kemudian pada 2022, ketika situasi ia rasa cukup aman, Iponk bersama Istrinya mulai mengembangkan kembali program tersebut sampai akhirnya muncul ide-ide lain. Bahkan, pada tahun ini mereka secara khusus memberikan ruang tersebut secara gratis untuk musikus yang ingin membuat showcase atau live music.

“Awalnya ada musisi yang kita bantu supaya orang bisa aware sama karya-karyanya dan musical performancenya, karena musisi baru juga butuh exposure, jam terbang. Setelah itu, jadi bergulir terus, ada program lain,” kata Iponk.

<!--more-->

Selain Sesi Roemahan, beberapa program musik, seperti Jazz Roemahan, 865 Live Show, hingga House Party digelar demi memfasilitasi para musikus berkarya. Setiap program memiliki genre dan peminatnya masing-masing.

Adapun Sesi Roemahan terbuka untuk semua genre dan ditujukan bagi musikus baru. Berbeda dengan panggung Jazz Roemahan yang dikhususkan bagi genre musik Jazz dan House Party untuk jenis musik elektronik. Sedangkan 865 Live Show umumnya difokuskan bagi musikus yang sudah memiliki banyak katalog untuk dibuatkan live album.

Koleksi buku dan alat musik di sudut kedai kopi Roemah Iponk, Karawaci, Tangerang, 13 Desember 2022. TEMPO/Vania Novie Andini

“Kita ngasih ruang bebas buat mereka, karena di tempat lain ada batasan. Dan kita amaze karena jadi nambah referensi, bisa kenal lebih banyak musisi, denger lebih banyak jenis musik,” tutur Agustin.

Sejak kedai kopi itu berdiri, Roemah Iponk menjadi semakin. Fungsi kedainya multiguna. Kedai yang terletak di lantai satu bahkan sudah terhubung ke studio rekaman di lantai dua agar bisa membuat live record.

Iponk menuturkan target pasarnya yang semula hanya musikus, kini mulai berkembang dan menjangkau segmen lain. Misalnya, produser musik, record labels, manajemen artis, sampai pengunjung umum yang hanya datang untuk sekadar minum kopi. Menurutnya, kehidupan berkumpul dapat membantu karir para musikus dan mengoptimalkan ruang yang ada agar menghidupkan ekosistem. “Saya pikir kalau komunitas kreatif ini semuanya saling berkumpul, akhirnya banyak musikus yang kerja bareng karna ketemunya di sini,” ucap Iponk.

Beberapa bulan lalu, Roemah Iponk bekerja sama dengan Earhouse Songwriting Club milik musikus Endah N Rhesa untuk menggelar kegiatan kolektif songwriting. Dalam kesempatan tersebut, sebanyak 21 orang penulis lagu berkolaborasi membuat lirik. Mereka berbarengan membidani sebuah lagu.

“Jadi waktu itu lagunya spontan dibikin sama yang dateng, udah gitu direkam hari itu juga dan dirilis di digital platform,” kata Agustin.

Selain saling bertemu dan bersinergi di dalam komunitas, Agustin berharap kehadiran Roemah Iponk membuat ekosistem di industri musik jadi lebih berkembang dan bisa menghubungkan pekerja kreatif. Menurutnya, keberadaan kedai kopi di Roemah Iponk merupakan salah satu media untuk mewujudkan hal tersebut karena ruang itu menjadi tempat umum bagi siapapun dan dapat menjangkau orang-orang dari berbagai latar belakang.

“Kita melihat tempat ini sebagai tempat dimana kita saling berbagi ruang untuk berkembang sebagai pekerja kreatif gitu, dan network juga,” ujarnya.

<!--more-->

Berjarak puluhan kilometer dari Roemah Iponk, sebuah kedai kopi di daerah Rawamangun memiliki konsep serupa. Berawal dari keinginan untuk bisa punya tempat berkumpul dan berkarya, Irsyad Ridho, seorang dosen Fakultas Bahasa dan Seni di salah satu perguruan tinggi negeri, mendirikan sebuah kedai kopi bernama Atelir Ceremai. Tak sendiri, ia menjadi pendiri kafe bersama dua orang kawannya dari bidang serupa, Ghozi dan Jimbe.

Sejatinya, Irsyad enggan melabeli Atelir Ceremai sebagai kedai kopi. Ia lebih suka menyebutnya kedai kolektif tempat para seniman bekerja. Selaras dengan namanya, Atelir berarti studio tempat kerja para seniman. Sedangkan Ceremai diambil dari sebuah tempat di Rawamangun yang memiliki sejarah dan diingat oleh warga setempat.

“Di Sunan Giri ada pasar tempat orang Rawamangun ketemu, lalu dulu ada Bioskop Ceremai di dekat sana sehingga orang-orang menyebut Pasar Sunan Giri itu Pasar Ceremai. Kemudian XXI muncul, tahun 90-an akhir tutup dan bangkrut, ingatan itu lah yang kemudian kita pakai,” kata Irsyad.

Koleksi buku di Atelir Ceremai, Rawamangun, Jakarta, 14 Desember 2022. TEMPO/Vania Novie Andini

Kedai tersebut mereka dirikan sejak 2019, terinspirasi oleh banyak tempat yang menawarkan fungsi beragam. Irsyad membangun Atelir tidak hanya sebagai kedai kopi biasa. Namun juga ruang eksplorasi bagi para pekerja seni. Berbeda dengan Roemah Iponk, Atelir memberi ruang bagi pekerja kreatif dari lima bidang kesenian, seperti sastra, teater, musik, film, dan rupa.

Ketika Tempo berkunjung, coretan mural dengan cat warna-warni memenuhi seluruh ruangan. Ini seakan menjadi identitas bagi tempat tersebut. Rak-rak buku yang juga menyatu dengan meja bar seperti menyambut tamu yang datang dengan berbagai koleksi bacaan, mulai buku sastra, novel, majalah, sampai pengetahuan.

Irsyad sengaja menyediakan fasilitas tersebut. Sebab, selain pekerja seni, pengunjung yang datang kebanyakan mahasiswa dari perguruan tinggi yang tak jauh dari lokasi kedai.

“Saya lihat ada beberapa tempat yang terpisah, kafe sendiri, toko buku sendiri, studio seniman sendiri. Tapi mereka biasanya ketemu lagi di kafe untuk membicarakan idenya, nah dari situ saya berpikir kenapa gak bikin satu tempat yang bisa memadukan itu semua,” tutur Irsyad.

Ia bercerita, tempat itu ia bangun berangkat dari kegelisahan mahasiswanya yang merasa belum memiliki ruang bebas untuk berdiskusi karya. Lantaran merasa butuh ruang tersebut, Irsyad pun mengajak Ghozi dan Jimbe untuk mendirikan tempat. Ia sudah merencanakan tempat itu sejak lama. Mereka ingin agar komunitas seni kampus, khususnya di sekitar Rawamangun, saling bersinergi.

“Tujuan kita sebenarnya memberi ruang pada teman-teman yang sudah mengembangkan komunitas di Rawamangun untuk bisa berkumpul bareng dan membuat project,” ujar Irsyad.

<!--more-->

Ada yang unik di Atelir bila dibandingkan dengan kedai lainnya. Barista di kafe ini biasa disebut sebagai ladenis. Sebutan ini muncul karena tugas utamanya ialah meladeni pelanggan di kedai. Namun, selain melayani pengunjung, Irsyad mengungkap para ladenis harus memahami dunia kolektif karena perlu berbaur dan melayani komunitas yang datang.

“Ladenis di Atelir lebih dari sekedar membuat kopi, tapi dia akan dituntut untuk mengerti kehidupan kolektif dan para seniman,” katanya.

Atelir juga membuat program kolektif sesuai dengan lima bidang kesenian agar komunitasnya tetap hidup. Dari program ini, Irsyad berharap kian banyak komunitas yang bertemu dan berkolaborasi untuk membuat karya. Sama halnya dengan Roemah Iponk, kehidupan berkumpul di Atelir pun menjadi penghubung bagi pekerja seni untuk terus berkembang.

“Karena Atelir tidak cukup luas makanya berfungsi hanya sebagai pemancing, menjadi ruang untuk orang bertemu dan Saling berbagi ide. Kemudian kalau mau pentas yang lebih besar bisa pentas di tempat lain yang sebenarnya mungkin sudah terhubung karena proses yang ada di Atelir,” kata Irsyad.

Interior kafe berupa mural dan lukisan dinding di Atelir Ceremai, Rawamangun, Jakarta, 14 Desember 2022. TEMPO/Vania Novie Andini

Sementara itu, ekosistem yang terus bergulir ia anggap sebagai tantangan baru bagi Atelir. Untuk mendukung aktivitas komunitas yang selalu hidup, Atelir membuat sebuah kelembagaan berbentuk Yayasan. Tujuannya agar bisa memfasilitasi komunitas secara resmi. Ia menilai, selama ini, komunitas seni melakukan segala hal secara mandiri. Padahal, kata dia, ada kelompok lain yang mendukung mereka dari sisi manajerial agar para pekerja seni bisa fokus pada karyanya.

“Seniman bekerja, memikirkan idenya, dan berlatih. Mereka gak perlu memikirkan ini nanti duitnya darimana, tempat pentasnya dimana, penontonnya gimana,” katanya.

Irsyad berharap Atelir membangun sistem pendukung bagi pekerja seni sehingga siapa pun komunitas seni yang akan pentas bisa langsung difasilitasi. “Karena seniman tidak bisa kerja sendirian, dia harus bisa berkolaborasi dengan seniman yang lain,” ucapnya.

<!--more-->

Meski dikembangkan untuk pekerja seni dan kreatif, baik Atelir Ceremai maupun Roemah Iponk, keduanya sangat terbuka bagi orang-orang yang ingin mampir hanya untuk sekadar minum kopi. Pengunjung umum dapat merasakan pengalaman baru ketika mengunjungi kedua kedai tersebut dengan menikmati berbagai fasilitas yang tersedia.

The ambience is good and I love that. Menurutku jarang banget ada tempat ngopi yang jadi satu sama studio musik dan konsep coffee house, ini menarik banget sih. Jadi bakal nyaman di sini karena ini mengusung konsep rumahan gitu jadi enjoy nongkrongnya,” tutur Nugroho, salah satu pengunjung Roemah Iponk.

Selain Nugroho, Renita yang sempat mendatangi Atelir Ceremai membagikan pengalamannya di tempat tersebut. Menurutnya, Atelir adalah wadah bagi mereka yang ingin berkarya dengan menyenangkan. Sekaligus, titik temu bagi pekerja kreatif yang memiliki harapan.

“Tempat ini ngumpulin orang-orang yang punya harapan. Saya rasa itu yang ditawarkan Atelir, keterbukaan orang-orang di dalamnya,” katanya.

VANIA NOVIE ANDINI

Baca juga: Kafe ala Jepang Ini Tawarkan Pengalaman Bersantap Serasa Jadi Lord dan Lady

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Berita terkait

Fakta-Fakta Sidang SYL: Duit Kementerian Dipakai Buat Sunatan, Bangun Kafe, hingga Cicil Alphard

20 jam lalu

Fakta-Fakta Sidang SYL: Duit Kementerian Dipakai Buat Sunatan, Bangun Kafe, hingga Cicil Alphard

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo alias SYL acapkali menggunakan uang Kementan untuk keperluan pribadi.

Baca Selengkapnya

Uang Korupsi Syahrul Yasin Limpo Mengalir ke Mana? Antara lain Biaya Khitan, Buat Kafe, dan Skincare untuk Cucunya

1 hari lalu

Uang Korupsi Syahrul Yasin Limpo Mengalir ke Mana? Antara lain Biaya Khitan, Buat Kafe, dan Skincare untuk Cucunya

Penggunaan uang korupsi Syahrul Yasin Limpo (SYL) terungkap di pengadilan. Mayoritas digunakan untuk kepentingan keluarga. Apa saja?

Baca Selengkapnya

44 Tahun Duta Sheila on 7 Kelahiran Kentucky AS, Mau Tau Motto Hidupnya?

1 hari lalu

44 Tahun Duta Sheila on 7 Kelahiran Kentucky AS, Mau Tau Motto Hidupnya?

Duta Sheila on 7 hari berusia 44 tahun tetap menunjukkan eksistensinya dalam berkiprah di industri musik Tanah Air. Ini profilnya.

Baca Selengkapnya

Ancaman Bom, Lebih dari 50 Sekolah di Ibu Kota India Dievakuasi

1 hari lalu

Ancaman Bom, Lebih dari 50 Sekolah di Ibu Kota India Dievakuasi

Puluhan sekolah di wilayah ibu kota negara India dievakuasi pada Rabu 1 Mei 2024 setelah menerima ancaman bom melalui email

Baca Selengkapnya

Diperingati Setiap 30 April, Begini Sejarah Lahirnya Musik Jazz

2 hari lalu

Diperingati Setiap 30 April, Begini Sejarah Lahirnya Musik Jazz

Tanggal 30 April diperingati sebagai Hari Jazz Sedunia. Bagaimana kisah musik Jazz sebagai perlawanan?

Baca Selengkapnya

Uang Kementan untuk Keluarga Syahrul Yasin Limpo: dari Tagihan Parfum, Skincare, Kafe, hingga Sunatan

3 hari lalu

Uang Kementan untuk Keluarga Syahrul Yasin Limpo: dari Tagihan Parfum, Skincare, Kafe, hingga Sunatan

Dalam sidang terungkap bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo alias SYL acapkali menggunakan uang Kementan untuk keperluan pribadi.

Baca Selengkapnya

Mengenang Penyair Joko Pinurbo dan Karya-karyanya

4 hari lalu

Mengenang Penyair Joko Pinurbo dan Karya-karyanya

Penyair Joko Pinurboatau Jokpin identik dengan sajak yang berbalut humor dan satir, kumpulan sajak yang identik dengan dirinya berjudul Celana.

Baca Selengkapnya

Berpulang Sehari sebelum Hari Puisi Nasional, Berikut Perjalanan Kepenyairan Joko Pinurbo

4 hari lalu

Berpulang Sehari sebelum Hari Puisi Nasional, Berikut Perjalanan Kepenyairan Joko Pinurbo

Nama Joko Pinurbo mulai dikenal luas saat menerbitkan buku antologi puisi Celana pada 1999.

Baca Selengkapnya

Maraknya Film Horor Tidak Meneror Pembaca Sastra Horor

5 hari lalu

Maraknya Film Horor Tidak Meneror Pembaca Sastra Horor

Mengapa kenaikan jumlah peminat film horor tak sejalan dengan jumlah pembaca sastra horor?

Baca Selengkapnya

Joko Pinurbo Meninggal Dunia, Penulis Berduka Lewat Media Sosial

5 hari lalu

Joko Pinurbo Meninggal Dunia, Penulis Berduka Lewat Media Sosial

Sahabat dan juga teman dekat Joko Pinurbo dari kalangan sastrawan mengungkapkan duka mendalam melalui media sosial X, Sabtu, 27 April 2024.

Baca Selengkapnya