Bank Dunia Sebut Impor Kerek Harga Beras RI jadi Termahal di Asia Tenggara, Respons Mentan?
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 21 Desember 2022 09:40 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo buka suara soal laporan Bank Dunia yang menyebutkan harga beras di Indonesia termahal di Asia Tenggara.
Salah satu yang dinilai Bank Dunia menjadi penyebab tingginya harga beras adalah kebijakan pembatasan perdagangan seperti tarif impor, monopoli impor BUMN untuk komoditas utama, serta kebijakan harga pembelian minimum di tingkat petani.
Baca: Harga Beras Naik, Mentan: Sekali-kali Lah Kasih Rakyat Uang
Meski enggan menanggapi soal impor, Syahrul menekankan dari sisi produksi, jumlah beras hasil panen petani justru sangat melimpah. "Saat ini luas lahan panen kita di atas 10 juta hektare. Dan produksinya sangat maksimal,” kata Syahrul melalui keterangannya pada Selasa, 20 Desember 2022.
Harga beras naik karena belum ada panen
Dia berujar saat ini memang harga beras sedang naik lantaran petani sedang tidak panen. Sementara stok beras di masyarakat, menurut dia, masih mencukupi yakni sebanyak 60 persen dari total pasokan beras yang ada di dalam negeri. "Penyimpanan yang dilakukan oleh rakyat jelas telah dilakukan,” ucapnya.
Syahrul kembali merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menunjukan produksi beras nasional. Menurut dia, data BPS telah menggambarkan produksi beras nasional masih mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Pada 2022, BPS mencatat total stok beras hasil produksi petani mencapai 32,07 juta ton. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebanyak 718,03 ribu ton atau 2,29 persen dibandingkan produksi beras pada 2021 dengan capaian 31,36 juta ton.
Syahrul juga memastikan harga beras kita tidak pernah di atas harga eceran tertinggi atau HET, yaitu Rp 12.500. Syahrul justru menilai harga beras di Indonesia adalah yang kedua terendah se-ASEAN.
Sementara Bank Dunia atau World Bank mencatat harga eceran beras di Indonesia paling tinggi jika dibandingkan dengan harga beras di negara-negara ASEAN lainnya. Data itu ditunjukan dalam Laporan Bank Dunia Indonesia Economic Prospect (IEP) December 2022 tentang risiko yang penting untuk dikelola terkait lonjakan harga pangan di Indonesia.
Selanjutnya: Bank Dunia pun menilai Indonesia masih...
<!--more-->
Bank Dunia pun menilai Indonesia masih menghadapi tantangan terkait keterjangkauan pangan dan kecukupan gizi.
Bank Dunia soal harga bahan pokok di RI
Menurut Bank Dunia, masyarakat Indonesia membayar harga bahan pokok lebih tinggi, khususnya beras dibandingkan negara-negara di ASEAN. Sementara keterjangkauan masih menjadi tantangan bagi konsumen Indonesia.
"Langkah-langkah kebijakan untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi hambatan impor pertanian dan pangan dapat berkontribusi untuk meningkatkan keterjangkauan makanan di Indonesia," kata Bank Dunia dalam laporannya, seperti dikutip Bisnis.com, Selasa, 21 Desember 2022.
Sementara itu, pemerintah baru saja mengimpor 10.000 ton beras dari Vietnam pada Jumat, 16 Desember 2022. Impor beras pun akan terus berlanjut hingga pertengahan Februari 2023.
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso alias Buwas mengatakan beras impor tahun ini akan terus berdatangan dari Vietnam, Thailand, dan Pakistan hingga 200 ribu ton. Kemudian pada Januari sampai Februari sebanyak 300 ribu ton dari Vietnam dan Thailand.
Pemerintah membeli beras impor seharga Rp 8.800 per kilogram. Diperkirakan dana yang digelontorkan pemerintah mencapai Rp 4,4 triliun. Bulog berencana menyalurkan beras impor itu dengan harga Rp 8.300 per kilogram.
Biaya impor dan selisih harga pun ditanggung pemerintah melalui pinjaman dari Himbara dengan bunga rendah. Namun hingga saat ini, pemerintah belum buka suara mengenai jumlah dana yang digelontorkan beserta besaran diskon bunga yang didapatkan Bulog.
RIANI SANUSI PUTRI | BISNIS
Baca juga: Beras Impor Resmi Masuk ke Indonesia dari Vietnam, Thailand, dan Pakistan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.