Pengembangan Kendaraan Listrik di RI Terkendala, Kemenko Marves: Masih Kalah Saing
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 14 Desember 2022 16:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) membeberkan sejumlah kendala dalam mengembangkan industri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) atau kendaraan listrik (EV).
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Rachmat Kaimuddin mengatakan untuk mengakselerasi adopsi KBLBB, pemerintah masih harus mengatasi beberapa tantangan industri di Indonesia.
Baca: Luhut, Sri Mulyani, hingga Moeldoko Bicara Subsidi Sepeda Motor Listrik
"Seperti ekosistem KBLBB yang masih perlu dilengkapi agar bersaing dengan ekosistem kendaraan BBM," ujar Rachmat melalui keterangannya pada Rabu, 14 Desember 2022.
Harga jual tinggi, produsen terbatas
Selain itu, ia mengungkapkan perbedaan harga yang cukup signifikan antara KBLBB dan kendaraan berbahan bakar fosil atau BBM juga amat mempengaruhi minat beli masyarakat. Ditambah terbatasnya produsen KBLBB Indonesia yang dapat memberikan variasi jenis kendaraan bagi konsumen.
Karena kendala tersebut, pemerintah berencana memberikan insentif untuk pembelian sepeda motor listrik. Rachmat mengatakan langkah pemberian insentif ini meniru pengalaman pengalaman negara-negara lain, seperti Thailand, India, dan Tiongkok. Menurut dia, pemberian insentif di negara-negara tersebut telah teruji berhasil mengatasi tantangan industri kendaraan listrik.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan memperkirakan insentif yang diberikan sebesar Rp 6,5 juta per unit sepeda motor listrik.
Rachmat berujar insentif itu berperan untuk mengurangi selisih harga kendaraan berbahan bakar minyak dan kendaraan listrik. Sehingga kendala perbedaan harga menjadi tidak signifikan. Selain itu, fasilitasi insentif kepada industri otomotif juga menjadi opsi kebijakan yang dapat diaplikasikan untuk mendorong produksi KBLBB.
Pemerintah lebih memilih insentif untuk sepeda motor listrik ketimbang mobil listrik karena mempertimbangkan jumlah pemilik motor yang besar di Indonesia. Tercatat jumlah kendaraan di Indonesia saat ini mencapai 21 juta mobil dan 115 juta motor.
Selanjutnya: Tren peningkatan jumlah kendaraan...
<!--more-->
Tren peningkatan jumlah kendaraan diperkirakan akan terus berlanjut secara konsisten, seiring dengan jumlah pertumbuhan ekonomi penduduk Indonesia. Apabila pertambahan kendaraan tersebut terus disandingi dengan penggunaan BBM, tuturnya, maka Indonesia akan dihadapkan pada peningkatan kebutuhan subsidi BBM.
Pengguna kendaraan listrik memang masih relatif lebih rendah dibanding kendaraan yang menggunakan bahan bakar fosil atau BBM. Per Desember 2022, penjualan motor listrik mencapai 15 ribu unit, sementara mobil listrik sebesar 8 ribu unit.
Angka tersebut masih jauh dibanding total penjualan kendaraan berbahan bakar fosil hingga 6,5 juta unit motor dan 1 juta unit mobil.
"Perbandingan penjualan kendaraan listrik dengan total populasi kendaraan lebih kecil lagi, yaitu 0,01 persen untuk motor dan 0,04 persen untuk mobil," ucapnya.
Insentif bisa menghemat subsidi BBM
Di sisi lain, insentif pembelian sepeda motor listrik bertujuan untuk menghemat pemberian subsidi BBM. Indonesia saat ini adalah negara net importer minyak yang juga melakukan subsidi energi, khususnya subsidi BBM. Sehingga, menurut dia, peningkatan kebutuhan BBM akan berbanding lurus dengan kebutuhan biaya subsidi.
"Di mana sebenarnya, subsidi ini dapat dialokasikan untuk pembangunan Indonesia," kata mantan bos Bukalapak tersebut.
Karena itu, Rachmat menilai akselerasi penggunaan kendaraan listrik dapat menjadi solusi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan subsidi BBM. Pemerintah mengaku telah mengeluarkan landasan kebijakan untuk mendorong percepatan adopsi kendaraan listrik di dalam negeri.
"Saya optimistis bahwa akselerasi penggunaan kendaraan listrik merupakan solusi praktis terhadap tantangan emisi GRK (gas rumah kaca) dan subsidi BBM. Teknologi KBLBB sudah terbukti kehandalannya di berbagai negara," kata Rachmat.
Baca juga: Luhut Cerita Alasan Pilih Liburan di Dalam Negeri: Kalau ke Luar Negeri Kedinginan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.