Buka Suara Perbedaan Data Beras dari Kementan dan Bulog, Ini Penjelasan Lengkap BPS
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Senin, 5 Desember 2022 19:16 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono buka suara ihwal perbedaan data pasokan beras di Kementerian Pertanian (Kementan) dan di Perum Bulog. Berdasarkan catatan BPS, produksi beras pada 2022 masih mencukupi jika dibandingkan dengan perkiraan konsumsinya.
"Sehingga kalau kita kalkulasi selama setahun, jumlah produksi beras itu sebetulnya cukup. Jadi beras itu dalam negeri cukup. Kalau dari produksi dan perkiraan konsumsinya," tutur Margo saat ditemui di kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat pada Senin, 5 Desember 2022.
Baca: BPS: Nilai Tukar Petani Nasional Naik 0,50 Persen Jadi 107,81 pada November 2022
Meski mencukupi, Margo menjelaskan permasalahan beras terjadi karena panen raya yang berlangsung pada Maret hingga April 2022 hanya terjadi di beberapa wilayah saja. Tidak semua provinsi merupakan sentra produksi padi. Sehingga pemerintah perlu mengelola penyaluran dari wilayah yang surplus ke wilayah yang kekurangan pasokan beras.
Persoalan lainnya, Margo menilai pengelolaan stok beras domestik masih perlu dibenahi. Saat panen raya, seharusnya Bulog melakukan penyerapan sebagai cadangan beras pemerintah. Agar pada masa gagal panen, stok itu bisa dimanfaatkan dan bisa didistribusikan ke masyarakat.
Margo mengaku BPS telah melakukan survei khusus untuk mengetahui stok beras domestik pada Juni lalu. Hasilnya, sebanyak 60 sampai 63 persen stok beras ada di masyarakat. "Ini barangkali persoalan kita. Jadi memang relatif sulit. Ini tantangan yang mau diberesin sama Badan Pangan Nasional (Bapanas)," kata Margo.
Selanjutnya: BPS dan Bapanas survei dan evaluasi soal pasokan beras di Indonesia ...
<!--more-->
BPS dan Bapanas pun akan melakukan survei dan evaluasi soal pasokan beras di Indonesia pada 31 Desember nanti. Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, pihaknya bersama BPS akan memverifikasi data stok yang telah tercatat dengan yang sesungguhnya tersedia di lapangan.
Arief menegaskan Indonesia hanya memiliki satu data pangan nasional, yaitu yang dirilis BPS. "Jadi tidak ada selisih antara penghitungan Kementan, Kemendag, dan Bapanas. Perlu saya luruskan," ucapnya.
Adapun yang menjadi tantangan Indonesia dalam menyerap pasokan beras untuk gudang Bulog, menurut dia, hanyalah soal harga. Sebab, harga beras domestik masih tinggi bila dibandingkan dengan beras impor. Ia mencatat, harga beras impor berkisar Rp 8.500 sampai Rp 9 ribu per kilogram, bergantung pada jenis dan kualitasnya. Sementara harga rata-rata beras di penggilingan domestik mencapai Rp 10.300 per kilogram, berdasarkan data dari Kementan.
Sementara stok cadangan beras di Bulog kini tersisa 514 ribu ton dan perlu ditambah hingga 1,2 juta ton sampai akhir tahun. Cadangan beras ini penting, terlebih jika terjadi sesuatu seperti bencana gempa di Cianjur atau banjir di Jakarta.
"Negara itu harus hadir disana. Negara tidak boleh tidak punya stok," ujar Arief.
RIANI SANUSI PUTRI
Baca: Inflasi November Turun jadi 5,42 Persen, BPS: Tertinggi di Tanjung Selor
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini