Mekanisme Transisi Energi Disahkan, Sri Mulyani: Platform Kunci untuk Perubahan Iklim
Reporter
Daniel Ahmad
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 14 November 2022 13:09 WIB
TEMPO.CO, Nusa Dua - Pemerintah resmi meluncurkan Indonesia Energy Transition Mechanism (ETM) Country Platform pada hari ini, Senin, 14, November 2022. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan kerangka ini sebagai upaya dan ambisi Indonesia untuk transisi energi yang adil dan terjangkau.
"Ini untuk menyoroti masalah trade off antara kebutuhan untuk terus tumbuh dan juga berkomitmen terhadap pengurangan emisi karbon di saat yang sama," ujar Sri Mulyani saat peluncuran Indonesia ETM Country Platform.
Sebelumnya sudah ada MoU yang ditandatangani Bank Pembangunan Asia atau ADB pada tahun 2021 silam. Saat itu MOU itu dijalin dengan Cirebon Electric Power (CEP), PT PLN Persero dan Otoritas Penanaman Modal Indonesia (INA).
Baca: Rilis Kajian Pengurangan Emisi Karbon di IKN, ADB: Peran Aktif Pemda Ada di Garis Depan
Adapun untuk ETM ini didorong oleh MoU untuk memulai pembahasan untuk pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap Cirebon 1 dengan kapasitas 660 megawatt (MW).
Di bawah kesepakatan ini, sebelumnya Reuters mewartakan, pembangkit listrik Cirebon 1 berkapasitas 660 megawatt di Jawa Barat akan dibiayai kembali dalam kesepakatan US$ 250 juta hingga US$ 300 juta. Syaratnya, pembangkit tersebut tidak beroperasi 10 hingga 15 tahun sebelum akhir masa manfaat 40 hingga 50 tahun.
Lebih jauh, Sri Mulyani mengatakn, ETM ini menunjukkan kesiapan Indonesia untuk mengkatalisasi sumber daya keuangan yang signifikan dan sektor energi ketersediaan yang andal dan terjangkau. Hal ini bertujuan menjaga pertumbuhan yang kuat dan komitmen terhadap isu perubahan iklim, terutama national determined contribution (NDC) yang diumumkan di Paris Agreement.
Selanjutnya: ETM Penting karena Indonesia adalah rumah bagi hampir 300 juta orang...
<!--more-->
"Kenapa ETM ini sangat penting? Indonesia adalah rumah bagi hampir 300 juta orang. Dengan jutaan orang rentan terekspos ke bencana alam yang dipicu oleh perubahan iklim, terutama mereka yang berada di dataran rendah kepulauan kami," kata Sri Mulyani.
Menurut Sri Mulyani, perubahan iklim adalah ancaman global nyata yang bisa berdampak dalam jangka waktu lama dibandingkan dengan pandemi Covid-19. Ancaman ini bisa menjadi semakin menguat jika tidak ada tindakan tegas untuk menanganinya.
"Ini mempercepat transisi ke ekonomi hijau dan resilien yang bisa memberikan perlindungan secara global dan terutama bagi masyarakat Indonesia agar terjaga dari dampak katastropik dari perubahan iklim," kata bendahara negara tersebut.
Sri Mulyani dalam pernyataannya menambahkan, pandemi telah mengajarkan sebuah pelajaran bernilai bahwa agenda iklim harus direspon dengan serius pula. Ia menyebutkan, G20 bisa bertindak bersama untuk merespon masalah global seperti pandemi.
"Tekanan ekonomi yang berasal dari bencana alam yang dipicu oleh perubahan iklim telah menjadi semakin sering dan tak terprediksi, itu tentunya tidak hanya mengancam mata pencaharian, tetapi juga dari sisi ekonomi," ujar Sri Mulyani.
DANIEL AHMAD | REUTERS
Baca juga: Gubernur BI: Beli Durian Musang King di Malaysia Kini Bisa Pakai QR
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini