Unplanned Shutdown di Sejumlah Lapangan, SKK Migas Pangkas Outlook Produksi Migas 2022
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 7 November 2022 09:46 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menetapkan outlook produksi sebesar 626.000 barel minyak per hari (bopd) hingga akhir tahun 2022. Outlook tersebut termasuk konservatif karena lebih rendah dari yang dipatok pada awal tahun di angka 700 ribu bopd.
Untuk outlook produksi gas ikut juga diturunkan ke 5.527 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd) hingga Desember 2022. Angka itu lebih rendah ketimbang outlook yang dicanangkan sebesar 6.000 MMscfd tahun ini.
Soal ini, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Mohammad Kemal mengatakan, penyesuaian outlook produksi migas itu karena produksi pada akhir 2021 yang sudah terlanjur rendah. Oleh karena itu, rencana produksi pada tahun ini tidak memenuhi target yang ditetapkan.
Baca: Gali 13 Sumur, Pertamina Hulu Energi Produksi Migas 962 Juta Barel per Hari
“Produksi pada akhir 2021 lebih rendah dari yang diperkirakan,” kata Kemal kala dihubungi, Ahad, 6 November 2022.
Tak hanya itu, kata Kemal, terdapat sejumlah penghentian operasi tanpa rencana atau unplanned shutdown di sejumlah lapangan migas. Sebagai contoh, sepanjang kuartal ketiga 2022, ada lima kasus penghentian operasi yang membuat potensi produksi hilang yang cukup besar.
PT Pertamina Hulu Energi Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES), misalnya, yang mengalami kebocoran pipa dan plugging sepanjang Juli hingga Agustus 2022. Akibatnya, ada potensi kehilangan produksi pada lapangan itu sekitar 30.000 bopd.
Selain itu, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) melaporkan terjadinya kebocoran pada selang pembongkaran yang menyebabkan potensi produksi minyak hilang mencapai sekitar 30.000 bopd pada September 2022.
Selanjutnya: Ada juga penghentian operasi oleh PT Pertamina EP dan ...
<!--more-->
Ada juga penghentian operasi pada dua lapangan gas yang dikerjakan oleh PT Pertamina EP dan Train 2 Tangguh-BP dengan potensi kehilangan produksi sekitar 300 MMscfd sepanjang Agustus hingga September 2022.
“Jadi turunnya outlook produksi tahun ini disebabkan karena adanya unplanned shutdown, selain adanya delay pada kegiatan pemboran dan onstream fasilitas produksi,” kata dia.
Sementara itu, Direktur Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal menilai kegiatan eksplorasi hulu migas bakal terkoreksi seiring dengan kekhawatiran resesi ekonomi tahun depan.
Selain itu, kata Moshe, perusahaan hulu migas belakangan justru mengoptimalkan kegiatan eksploitasi sumur tersedia di tengah momentum harga minyak mentah dunia dan gas yang masih tertahan tinggi pada kuartal keempat tahun ini.
Hal itu diharapkan dapat meningkatkan cadangan kas perusahaan tahun depan. “Para produsen migas akan memaksimalkan kegiatan eksploitasi untuk memanfaatkan harga minyak tinggi saat ini, meningkatkan pendapatan jangka pendeknya,” kata Moshe kemarin.
Ia menyebutkan keuntungan yang diperoleh perusahaan migas saat ini yang ditopang oleh melonjaknya harga komoditas bakal dialihkan sebagian besarnya untuk meningkatkan cadangan kas mereka guna mengantisipasi resesi tahun depan. Sebagian perusahaan migas itu juga diketahui membeli kembali saham mereka di bursa, mengamankan dividen, serta eksploitasi pada lapangan-lapangan migas yang tersedia.
BISNIS
Baca juga: Produksi di Sumur Minyak Pertamina Terancam Tambang Batu Bara Ilegal
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini