Pengamat Pertanian: Krisis Pangan Sudah Ada, Ini Tanda-tandanya

Sabtu, 29 Oktober 2022 13:14 WIB

Petani melihat padi yang gagal panen akibat kekeringan di Desa Ketapang, Lebak, Banten, Kamis, 27 Juni 2019. Menurut data Dinas Pertanian setempat sekitar 1.800 hektar sawah mengalami kekeringan di Kecamatan Wanasalam akibat saluran irigasi dari bendungan Cikoncang rusak sejak bulan Maret lalu. ANTARA

TEMPO.CO, Jakarta -Krisis pangan 2022 yang melanda banyak negara dunia sudah ada di depan mata. Bahkan, beberapa negara ternyata sudah mulai merasakan dampaknya. Hal tersebut dapat dilihat dengan naiknya harga bahan pangan saat ini. Persoalan bisa tambah runyam karena ada ancaman resesi 2023 di perekonomian global.

Pengamat pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Jaka Widada, menyatakan tanda-tanda krisis pangan tersebut sudah ada, ditandai dengan iklim yang tak menentu, hujan ekstrem, bencana alam dan lain-lain.

Akibatnya petani gagal panen karena kebanjiran atau kekeringan, dan gagal panen karena ledakan hama dan penyakit.

“Itu sebenarnya tanda-tanda krisis pangan akan terjadi. Jumlah penduduk terus naik, sementara kenaikan jumlah pangan tidak seimbang dengan kenaikan jumlah penduduk," ucap Jaka, dikutip dari laman Universitas Gadjah Mada, Rabu 22 Juni 2022.

Bahkan, kata Jaka, The Food and Agriculture Organization (FAO) sebagai badan pangan dunia memperkirakan di tahun 2050 penduduk dunia tembus 10 miliar. Jumlah penduduk yang sedemikian besar itu tentunya memerlukan pangan yang sangat luar biasa jumlahnya.

Agar tak terjadi kelaparan, maka harus ada peningkatan produksi pangan dunia. Produksi pangan tersebut idealnya untuk saat ini harus berkisar 70 persen, jika sebagian negara masih sekitar 10 persen maka bukan persoalan mudah untuk mengejarnya.

Baca juga : Ekonom: Jumlah Cadangan Pangan Harusnya Dikelola Bapanas

Advertising
Advertising

“Memang antar negara yang satu dengan negara yang lain beda-beda. Bisa-bisa di tahun-tahun itu akan banyak tragedi kelaparan juga. Untuk negara-negara seperti Cina, Israel, Amerika, Uni Eropa sejak sekarang sudah mempersiapkan," jelasnya.

Dia menjelaskan untuk menghadapi krisis pangan yang mungkin terjadi ini ada beberapa upaya yang harus dilakukan pemerintah dan masyarakat. Itu di antaranya bagaimana upaya menghadapi perubahan iklim, pengembangan varietas adaptif, persoalan pupuk, persoalan perilaku tak boros dan persoalan regenerasi petani.

Perubahan iklim yang terjadi kini menjadi kendala tersendiri dalam pertanian. Pemanasan global yang menjadikan suhu lebih panas dan karbon dioksida lebih tinggi menjadi sangat berpengaruh terhadap hasil pertanian.

Menurut Jaka, tak hanya menurunkan hasil produksi, kondisi ini bisa berdampak pada gagal produksi. Persoalan yang dihadapi diantaranya persoalan air, dan jika masyarakat saat ini mengandalkan air tanah sebagai sumber pengairan maka dikhawatirkan 10 tahun kedepan sumber-sumber air habis dan akan memunculkan kekeringan permanen di sejumlah daerah.

"Karenanya apa yang dilakukan PUPR dalam membangun sejumlah embung sudah benar, meski terkadang belum pas karena dilakuka ndengan tidak memperhatikan posisi strategis embung sebagai daerah tampungan air," dia menjelaskan.


Pengembangan Varietas yang Adaptif Perubahan Iklim

Hal lain yang harus diselesaikan adalah terkait persoalan pengembangan varietas-varietas tanaman adaptif terhadap perubahan iklim. Sebagai contoh yang teah dilakukan yaitu pengembangan varietas Gama Gora yang didesain varietasnya kurang lebih sama dengan varietas yang ada saat ini, tapi dengan kebutuhan air yang jauh lebih sedikit.

“Varietas-varietas yang ada saat ini untuk produktivitas 1 kg beras masih memerlukan sekitar 2.500 liter air, kita berharap hal itu bisa diturunkan di bawah 100 atau 50 liter untuk per kilo beras. Jadi harapannya kesana mampu mengembangkan varietas-varietas adaptif terhadap perubahan iklim," ungkapnya.

Persoalan lain yang sampaikanya dan harus mendapat perhatian adalah soal pupuk. Harga pupuk saat ini sangat mahal dan diperkirakan akan terus naik seiring langkanya sumber daya alam pembuat pupuk, seperti gas alam dan lain-lain.

Oleh karena itu, perlu kiranya mengembangkan budi daya teknik pertanian yang bisa menghemat pupuk. Terlebih bisa membuat pupuk secara mandiri dan bisa menggantikan pupuk pabrikan dengan mendasarkan pada pengembangan biologi tanah dan biologi tanaman.

“Seperti teknologi teknologi yang didistribusikan dari Aceh hingga ke Riau, dimana orang bisa membuat pupuk nitrogen sendiri dengan sangat murah dan bisa menggantikan 50 persen dari pupuk yang harus digunakan. Sayangnya petani Indonesia secara umum belum memperhatian hal-hal seperti itu," ungkapnya.

Dinas Pertanian Deli Serdang telah memeriksa kelainan fisiologis padi yang terjadi pada lebih dari 120 hektare sawah

Dalam aspek sosial, Jaka berpendapat sudah saatnya gencar melakukan edukasi kepada anak-anak muda agar tertarik menjadikan petani sebagai profesi. Upayanya bagaimana menjadikan hasil-hasil pertanian sebagai komoditas yang menguntungkan dan menjanjikan. Bagaimana menjadikan pertanian sebagai pekerjaan yang menarik dengan mengembangkan aplikasi-aplikasi, model otomatisasi dengan dikontrol melalui handphone.

“Intinya dengan internet of thinks, mudah-mudahan menarik anak-anak muda menjadi petani milenial tapi dengan penghasilan yang cukup. Karena dengan praktek yang kita lakukan, di lahan sekitar 400 meter persegi dengan sistem pertanian hidroponik cukup menjanjikan asal ada kemauan," Jaka menambahkan untuk membentengi ketahanan terhadap krisis pangan.

KAKAK INDRA PURNAMA
Baca juga : Pakar Sebut Resesi Globat Tak Berdampak Langsung ke Indonesia, Ini Alasannya

Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.

Berita terkait

5 Kampus Negeri yang Mengalami Kenaikan Biaya Kuliah di 2024

9 jam lalu

5 Kampus Negeri yang Mengalami Kenaikan Biaya Kuliah di 2024

Kenaikan biaya kuliah itu menuai protes dari kalangan mahasiswa, seperti UGM, Unsoed, dan ITB.

Baca Selengkapnya

UGM Sediakan Kuota 1.010 Calon Mahasiswa untuk 26 Prodi Jalur International Undergraduate Program

14 jam lalu

UGM Sediakan Kuota 1.010 Calon Mahasiswa untuk 26 Prodi Jalur International Undergraduate Program

UGM menyediakan kuota 1.010 calon mahasiswa baru melalui jalur International Undergraduate Program (IUP) pada 2024.

Baca Selengkapnya

Cegah Sindikat Joki di UTBK SNBT 2024, UPN Veteran Jatim dan UGM Lakukan Ini

20 jam lalu

Cegah Sindikat Joki di UTBK SNBT 2024, UPN Veteran Jatim dan UGM Lakukan Ini

Isu sindikat joki kembali mewarnai pelaksanaan UTBK SNBT tahun ini. Berikut cara UPN Jatim dan UGM mencegahnya.

Baca Selengkapnya

Kisah Anak Buruh Tani Korban Tsunami Palu Lulus S2 UGM Berkat LPDP

1 hari lalu

Kisah Anak Buruh Tani Korban Tsunami Palu Lulus S2 UGM Berkat LPDP

Cerita Heni Ardianto, lulusan prodi Magister Sains Manajemen FEB Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan IPK 3,72 asal Sulawesi Tengah.

Baca Selengkapnya

Inovasi Desain Jembatan dari Unej Menang di Singapura, Ungguli UGM, ITS, NTU, dan ITB

1 hari lalu

Inovasi Desain Jembatan dari Unej Menang di Singapura, Ungguli UGM, ITS, NTU, dan ITB

Tim mahasiswa Teknik Sipil Universitas Jember (Unej)menangi kompetisi gelaran Nanyang Technological University (NTU) Singapura.

Baca Selengkapnya

Cara UGM Cegah Peserta UTBK-SNBT Pakai Joki dan Lakukan Kecurangan

3 hari lalu

Cara UGM Cegah Peserta UTBK-SNBT Pakai Joki dan Lakukan Kecurangan

Ujian Tulis Berbasis Komputer-Seleksi Nasional Berbasis Tes (UTBK-SNBT) di Kampus UGM diikuti sebanyak 18.726 peserta.

Baca Selengkapnya

Tuntutan dari Mahasiswa UGM, IPK 4,00 di Universitas Jember, serta Penyakit Akibat Polusi Mengisi Top 3 Tekno

3 hari lalu

Tuntutan dari Mahasiswa UGM, IPK 4,00 di Universitas Jember, serta Penyakit Akibat Polusi Mengisi Top 3 Tekno

Topik tentang mahasiswa UGM menggelar aksi menuntut tranparansi biaya pendidikan menjadi berita terpopuler Top 3 Tekno Berita Hari Ini.

Baca Selengkapnya

70 Persen Mahasiswa UGM Keberatan dengan Besaran UKT, Ada yang Cari Pinjaman hingga Jual Barang Berharga

4 hari lalu

70 Persen Mahasiswa UGM Keberatan dengan Besaran UKT, Ada yang Cari Pinjaman hingga Jual Barang Berharga

Peringatan Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas di Yogyakarta turut diwarnai aksi kalangan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) di Balairung UGM Kamis 2 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Peringati Hari Pendidikan Nasional, Mahasiswa UGM Gelar Aksi Tuntut Tranparansi Biaya Pendidikan

4 hari lalu

Peringati Hari Pendidikan Nasional, Mahasiswa UGM Gelar Aksi Tuntut Tranparansi Biaya Pendidikan

Mahasiswa UGM menggelar aksi menuntut transparansi biaya pendidikan dan penetapan uang kuliah tunggal (UKT).

Baca Selengkapnya

Hardiknas 2024, UGM Ingin Wujudkan Kampus Inklusif

4 hari lalu

Hardiknas 2024, UGM Ingin Wujudkan Kampus Inklusif

Rektor UGM Ova Emilia mengatakan, UGM telah membangun ekosistem pendidikan yang inklusif, inovatif, strategis, berdaya saing, dan sinergis.

Baca Selengkapnya