Kemendag: Harga CPO Turun karena Kekhawatiran Resesi Global
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Francisca Christy Rosana
Selasa, 18 Oktober 2022 08:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan harga referensi produk minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) untuk penetapan bea keluar (BK) periode 16 hingga 31 Oktober 2022 US$ 713,89 per metrik ton (MT).
"Nilai ini turun 9,88 persen atau US$ 78,30 dibandingkan periode 1 hingga 15 Oktober 2022," tutur Pelaksana tugas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Veri Anggrijono, dalam keterangan tertulis pada Senin, 17 Oktober 2022.
Veri menjelaskan penurunan harga referensi CPO berdampak pada turunnya BK CPO. Pada periode 16 hingga 31 Oktober 2022, BK CPO menjadi US$ 3 per MT. Ia berujar, hal itu sesuai dengan kolom 2 lampiran huruf C pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 123/PMK.010/2022. Harga Referensi CPO itu pun tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1436 Tahun 2022.
Veri menilai penurunan harga referensi CPO semakin mendekati ambang batas, yakni US$ 680 per MT. Walhasil, kata dia, pemerintah mengenakan BK CPO sebesar US$ 3 per MT. Referensi harga itu berlaku mulai 16 Oktober 2022 sampai 31 Oktober 2022.
Baca juga: Erick Thohir Klaim RI Selamatkan Singapura dari Krisis Ayam
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan harga referensi CPO. Menurut Veri, faktor utama adalah adanya kekhawatiran resesi global. Ditambah, melimpahnya stok CPO di Indonesia dan Malaysia, serta turunnya harga minyak nabati lainnya, terutama harga minyak kedelai pada akhir September 2022.
Periode sebelumnya, harga referensi CPO juga mengalami penurunan. Pada periode 16 hingga 30 September 2022, harga referensi CPO untuk penetapan bea keluar (BK) sebesar US$ 846,32 per MT. Nilainya turun US$ 83,34 atau 8,96 persen dari periode 1 sampai 15 September yang tercatat sebesar US$ 929,66 per MT.
Kala itu, penurunan harga referensi CPO juga dipengaruhi oleh penurunan harga minyak nabati lainnya, khususnya minyak nabati kedelai. Saat itu, persediaan CPO pun melimpah. Namun, faktor lain yang mempengaruhi adalah penurunan nilai tukar ringgit terhadap dolar Amerika Serikat.
RIANI SANUSI PUTRI
Baca juga: Kekurangan Tenaga, Malaysia Uji Coba Lengan Robot untuk Panen Sawit
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini