Pertamina Klaim Biaya Operasional Kilangnya Jauh Lebih Rendah dari Singapura, Ini Buktinya
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Sabtu, 10 September 2022 19:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional, Taufik Aditiyawarman, menyatakan pembangunan dan perbaikan kilang yang dilakukan berhasil mengurangi biaya operasional kilang. Ia mengklaim operasional kilang lebih hemat dan mampu bersaing dengan sejumlah kilang milik perusahaan energi dunia di Asia Pasifik.
Sebagai contoh, biaya operasional kilang Pertamina terus turun rata-rata sekitar US$ 3,67 per barel. Bahkan, biaya operasional kilang Pertamina tersebut jauh lebih rendah ketimbang biaya operasional kilang di Singapura yang mencapai US$ 7,81 per barel.
Adapun biaya operasional kilang terendah itu telah dicapai oleh dua kilang. Kedua kilang itu meliputi Refinery Unit (RU) IV Cilacap dengan biaya US$ 2,83 per barel dan RU III Plaju sebesar US$ 2,92 per barel.
Taufik menyebutkan upaya pembangunan dan revamping kilang terus dilakukan Pertamina. "Dan hasilnya mampu menekan operasional kilang sehingga lebih rendah dari perusahaan migas lainnya di Asia Pasifik,” tuturnya dalam siaran pers, dikutip Sabtu, 10 September 2022.
Ia menjelaskan, penurunan operasional kilang diperoleh dari terobosan dan penghematan yang dilakukan Pertamina, terutama dalam pengadaan minyak mentah.
Pengadaan crude oil oleh Pertamina, menurut Taufik, mampu bersaing di pasar global senilai US$ 69,246 per barel lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan lain yang berada di angka US$ 69,46 per barel. Selain itu, ada satu perusahaan migas lainnya yang biaya pengadaan crude-nya jauh lebih tinggi dari Pertamina yakni US$ 71,8 per barel.
Selanjutnya: Pertamina siapkan Rp 643,5 triliun untuk mengembangkan kilang.
<!--more-->
Dengan program refinery development master plan (RDMP) yang terus berjalan, kata Taufik, kilang Pertamina juga menjadi lebih fleksibel mengolah berbagai jenis minyak mentah. Adapun rata-rata net cash margin (NCM) Pertamina sangat positif, sebesar US$ 4,88 per barel. Keberhasilan ini bahkan jauh dibandingkan dengan Malaysia Petronas US$ 1,56 per barel.
“Upaya menekan biaya operasi salah satunya dengan penurunan biaya pembelian crude karena porsi terbesar dalam produksi BBM adalah biaya pembelian minyak mentah yang mencapai 92 persen dari biaya pokok produksi,” kata Taufik.
Sebelumnya, Pejabat Sementara Corporate Secretary Subholding Refining & Petrochemical PT Kilang Pertamina Internasional Milla Suciyani menyebutkan pihaknya telah mengalokasikan anggaran belanja modal atau capital expenditure (capex) sampai US$ 43 miliar untuk mengembangkan kilang minyak dan petrokimia atau Refinery Development Master Plan hingga tahun 2026.
Bila dirupiahkan, capex perusahaan migas pelat merah untuk mengembangkan kilang tersebut mencapai Rp 643,49 triliun. Perhitungan anggaran itu menggunakan asumsi kurs Rp 14.965 per dolar AS. Adapun penyiapan anggaran belanja modal itu untuk meningkatkan indeks kompleksitas nelson atau complexity index (NCI) dari enam kilang Pertamina yang relatif sudah tua.
Secara keseluruhan, kata Milla, RDMP yang dilaksanakan di Kilang Pertamina akan meningkatkan kapasitas kilang dari 1 juta barel per hari menjadi sekitar 1,4 juta barel per hari. "Dan kualitas BBM dari EURO 2 ke setara EURO 5,” kata Milla saat dihubungi pada awal Juli 2022 lalu.
BISNIS
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.