Bos BCA Prediksi The Fed Turunkan Bunga pada Kuartal III 2024, Ini Rekomendasi Investasinya

Kamis, 8 September 2022 16:09 WIB

CEO BCA Jahja Setiaatmadja di sela kegiatan Leadership Sharing Session 100 Bankir di Hotel J.W. Marriot Mega Kuningan, Jakarta Pusat, 28 November 2017. TEMPO Yohanes Paskalis Pae Dale

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. atau BCA atau Jahja Setiaatmadja memperkirakan bank sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed) baru akan menurunkan suku bunganya dua tahun lagi.

Ia memprediksi suku bunga The Fed bakal turun pada kuartal ketiga tahun 2024. Hingga saat itu, menurut Jahja, The Fed masih akan terus mengerek suku bunganya yang kini berada di posisi 2,25 persen.

Khusus pada tahun ini, Jahja memperkirakan, suku bunga The Fed akan naik lagi sekitar 50 hingga 75 basis poin. Kebijakan bank sentral di Amerika Serikat dinilai sangat agresif ketimbang suku bunga di Tanah Air karena likuiditas rupiah masih cukup. Oleh karena itu suku bunga acuan BI baru naik 25 basis poin.

“Jadi kenaikan bunga dolar sudah lebih tinggi dari rupiah. Tetapi apakah ini akan berlangsung lama?” tutur Jahja dalam BCA Wealth Summit di Jakarta, Kamis, 8 September 2022.

Lebih jauh Jahja memperkirakan Amerika Serikat masih akan menghadapi lonjakan hingga 9,1 persen pada kuartal kedua tahun 2023. Bila negara Abang Sam bisa meredam inflasi dan menjaga stabilitas, meskipun ada risiko stagflasi dan resesi yang bisa terjadi, ia memperkirakan, suku bunga AS akan turun saat itu.

Advertising
Advertising

Terkait dengan hal tersebut, kata Jahja, BCA menawarkan sejumlah produk investasi wealth management yang relatif konservatif, namun tetap dapat menguntungkan nasabah.

Sebagai contoh, BCA menawarkan obligasi dengan underline asset global bond dengan proyeksi income rate di atas 5 persen. Jahja menyebutkan produk tersebut sangat menarik untuk jangka panjang karena dikemas dalam bentuk Dolar AS.

“Obligasi ini sampai tahun 2030 hingga 2050. Pada saat itu anda mendulang profit,” kata Jahja.

Ia lalu membagikan pengalamannya dalam membeli obligasi dalam US$. Pada satu titik, ujar Jahja, harga obligasi tersebut bisa tumbuh hingga 12 persen.

Oleh karena itu, menurut dia, saat ini adalah waktu yang tepat untuk berinvestasi dengan membeli obligasi global. “Wealth Management BCA memberikan potensi yang kuat untuk Anda mendapatkan kekayaan yang membesar,” kata Jahja.

BISNIS

Baca: Kenaikan Tarif Ojek Online Dinilai Tak Sesuai dengan Lonjakan BIaya Kebutuhan Hidup di Tiap Daerah

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Berita terkait

Di Qatar Economic Forum, Prabowo Sebut Biaya Pembangunan IKN Tembus Rp 16 Triliun per Tahun

22 jam lalu

Di Qatar Economic Forum, Prabowo Sebut Biaya Pembangunan IKN Tembus Rp 16 Triliun per Tahun

Presiden terpilih Prabowo Subianto membeberkan strategi Pemerintah untuk membiayai pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Baca Selengkapnya

Jokowi dan Gubernur Jenderal Australia Bertemu, Bahas Penguatan Hubungan antar Masyarakat

1 hari lalu

Jokowi dan Gubernur Jenderal Australia Bertemu, Bahas Penguatan Hubungan antar Masyarakat

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dalam keterangan pers usai pertemuan, menjelaskan, Jokowi dan Hurley misalnya mebahas upaya menggiatkan pengajaran bahasa di masing-masing negara.

Baca Selengkapnya

Pencabutan Izin Usaha Paytren Dinilai Menyelamatkan Lebih Banyak Calon Investor

1 hari lalu

Pencabutan Izin Usaha Paytren Dinilai Menyelamatkan Lebih Banyak Calon Investor

Ekonom Nailul Huda menilai langkah OJK mencabut izin PT Paytren Manajemen Investasi sudah tepat.

Baca Selengkapnya

Rupiah Diprediksi Berada di Rentang Rp15.900 - Rp16.025 per Dolar AS Hari Ini

1 hari lalu

Rupiah Diprediksi Berada di Rentang Rp15.900 - Rp16.025 per Dolar AS Hari Ini

Pada awal perdagangan Jumat pagi, rupiah turun 60 poin atau 0,38 persen menjadi Rp15.984 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Penyebab Rupiah Melemah, Ini Analisis Direktur Laba Forexindo Berjangka

1 hari lalu

Penyebab Rupiah Melemah, Ini Analisis Direktur Laba Forexindo Berjangka

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memberikan analisis soal nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS belakangan ini.

Baca Selengkapnya

Pertamina Hulu Energi dan ExxonMobil Kerja Sama Penangkapan dan Penyimpanan Karbon di IPA CONVEX ke-38

1 hari lalu

Pertamina Hulu Energi dan ExxonMobil Kerja Sama Penangkapan dan Penyimpanan Karbon di IPA CONVEX ke-38

PT Pertamina Hulu Energi (PHE) menjajaki kerja sama dengan ExxonMobil Indonesia melalui pengembangan Asri Basin Project CCS Hub.

Baca Selengkapnya

6 Penyebab Rupiah Melemah, Ini Pemicu dari Faktor Domestik dan Global

1 hari lalu

6 Penyebab Rupiah Melemah, Ini Pemicu dari Faktor Domestik dan Global

Rupiah melemah dipengaruhi oleh berbagai faktor global dan domestik, apa saja?

Baca Selengkapnya

Pemegang Saham Saratoga Sepakati Pembagian Dividen Rp 298,43 Miliar

1 hari lalu

Pemegang Saham Saratoga Sepakati Pembagian Dividen Rp 298,43 Miliar

PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. atau Saratoga (SRTG) akan membagikan dividen tunai sebesar Rp 298,43 miliar atau sekitar Rp 22 per lembar saham.

Baca Selengkapnya

Rupiah Menguat ke Level Rp 15.923 per Dolar AS

1 hari lalu

Rupiah Menguat ke Level Rp 15.923 per Dolar AS

Kurs rupiah hari ini ditutup menguat 104 poin ke level Rp 15.923 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Rupiah Menguat Setelah Rilis Indeks Harga Produsen Amerika Serikat Membaik

2 hari lalu

Rupiah Menguat Setelah Rilis Indeks Harga Produsen Amerika Serikat Membaik

Rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Rabu ditutup menguat setelah rilis data inflasi Indeks Harga Produsen (PPI) Amerika Serikat menguat.

Baca Selengkapnya