Cerita Pedagang Bumbu Ikut Platform Digital, Omzet Naik jadi Rp 200 Juta per Bulan
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 18 Agustus 2022 20:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Afrizal Rifai, salah satu pedagang bumbu di Pasar Tomang Barat, Jakarta Barat, mengatakan telah bergabung dengan platform digital sebelum Kementerian Perdagangan gencar mensosialisasikan program digitalisasi pasar.
Afrizal mendaftarkan kiosnya ke Grab Mart pada 14 Februari 2021. Kala itu, kasus Covid-19 masih tinggi dan ia pun menjual dagangannya di pasar lantaran pasar sepi pengunjung. Akhirnya setelah berhasil mendaftar, omzet yang ia dapatkan terus bertambah.
"Pas Lebaran Idul Fitri 2021 itu puncaknya. Dapet Rp 25 juta dari online, lalu meningkat tembus Rp 200 juta per bulan," ucapnya di Pasar Tomang Barat, Kamis, 18 Agustus 2022.
Awalnya, Afrizal kebingungan sebab banyak pelanggannya yang mayoritas pelaku usaha kuliner gulung tikar. Dia yang sebelumnya bekerja sebagai pengemudi ojek online selama empat tahun itu akhirnya menemukan fitur Grab Mart dan mencoba mendaftar lewat email. Dua minggu kemudian, pendaftarannya terverifikasi.
Sebelum mendaftar menjadi mitra plaform online, omzetnya hanya berkisar Rp 1,5-2 juta sehari. Sekarang, Afrizal mengaku bisa menabung Rp 4-5 juta per hari.
Penghasilannya tidak langsung melonjak, namun bertahap mulai dari Rp 25-30 juta hingga Rp 200 juta sebulan. Kini jumlah order yang ia terima minimal 50 per hari. Dengan penghasilannya itu, ia mengatakan bisa berekspansi membeli kios baru, menyicil mobil, hingga rumah.
Afrizal mengaku hingga kini tak ada sosialisasi, arahan, maupun pelatihan yang diterima dari pemerintah terkait program digitalisasi pasar. Meski sebelumnya, Kementerian Perdagangan telah menyatakan akan memberikan pelatihan digital agar tercapai sejuta pedagang pasar yang beralih pada platform online.
"Saya yang cari. Pure saya puter otak," ucapnya.
Adapun pelatihan yang pernah ditawarkan padanya malah datang dari perusahaan platform elektronik yang ia gunakan. Tapi ia belum pernah mengikutinya karena waktu pelaksanaannya tak tepat, yaitu pukul enam sore saat ia baru pulang dari pasar.
Ia mengaku tak pernah menyangka jumlah pembelian melalui aplikasi akan lebih banyak menandingi jumlah pembelian langsung di pasar. Tetapi sekarang, kata Afrizal, jumlah pembelinya 80 persen berasal dari platform online. Pembeli pun ternyata tak memiliki keluhan berarti seperti kesulitan memesan maupun kendala proses pembayaran.
Selanjutnya: Ibu-ibu usia 59 tahun ke atas mungkin gaptek, biasanya beli langsung ke pasar.
<!--more-->
"Kalau untuk yang umur 40-30 tahun masih bisa, lah. Tapi kalau untuk ibu-ibu berusia 59 tahun ke atas mungkin gaptek ya, biasanya langsung beli ke sini. Tapi tetap Lebih banyak yang beli online," tuturnya.
Keluhan Afrizal hanya satu yaitu soal besaran biasa administrasi dari perusahaan aplikasi. Ia mengaku dikenakan potongan hingga 10 persen, namun besarannya bertambah seiring promo yang ia ikuti dari aplikasi itu.
Saat ini, ia terkena potongan biaya administrasi 16 persen. Tetapi besaran biaya administrasi ini berbeda-beda bagi tiap pedagang. "Enggak sama. Ada yang 5 persen, ikut promo jadi 10 persen. Kenapa ya enggak disamaratakan?" ujarnya.
Menurut Afrizal, pembelian melalui aplikasi melonjak karena konsumen tertarik pada promo yang ditawarkan pihak aplikasi. Meski pedagang menetapkan harga bahan pokok di aplikasi lebih tinggi, promo yang ada seperti gratis ongkir, potongan harga, membuat konsumen lebih memilih memesan lewat platform digital ketimbang beli langsung di pasar.
Adapun Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengungkapkan pihaknya memang sedang bekerja sama dengan sejumlah platform digital untuk mempermudah proses transaksi antara pedagang pasar dengan konsumen. Sebab, tidak bisa dipungkiri plaform digital kini sudah menjadi hal penting untuk mempertemukan penjual dan pembeli dengan lebih mudah dan efisien.
Bila pasar sudah berkembang di kota kota besar, biasanya masyarakat malas berkunjung, sehingga perlu dipikirkan bagimana caranya menggunakan platform secara online agar tidak merugi. "Nggak ada yang dateng pasar sepi. Nah ada solusinya yaitu melalui platform digital," kata dia.
Kemendag, kata Zulhas, akan bekerja sama dengan lebih banyak platform digital. Saat ini, Kemendag baru bekerja sama dengan Tokopedia dan Grab Indonesia.
Ia menargetkan akan ada 1.000 pasar di seluruh Indonesia yang masuk ke platform digital. Bahkan ia meyakini jumlahnya bisa sampai satu juta pasar yang bekerja sama dengan perusahaan plaform digital.
Harapnya, kata Zulhas, kerja sama dengan platform digital akan mendorong kenaikan omzet pedagang pasar. Kalo pedagang pasar bisa mengikuti Grab Mart, ke depan pedagang bisa saja berkembang menjadi pelaku ekspor. "Nanti orang Malaysia akan lihat. Kalau misalnya jual pakaian muslim, kan Timur Tengah akan lihat, Afrika akan lihat, kita ini punya potensi," ujar Zulkifli Hasan.
Baca: Jokowi Bandingkan Harga Beras RI Rp 10 Ribuan dengan 4 Negara: Ini Harus Kita Pertahankan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.