Jokowi Sebut 52 Persen Investasi di Luar Jawa, Ekonom: Pemulihan Tidak Sehat
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 16 Agustus 2022 14:35 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menanggapi pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang mengatakan 52 persen investasi berada di luar Pulau Jawa. Menurut dia, seharusnya Jokowi tidak berbangga hati dan cepat puas, karena di awal pidatonya jelas mengatakan situasi ekonomi global yang tidak menentu.
“Itu semata-mata karena kita masih mengandalkan grooming harga komoditas. Dan itu tidak hanya menyumbang pada pendapatan negara tapi juga menyumbang dari investasi langsung,” ujar dia melalui sambungan telepon pada Selasa, 16 Agustus 2022.
Bhima menjelaskan, bila ditilik lebih jauh tentang 52 persen investasi yang disebut Jokowi berada di luar Jawa, terlihat investasi langsung sebenarnya ada di industri logam dasar dan pertambangan.
“Jadi ini sebenarnya pemulihannya tidak sehat. Kenapa? Sekarang kan dunia lagi diancam resesi ekonomi, harga komoditas yang tadinya diandalkan mulai mengalami koreksi,” kata Bhima.
Artinya, dia melanjutkan, puncak dari lonjakan harga komoditas bisa jadi sudah lewat dan kini tren harga komoditas sudah mulai menurun. Sementara beban subsidi energi masih cukup tinggi, kata Bhima, tantangan sebenarnya baru terjadi pada semeter kedua tahun ini.
“Indikator yang disebutkan Pak Jokowi, positif bisa berubah menjadi negatif,” tutur Bhima.
Jokowi sebelumnya juga mengatakan kepercayaan besar dari masyarakat internasional dirasakan di dalam negeri. Dia menjelaskan ekosistem investasi dan pertumbuhan UMKM terus diperbaiki. Hal itu membuat hilirisasi dan manufaktur di dalam negeri terus tumbuh pesat.
Bahkan pertumbuhan investasi juga meningkat tajam. Sebesar 52 persen pertumbuhan investasi berada di Luar Jawa. "Artinya, ekonomi kita bukan hanya tumbuh pesat, tetapi juga tumbuh merata, menuju pembangunan yang Indonesia Sentris," kata Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR pada Selasa, 16 Agustus 2022.
<!--more-->
Reformasi struktural untuk daya saing dan iklim berusaha terus juga dilakukan. Dengan kekuatan dan peluang besar yang ada, kata Jokowi, Indonesia mempunyai kesempatan besar untuk membangun Indonesia yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Menurut Jokowi, hilirisasi dan industrialisasi sumber daya alam harus terus dilakukan. Hilirisasi nikel, misalnya, telah meningkatkan ekspor besi baja 18 kali lipat. Tahun 2014, hanya sekitar Rp 16 triliun, tapi di tahun 2021 meningkat menjadi Rp 306 triliun. Di akhir tahun 2022 ini, dia berharap hilirasasi nikel bisa mencetak ekspor senilai Rp 440 triliun.
"Selain penerimaan pajak, devisa negara juga naik, sehingga kurs rupiah lebih stabil," ujarnya.
Sekarang ini, kata kepala negara, Indonesia telah menjadi produsen kunci dalam rantai pasok baterai litium global. Produsen mobil listrik dari Asia, Eropa, dan Amerika ikut berinvestasi di Indonesia. Setelah nikel, pemerintah juga akan mendorong hilirisasi bauksit, hilirisasi tembaga, dan timah.
Menurut Jokowi, Indonesia harus membangun ekosistem industri di dalam negeri yang terintegrasi, yang akan mendukung pengembangan ekosistem ekonomi hijau dunia.
Selain hilirisasi, kata Jokowi, optimalisasi sumber energi bersih dan ekonomi hijau harus terus ditingkatkan. Persemaian dan rehabilitasi hutan tropis dan hutan mangrove, serta rehabilitasi habitat laut, akan terus dilakukan, dan akan menjadi potensi besar penyerap karbon.
HENDARTYO HANGGI | MOH KHORY ALFARIZI
Baca: Jokowi Beberkan Penyebab RI Tak Impor Beras Konsumsi 3 Tahun Terakhir
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini