Ekonom Menilai Inflasi Bahan Makanan Indonesia Sudah Mengkhawatirkan

Minggu, 14 Agustus 2022 22:18 WIB

Aktivitas pedagang di Pasar Rawamangun, Jakarta, Senin, 23 Mei 2022. Komoditas bawang, cabai, gula, dan telur ayam mengalami tren kenaikan dalam satu minggu terakhir. TEMPO/Muhammad Hidayat

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengungkapkan inflasi bahan makanan atau volatile food Indonesia cukup menghawatirkan. Dia menuturkan inflasi bahan makanan sampai Juli 2022 secara year on year (yoy) menembus 11 persen.

Angka tersebut lebih tinggi dari inflasi umum yang hampir mencapai 5 persen. "Jadi ini harus sangat diperhatikan," ujarnya kepada Tempo, Ahad, 14 Agustus 2022.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyebutkan saat ini 62 negara yang menuju krisis pangan akibat kondisi dunia saat ini. Salah satu faktor terbesar adalah ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina.

Menurutnya, Indonesia akan terpengaruh lantaran masih bergantung pada impor gandum dari kedua negara tersebut. Ia bahkan memprediksi harga mi instan naik tiga kali lipat lantaran bergantun pada impor gandum sebagai bahan dasarnya.

Sebagai negara pengimpor gandum terbesar di dunia, menurut Bhima, masalah yang dihadapi bukan hanya inflasi saja tapi juga kenaikan garis kemiskinan.

Advertising
Advertising

Bhima berujar jika misalnya harga mi instan naik tiga kali lipat seperti proyeksi Syahrul maka jumlah orang miskin baru nantinya akan naik, karena garis kemiskinan bakal menyesuaikan lebih tinggi lagi. "Yang sebelumnya masyarakat termasuk ke kelas menengah rentan, kata dia, bisa jadi masuk ke kategori miskin baru," ujarnya.

Menurutnya, ada tiga cara untuk mengatasi atau setidaknya memitigasi krisis pangan ini. Pertama, mengamankan stok bahan pangan impor, yaitu dengan melakukan diplomasi dagang dengan negara-negara pemasok utama Indonesia agar Indonesia mendapat prioritas.

Kedua, mendorong subtitusi. Namun walaupun banyak subtitusi, ia mengingatkan soal produksinya, apakah bisa dikejar dalam waktu singkat. Misalnya, kebutuhan akan insentif pupuk, lahan, dan lainnya.

"Jadi bahan makanan yang menjadi subtitusi itu perlu didorong fasilitas insentif pupuk karena sebelumnya insentif pupuk itu hanya untuk beberapa bahan pangan tertentu," ucapnya.

Selain insentif pupuk, hal penting dalam jangka panjang adalah memperluas lahan panen lalu mendorong infrastruktur irigasi dan regenerasi petani dengan serius.

"Jadi ini harus sangat diperhatikan," ujarnya.

Sebelumnya Direktur Serealia Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Ismail Wahab pun mengatakan krisis pangan tidak bisa Indonesia hindari. Salah satu faktornya adalah ketergantungan Indonesia pada impor sejumlah komoditas pangan yang masih besar.

Menurutnya, Indonesia harus berancang-ancang sebelum krisis pangan terjadi. Hal itu lantaran sejumlah negara telah membatasi ekspor berbagai komoditas untuk pemenuhan domestik negaranya masing-masing.

"Banyak komoditas yang kita butuhkan namun masih bergantung pada impor," ujarnya dalam diskusi daring di Jakarta pada Selasa, 9 Agustus 2022.

Ia berujar produksi pangan di Indonesia terutama untuk bahan pokok tetap harus tersedia dan harus surplus. Terutama pasokan gandum, jagung, dan kedelai karena tiga bahan pokok itu menurutnya masih sangat bergantung pada impor.

RIANI SANUSI PUTRI

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

Berita terkait

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

2 jam lalu

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

Sri Mulyani menyebut perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini bakal relatif stagnan dengan berbagai risiko dan tantangan yang berkembang.

Baca Selengkapnya

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

5 jam lalu

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

BI menyebut inflasi IHK pada April 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,51 persen, yakni 0,25 persen mtm.

Baca Selengkapnya

Rupiah Menguat di Angka Rp 16.088

7 jam lalu

Rupiah Menguat di Angka Rp 16.088

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di angka Rp 16.088 pada perdagangan akhir pekan ini.

Baca Selengkapnya

Sektor Manufaktur Masih Ekspansif dan Inflasi Terkendali

11 jam lalu

Sektor Manufaktur Masih Ekspansif dan Inflasi Terkendali

Sektor manufaktur tunjukan tren kinerja ekspansif seiring Ramadhan dan Idul Fitri 2024. Sementara itu, inflasi masih terkendali.

Baca Selengkapnya

BPS: Inflasi Indonesia Mencapai 3 Persen di Momen Lebaran, Faktor Mudik

1 hari lalu

BPS: Inflasi Indonesia Mencapai 3 Persen di Momen Lebaran, Faktor Mudik

Badan Pusat Statistik mencatat tingkat inflasi pada momen Lebaran atau April 2024 sebesar 3 persen secara tahunan.

Baca Selengkapnya

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

3 hari lalu

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

Kurs rupiah dalam perdagangan hari ini ditutup melemah 4 poin ke level Rp 16.259 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Guru Besar IPB Ungkap Keunggulan Pendekatan Metabolomik untuk Deteksi Kehalalan Pangan

3 hari lalu

Guru Besar IPB Ungkap Keunggulan Pendekatan Metabolomik untuk Deteksi Kehalalan Pangan

Metode-metode analisis pangan halal yang telah dikembangkan selama ini memiliki keterbatasan.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

7 hari lalu

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tensi geopolitik di Timur Tengah cenderung meningkat dan menjadi fokus perhatian para pemimpin dunia. Ia menegaskan kondisi ini mempengaruhi beberapa dampak ekonomi secara signifikan.

Baca Selengkapnya

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

7 hari lalu

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya

BI Naikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25 Persen, Perry Warjiyo: Untuk Perkuat Stabilitas Rupiah

9 hari lalu

BI Naikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25 Persen, Perry Warjiyo: Untuk Perkuat Stabilitas Rupiah

BI akhirnya menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 6,25 persen. Apa alasan bank sentral?

Baca Selengkapnya