Bos OJK Beri Sinyal Restrukturisasi Kredit Diperpanjang Lagi

Senin, 1 Agustus 2022 19:39 WIB

Logo OJK. wikipedia.org

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar memberikan sinyal memperpanjang kembali masa relaksasi kredit perbankan. Namun, ke depan, restrukturisasi kredit ini hanya diberikan untuk sektor usaha tertentu.

Mahendra menjelaskan, restrukturisasi kredit awalnya merupakan salah satu langkah pemerintah untuk mengantisipasi dampak pandemi Covid-9 terhadap dunia usaha. Namun saat ini sektor usaha atau industri tertentu masih menghadapi risiko serupa, yakni stagflasi global.

"Jadi ini bukan semata hanya terkait dengan krisis pandemi yang insya Allah kondisi terberatnya bertahap kita lalui, namun juga dalam konteks menjaga risiko dampak stagflasi global," kata Mahendra saat konferensi pers hasil rapat berkala KSSK di Jakarta, Senin, 1 Agustus 2022.

Mahendra menjelaskan, setelah pagebluk mereda, penerima manfaat restrukturisasi kredit, baik dilihat dari sisi jumlah maupun nilai debiturnya, terus menurun. Begitu juga dengan kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) dari kredit yang direstrukturisasi, trennya terus membaik.

"Sedangkan rasio CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai) yang diperuntukan bagi restrustrukturisasi sebaliknya terus meningkat. Jadi kapasitas di perbankan untuk melakukan hal itu terus membaik," ucap mantan Wakil Menteri Luar Negeri itu.

Advertising
Advertising

Berdasarkan masing-masing sektor ekonomi, kata dia, sebagian besar penerima insentif sudah berada jauh di bawah proporsi ambang batas untuk menentukan butuh tidaknya sebuat entitas melanjutkan restrukturisasi kredit. Ambang batas itu sebesar 20 persen.

"Penurunan yang tajam itu terjadi untuk sektor perdangangan, manufaktur, konstruksi, bahkan transportasi, komunikasi, dan pertanian, maupun sektor lainnya," ucap Mahendra.

Kendati begitu, karena kondisi perekonomian gelobal saat ini masih dipengaruhi risiko stagflasi, Mahendra melihat masih ada beberapa sektor kredit yang memerlukan program relaksasi. Sektor itu adalah akomodasi serta makanan dan minuman.

"Jadi ini yang sorotan bagaimana melihat kondisi di sektor tadi itu terutama juga dalam rangka memitigasi risiko dampak stagflasi global. Ini yang masih terus kami dalami kajiannya dan risikonya," tutur Mahendra.

Jika nanti program restrukturisasi diputuskan untuk kembali diperpanjang, fokus utama OJK adalah sektor-sektor yang telah ditargetkan. Dengan demikian, skema pemberian restrukturisasi kredit pun berbeda dengan program sebelumnya.

"Jadi betul-betul yang dibutuhkan, dalam konteks ini adalah fokus pada targeted sector. Jadi beda dengan saat awal atau puncak dari krisis pandemi di mana restrukturisasi kredit yang dilakukan berlaku untuk seluruh sektor," kata dia.

Rapat Dewan Komisioner OJK pada 2 September 2021 sebelumnya memutuskan untuk memperpanjang masa relaksasi kredit perbankan selama satu tahun dari 31 Maret 2022 menjadi 31 Maret 2023. Perpanjangan restrukturisasi kredit ini juga berlaku bagi BPR dan BPRS.

Baca juga: Inflasi Tahunan Juli 4,94 Persen, BPS: Andil Terbesar dari Makanan, Minuman dan Tembakau

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Berita terkait

OJK Sebut belum Terima Permohonan Merger BTN Syariah dan Bank Muamalat

5 jam lalu

OJK Sebut belum Terima Permohonan Merger BTN Syariah dan Bank Muamalat

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan belum menerima permohonan merger BTN Syariah dan Bank Muamalat.

Baca Selengkapnya

OJK Ungkap Alasan Kredit Macet di BPR

6 jam lalu

OJK Ungkap Alasan Kredit Macet di BPR

OJK mengungkap alasan yang menyebabkan angka kredit macet yang tinggi pada Bank Perekonomian Rakyat (BPR).

Baca Selengkapnya

OJK Ungkap Empat Kebijakan Strategis POJK Baru tentang BPR dan BPRS

6 jam lalu

OJK Ungkap Empat Kebijakan Strategis POJK Baru tentang BPR dan BPRS

Otoritas Jasa Keuangan atau OJK ungkap kebijakan strategis POJK baru tentang BPR dan BPRS.

Baca Selengkapnya

Terkini: Penjelasan Wamendag Aturan Impor Tiga Kali Direvisi, Derita Warga Sekitar Smelter Nikel PT KFI

7 jam lalu

Terkini: Penjelasan Wamendag Aturan Impor Tiga Kali Direvisi, Derita Warga Sekitar Smelter Nikel PT KFI

Pemerintah telah merevisi kebijakan impor menjadi Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Wamendag sebut alasannya.

Baca Selengkapnya

Progres Merger BTN Syariah dan Muamalat: Belum Diproses OJK dan Ditolak MUI

8 jam lalu

Progres Merger BTN Syariah dan Muamalat: Belum Diproses OJK dan Ditolak MUI

Bagaimana kelanjutan rencana merger BTN Syariah dengan Bank Muamalat, ketika OJK belum memproses dan MUI menolaknya?

Baca Selengkapnya

OJK Ungkap Potensi Kredit Bermasalah Perbankan usai Relaksasi Restrukturisasi Pandemi Dihentikan

10 jam lalu

OJK Ungkap Potensi Kredit Bermasalah Perbankan usai Relaksasi Restrukturisasi Pandemi Dihentikan

OJK mengungkap prediksi kredit bermasalah perbankan.

Baca Selengkapnya

Doomscrolling Pertama Kali Muncul Pada Awal Pandemi Covid-19, Berdampak bagi Kesehatan Mental

14 jam lalu

Doomscrolling Pertama Kali Muncul Pada Awal Pandemi Covid-19, Berdampak bagi Kesehatan Mental

Doomscrolling mengacu pada kebiasaan terus-menerus menelusuri berita buruk atau negatif di media sosial atau internet, sering untuk waktu yang lama.

Baca Selengkapnya

Pencabutan Izin Usaha Paytren Dinilai Menyelamatkan Lebih Banyak Calon Investor

1 hari lalu

Pencabutan Izin Usaha Paytren Dinilai Menyelamatkan Lebih Banyak Calon Investor

Ekonom Nailul Huda menilai langkah OJK mencabut izin PT Paytren Manajemen Investasi sudah tepat.

Baca Selengkapnya

Kasus Hilangnya Dana Nasabah di Bank BTN, OJK Sebut Bank Harus Bertanggung Jawab jika Terbukti Ada Kesalahan

2 hari lalu

Kasus Hilangnya Dana Nasabah di Bank BTN, OJK Sebut Bank Harus Bertanggung Jawab jika Terbukti Ada Kesalahan

OJK merespons kasus BTN dan mengingatkan agar masyarakat berhati-hati saat berinvestasi.

Baca Selengkapnya

5 Hal Tentang Paytren, Bisnis Yusuf Mansur yang Sempat Hits Kini Disanksi OJK

3 hari lalu

5 Hal Tentang Paytren, Bisnis Yusuf Mansur yang Sempat Hits Kini Disanksi OJK

Pada 13 Mei 2024 PayTren milik Yusuf Mansur harus merelakan izin usahanya dicabut oleh OJK karena melanggar sejumlah aturan Pasar Modal.

Baca Selengkapnya