Antisipasi Kekurangan Gizi, Moeldoko: Diversifikasi Pangan dengan Tanam Sorgum di NTT
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 1 Agustus 2022 16:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko mengklaim pemerintah telah bekerja keras untuk mengantisipasi terjadinya krisis pangan akibat perubahan iklim dan geopolitik global. Sejumlah langkah yang bisa dilakukan adalah melakukan diversifikasi pangan, optimalisasi pupuk bersubsidi agar tepat sasaran, hingga kebijakan politik anggaran untuk ektensifikasi lahan-lahan pertanian.
"Untuk diversifikasi pangan, saya sudah mengawali menanam sorgum di NTT," ujar Moeldoko dalam keterangan resmi, Senin, 1 Agustus 2022. "Ternyata dalam kondisi yang kering, sorgum bisa tumbuh dengan subur. Nah, kita perlu mencari altrnatif-alternatif pangan baru untuk menggantikan beras."
Ia mengaku telah banyak mendengar dan menampung aspirasi pemangku kepentingan terkait upaya peningkatan produktivitas pangan. Beberapa di antaranya mulai dari upaya memudahkan perizinan pengembangan varietas benih baru, penyelesaian konflik lahan-lahan pertanian dan perkebunan, serta optimalisasi Koperasi Unit Desa (KUD) untuk mengatasi permainan tengkulak.
Moeldoko juga meminta seluruh elemen masyarakat mulai mempersiapkan diri dengan meningkatkan produktivitas di sektor pertanian dan melakukan diversifikasi pangan. Apalagi dunia kini dihadapkan dengan tantangan kekurangan gizi.
Ia mengungatkan agar Indonesia tidak jatuh dalam krisis pangan seperti yang kini mulai terjadi di beberapa negara. Sebagai contoh, kata Moeldoko, 19 juta orang di dunia kini mengalami kurang gizi.
"Lalu 394 juta masyarakat global sedang kesulitan dalam sektor pangan. Menghadapi situasi ini kita ngapain? Ini yang harus kita cari solusinya,” tuturnya.
Saat ini, kata Moeldoko, ketersediaan pangan di dalam negeri masih sangat baik. Bahkan, dalam 3 tahun terakhir, produktivitas di sektor pertanian terutama pada komoditas beras mengalami surplus sehingga kebutuhan konsumsi nasional tercukupi.
<!--more-->
Namun demikian, menurut dia, Indonesia lengah. Apalagi situasi dunia terus berubah sangat cepat seperti perubahan iklim dan cuaca serta kondisi geopolitik global.
"Perubahan iklim dan cuaca bisa menyebabkan kondisi gagal panen. Perubahan geopolitik global, bisa membuat negara-negara produsen komoditas pangan menghentikan ekspornya, dan menyebabkan kenaikan harga energi sehingga terjadi konversi dari makanan menuju energi karena kebutuhan kapital," ucap Moeldoko.
Ketua Umum HKTI ini juga menilai saat ini Indonesia masih diuntungkan oleh kondisi iklim dan cuaca, di mana fenomena La Nina atau fenomena curah hujan tinggi yang terjadi saat ini berdampak positif pada sektor pertanian. Sebab, dengan begitu, petani tidak mengalami gagal panen.
Tapi di sisi lain, Indonesia juga terkena dampak terjadinya geopolitik global seperti konflik Rusia-Ukraina dan persoalan politik di Belarus yang membuat Indonesia tidak bisa mengimpor gandum. Padahal kebutuhan impor gandum Indonesia sebesar 30 persen di sana.
Moeldoko menyebutkan persoalan politik di Belarus membuat Indonesia harus mengimpor pupuk dari negara lain dengan harga lebih tinggi. "Belum lagi kenaikan harga minyak dunia yang membuat situasi semakin sulit. Ini tantangan dan harus kita cari solusinya."
BISNIS
Baca: Warga Diteror Usai Kritik Pemblokiran PSE, Johnny Plate: Teror Bagaimana, Kominfo yang Diteror
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.