Sri Mulyani Sebut Belanja Negara Mencapai Rp1.243,6 Triliun, Ini Rinciannya
Reporter
Eka Yudha Saputra
Editor
Martha Warta Silaban
Rabu, 27 Juli 2022 18:58 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan belanja negara mencapai Rp1.243,6 triliun atau sudah membelanjakan 40 persen dari total belanja negara APBN.
Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) tercatat telah mencapai Rp392,8 triliun atau 41,5 persen terhadap APBN. Belanja Kementerian/Lembaga dimanfaatkan untuk belanja pegawai termasuk THR, kegiatan operasional K/L, pengadaan peralatan atau mesin, jalan, jaringan, irigasi, serta penyaluran berbagai bansos ke masyarakat.
Sementara itu, belanja non-Kementerian/Lembaga mencapai Rp483,7 triliun atau 35,7 persen terhadap APBN. Belanja non-K/L ini didukung oleh penyaluran subsidi, kompensasi BBM, dan pembayaran pensiun termasuk THR, serta jaminan kesehatan ASN.
“Adapun transfer ke daerah dan dana desa mencapai Rp367,1 triliun atau 45,6 persen terhadap total transfer yang akan kita lakukan tahun ini,” kata Sri Mulyani dalam paparan konferensi pers APBN KiTA, Rabu, 27 Juli 2022.
Ia mengatakan pemerintah juga sudah membelanjakan pembiayaan investasi sebesar Rp48 triliun, terutama untuk berbagai proyek K/L, khususnya dalam penyelesaian proyek strategis nasional dan pembiayaan sektor perumahan.
“Realisasi belanja pegawai K/L sampai semester I sebesar Rp121,9 triliun. Ini lebih kecil dari Juni tahun lalu yang mencapai Rp123,6 triliun karena kita menggeser pembayaran gaji ke-13 ke Juli,” katanya.
Sri Mulyani menuturkan anggaran untuk gaji dan tunjangan THR akan mengalami kenaikan tahun ini karena tahun ini THR dan gaji ke-13 diberikan dengan 50 persen tunjangan kinerja.
Sementara untuk belanja barang yang berkaitan dengan Covid-19 atau belanja barang PC-PEN mengalami penurunan Rp51,5 triliun menjadi Rp37 triliun. Akan tetapi, belanja barang lain yang nom-Covid belum mengalami kenaikan atau dari Rp126,8 triliun tahun lalu ke Rp105,9 triliun.
“Untuk belanja PC-PEN sendiri terutama untuk klaim pasien, vaksin, insentif nakes, terutama untuk belanja yang berhubungan Kementerian Kesehatan, itu mengalami penurunan yang cukup drastis,” kata dia.
Selanjutnya baca belanja rutin perawatan alutsista<!--more-->
Sementara untuk belanja rutin seperti perawatan alutsista dan pengelolaan barang milik negara oleh Kementerian Pertahanan masih relatif stabil di Rp16,8 triliun. Selain itu, belanja biodiesel juga mengalami penurunan karena harga minyak yang sangat tinggi sehingga belanja biodiesel relatif ditahan.
“Untuk belanja barang inu secara total mengalami negative gross sebesar 23 persen. Ini juga termasuk salah satunya belanja barang di K/L terutama untuk kegiatan karena masih banyak K/L melakukan kegiatan dengan zoom,” katanya.
Adapun belanja modal mengalami kenaikan dibandingkan apple to apple, yakni belanja yang tidak terdampak oleh pandemi. Tahun lalu pemerintah melakukan carry over atau luncuran belanja modal karena pada 2020 pemerintah mengurangi belanja akibat fokus pada pandemi.
“Sehingga pada 2021 ada Rp18,5 triliun. Namun di 2022 tidak lagi ada luncuran belanja modal karena sudah mulai mengikuti ritme normal lagi,” terangnya.
Oleh karena itu, lanjut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, belanja modal semuanya dalam kondisi normal mencapai Rp56,8 triliun. Akan tetapi karena tahun lalu ada luncuran, maka kenaikan belanja modal dibanding situasi normal menunjukkan pertumbuhan negatif atau -20,8 persen.
“Kalau kita lihat belanja modal itu fokusnya terutama untuk pembangunan infrastruktur, jaringan jalan, irigasi, dan juga untuk gedung bangunan, serta peralatan mesin terutama bagi TNI dan Polri,” katanya.
Untuk belanja non-K/L terbesar pada kompensasi dan subsidi. Kompensasi yang awalnya disediakan APBN sebesar Rp18,5 triliun ditambah Rp275 triliun dengan persetujuan DPR RI dan tercantum dalam Perpres Nomor 98 Tahun 2022. Dari Rp293,5 triliun ini. pemerintah sudah membayar kompensasi sebesar Rp104,8 triliun.
“Ini jauh lebih besar dari anggaran semula karena kita mau menahan kenaikan harga listrik, minyak, dan gas agar tidak diteruskan ke masyarakat. Kalo dilepas ke masyarakat itu akan mengguncang dari sisi inflasi,” kata Sri Mulyani.
Baca Juga: Sri Mulyani: Rasio Utang Indonesia Lebih Rendah Dibanding Negara Maju
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.