Bos IMF Ingatkan RI soal Kebijakan Subsidi: Jangan ke Orang Kaya, tapi Fokus ke ...
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 18 Juli 2022 11:03 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional atau IMF Kristalina Georgieva menyoroti kebijakan subsidi yang diambil pemerintah Indonesia yang memungkinkan orang kaya dapat turut menikmatinya. Padahal, menurut dia, agar perekonomian dapat tumbuh optimal di masa sulit, subsidi harus berfokus menyasar masyarakat miskin dan rentan.
Georgieva menyebutkan pemberian subsidi secara umum sehingga siapapun bisa menikmatinya terlihat dari bagaimana setiap orang bisa membeli bahan bakar minyak (BBM) dan liquid petroleum gas (LPG) 3 kilogram bersubsidi, termasuk orang kaya.
"Sangat penting bagi kebijakan fiskal Indonesia untuk tetap fokus dalam memberikan bantuan dengan sasaran yang tepat, bukan dengan memberikan subsidi kepada semua orang termasuk yang kaya, tetapi fokus kepada mereka yang sangat membutuhkan," ujar Georgieva, Ahad, 17 Juli 2022.
Akibatnya, kata Georgieva, penyaluran subsidi yang berlaku umum tersebut menimbulkan beban anggaran yang terlalu besar. Imbasnya, belanja itu mendorong kenaikan inflasi atau push-inflation.
Hal itu disampaikan oleh Georgieva ketika mengunjungi pusat perbelanjaan Sarinah. Kedatangannya ke pusat belanja itu bersama Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno.
Lebih jauh ia Georgieva menilai Indonesia berhasil mencatatkan kinerja perekonomian yang baik ketika pandemi Covid-19, tercermin dari catatan pertumbuhan ekonomi yang terjaga positif. Ia yakin hal ini pertumbuhan ekonomi tersebut terus meningkat bila penyaluran subsidi berjalan lebih baik.
Dalam kesempatan itu, Georgieva juga menilai kebijakan Indonesia dalam melakukan burden sharing, melalui kerja sama antara pemerintah dengan Bank Indonesia, adalah langkah yang tepat karena efektif menjaga kondisi perekonomian dari tekanan global.
Tak hanya itu, Georgieva juga menyampaikan bahwa IMF tidak melihat adanya potensi resesi global terjadi pada tahun ini ataupun tahun depan di tengah ketidakpastian geopolitik, salah satunya akibat perang antara Rusia dengan Ukraina.
Selanjutnya: Bos IMF beberkan dampak potensi resesi global ke Indonesia.
<!--more-->
"Kabar baiknya di baseline skenario, kami tidak (ada) ekspektasi resesi global terjadi pada 2022 atau 2023 di seluruh dunia. Namun, resesi mungkin terjadi di negara-negara seperti Rusia dan Ukraina," katanya.
Saat ini, menurut Georgieva, kondisi ekonomi global memang menghadapi tekanan yang sangat besar akibat tingginya harga komoditas, inflasi yang terus menanjak, serta risiko pembengkakan utang. Imbasnya, IMF akan kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global dua pekan mendatang.
Lalu, bagaimana dampaknya ke perekonomian Indonesia?
Georgieva menyebutkan saat ini risiko terhadap perekonomian Indonesia berasal dari tekanan luar negeri, bukan dari dalam negeri. Sebab, fundamental dan kinerja ekonomi Indonesia sejauh ini yang berjalan baik.
Namun begitu, Indonesia dapat turut terpengaruh oleh berbagai tekanan dan gejolak yang ada, terutama tingginya inflasi yang memacu banyak bank sentral menaikkan suku bunga. Saat ini tingkat inflasi Indonesia terbilang masih rendah dari kondisi negara-negara lainnya karena masih cukup dekat dengan harapan pemerintah, yakni di kisaran 4 persen.
"Kondisi itu bisa terjadi di antaranya karena bauran kebijakan fiskal dan moneter, oleh pemerintah dan Bank Indonesia," tutur Georgieva.
Indonesia, menurut dia, juga masih menuai berkah dari tingginya harga komoditas karena merupakan eksportir batu bara dan crude palm oil (CPO). Namun demikian, Indonesia tetap menanggung besarnya beban subsidi akibat harga minyak global yang membengkak.
"Fundamental ekonomi Indonesia ada dalam kondisi baik, sehingga mampu menjaga perekonomian tumbuh di rentang 5 persen. Kami berharap negara ini bisa menyelesaikan tahun ini dengan pertumbuhan ekonomi yang baik. Kami juga berharap pertumbuhan yang positif tahun depan," ujar bos IMF tersebut.
BISNIS
Baca: Rekam Jejak Proyek Istaka Karya, BUMN yang Resmi Berstatus Pailit
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.