Ekonom Ini Sebut Kenaikan Harga Pertamax dan Elpiji Nonsubsidi Langkah Tepat, Kenapa?
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 12 Juli 2022 13:27 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas LPG non-subsidi merupakan langkah yang tepat. Menurut dia, kenaikan harga Pertamax dan elpiji 12 kilogram, dan Bright Gas dapat mengurangi beban anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
"Ya saya kira sebagai salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi beban APBN. Untuk subsidi dan kompensasi saya kira rencana untuk menaikan pertamax ke atas dan LPG non-subsidi menurut saya ini langkah yang tepat," ujarnya saat dihubungi, Senin, 11 Juli 2022.
Fahmy menuturkan konsumen Pertamax merupakan orang kaya dengan mobil-mobil mewah yang seharusnya menggunakan jenis BBM Pertamax. Demikian pula dengan elpiji non-subsidi, konsumennya mayoritas adalah rumah tangga menengah ke atas dengan jumlah yang relatif sedikit.
Misalnya harga BBM jenis Pertamax dinaikkan, kata dia, kemungkinan proporsinya kurang dari 5 persen terhadap laju inflasi. Sehingga, kebijakan itu tak lantas memicu lonjakan inflasi.
"Kenaikan BBM non-subsidi, kenaikan LPG non-subsidi ini, punya kontribusi inflasi tetapi kecil. Hampir tidak berpengaruh. Maka saya katakan ini cukup tepat dan realistis," tuturnya.
Sementara itu, harga Pertamax sendiri masih di bawah harga pasar yaitu Rp 12.500 per liter. Jika kenaikan harga tidak terlalu besar, menurutnya kebijakan ini justru akan mendorong migrasi konsumen dari Pertalite ke Pertamax secara sukarela.
"Menurut saya itu juga tepat, karena ini akan mendorong migrasi secara sukarela dari konsumen Pertalite ke Pertamax, kalo selisihnya enggak terlalu besar," ucapnya.
<!--more-->
Adapun PT Pertamina Patra Niaga menaikkan harga gas atau LPG non-subsidi, seperti Bright Gas sejak 10 Juli 2022. Kenaikan berkisar Rp 2.000 per kilogram.
"Seluruh penyesuaian harga di angka sekitar Rp 2.000 baik per liter untuk BBM dan per kiligram untuk LPG. Harga ini masih sangat kompetitif dibandingkan produk dengan kualitas setara," ujar Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting pada Ahad, 10 Juli 2022.
Namun Irto memastikan harga LPG 3 kilogram atau gas melon tidak mengalami kenaikan. Artinya, tidak ada perubahan harga untuk gas bersubsidi.
Ia berujar kenaikan harga gas mengacu pada tren harga contract price Aramco (CPA) yang masih tinggi pada Juli, yakni mencapai US$ 725 per metrik ton. Angka ini lebih tinggi sekitar 13 persen dari rata-rata CPA pada 2021.
Sebelumnya Pertamina telah memastikan akan menaikkan harga BBM jenis non-subsidi yang mencakup Pertamax Turbo atau RON 98, Pertamina Dex (CN 53), dan Dexlite (CN 51). Harga untuk Pertamax Turbo naik dari sebelumnya Rp 14.500 menjadi Rp 16.200 per liter.
Adapun harga Pertamina Dex naik dari Rp 13.700 menjadi Rp 16.500 per liter. Untuk harga Dexlite dari sebelumnya Rp 12.950 menjadi Rp 15 ribu per liter. Kenaikan harga ini berlaku untuk wilayah DKI Jakarta atau daerah dengan besaran pajak bahan kendaraan bermotor (PPKB) 5 persen.
RIANI SANUSI PUTRI | EKA YUDHA SAPUTRA
Baca: Cahaya Bintang Medan Gugat BCA Rp 54,83 Miliar, Begini Duduk Persoalannya
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.