Harga Minyak Dunia Melambung ke USD 104,97 per Barel, Rekor Tertinggi Sejak 2014
Reporter
Antara
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 2 Maret 2022 09:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak dunia melejit pada akhir perdagangan Selasa atau Rabu pagi WB hingga lebih dari 7 persen dan menembus level tertinggi sejak tahun 2014 silam. Minyak mentah berjangka jenis Brent untuk pengiriman bulan Mei mendatang tercatat melonjak US$ 7 atau 7,1 persen menjadi US$ 104,97 per barel.
Sedangkan harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman April naik US$ 7,69 atau 8 persen, menjadi US$ 103,41 per barel. Persentase kenaikan harian itu tercatat sebagai yang terbesar sejak November 2020.
Lonjakan harga minyak dunia itu dipicu oleh kesepakatan global untuk melepaskan cadangan minyak mentah yang ternyata gagal menenangkan kekhawatiran tentang gangguan pasokan dari invasi Rusia ke Ukraina. Keputusan itu malah semakin makin menimbulkan kekhawatiran kekurangan energi.
Anggota Badan Energi Internasional (IEA), yang meliputi Amerika Serikat dan Jepang, sebelumnya sepakat melepaskan 60 juta barel minyak mentah dari cadangan mereka. Hal ini dilakukan untuk meredam kenaikan tajam harga yang mendorong harga acuan utama melewati US$ 100 per barel.
Namun, penjualan 60 juta barel minyak mentah yang setara dengan konsumsi minyak dunia selama kurang dari satu hari tersebut hanya menambah ketakutan pasar bahwa pasokan tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat.
Dalam perdagangan intraday, Brent sempat mencapai rekor tertinggi sejak Juli 2014 dan WTI tertinggi sejak Juni 2014. Selain minyak mentah, minyak pemanas AS dan bensin berjangka juga mencapai tertinggi sejak 2014.
Sebelumnya, pada Selasa, 1 Maret 2022, langkah militer Rusia di Kyiv, ibu kota Ukraina, terhenti. Saat itu pasukan berjuang dan menghadapi tantangan logistik dasar, termasuk kekurangan makanan dan bahan bakar.
<!--more-->
John Kilduff, mitra di Again Capital di New York, menyatakan kenaikan harga minyak menunjukkan kekhawatiran pasar. Ia mengatakan para pedagang telah kecewa dengan besarnya pelepasan cadangan minyak mentah strategis.
Adapun sanksi yang dipimpin AS terhadap Rusia, meski sebagian besar tidak secara khusus menargetkan sektor energi, tetapi para pedagang cenderung menghindari perdagangan dengan Rusia. Mereka malah memperketat pasokan untuk jenis minyak mentah lainnya.
Perusahaan pelayaran terbesar di dunia, AP Moeller-Maersk A/S, telah menghentikan pergerakan peti kemas ke dan dari Rusia. Sedangkan Inggris telah melarang semua kapal dengan koneksi Rusia memasuki pelabuhannya.
Beberapa perusahaan minyak dan gas besar termasuk BP dan Shell PLC juga telah mengumumkan rencana untuk keluar dari operasi dan usaha patungan Rusia. Sedangkan TotalEnergies SA mengatakan tidak akan menginvestasikan modal lebih lanjut dalam operasinya di Rusia.
Adapun pemasok minyak global terbesar, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, belum memberi sinyal menggenjot produksi minyak hingga melebihi perkiraan kenaikan 400.000 barel per hari (bph) pada April mendatang. Hal ini tak kunjung disetujui walaupun ada permohonan dari Amerika Serikat dan lain-lain.
Sementara itu, pasar minyak mengabaikan prospek bearish dari peningkatan stok minyak mentah AS. Kalangan analis memperkirakan data AS terbaru akan menunjukkan peningkatan stok minyak mentah hingga 2,7 juta barel dalam seminggu hingga 25 Februari.
ANTARA
Baca: Usai Klarifikasi Soal Kuliahnya, Wirda Mansur Ajak Berbisnis di Milenial Anti Bokek
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.