Harga Minyak Jeblok ke USD 66,18, Akibat Kekhawatiran Bos Moderna soal Omicron

Rabu, 1 Desember 2021 08:01 WIB

Ilustrasi kilang minyak dunia. REUTERS/Chen Aizhu

TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak pada akhir perdagangan di Asia, Rabu pagi, 1 Desember 2021 jeblok. Anjloknya harga emas hitam itu disebut-sebut salah satunya karena imbas keraguan Bos Moderna akan kemanjuran vaksin Covid-19 terhadap varian virus Corona, Omicron.

Pernyataan ini sontak berdampak pada pasar keuangan. Hal itu pula yang memicu kekhawatiran tentang permintaan minyak.

Minyak mentah berjangka Brent turun US$ 2,87 atau 3,9 persen, menjadi US$ 70,57 per barel. Sebelumnya harga komoditas ini mencapai level terendah intraday di US$ 70,22 per barel, terendah sejak Agustus.

Adapun minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS ditutup turun US$ 3,77 atau 5,4 persen, menjadi US$ 66,18 per barel. WTI sebelumnya sempat turun ke terendah sesi di US$ 64,43 per barel, juga terendah sejak Agustus.

Per bulan ini, harga minyak turun paling tajam sejak Maret 2020, awal dari lockdown yang meluas karena pandemi. Minyak jenis Brent anjlok bulan ini sebesar 16,4 persen, sementara WTI terjun 20,8 persen.

Advertising
Advertising

Sebelumnya CEO Moderna Inc mengatakan kepada Financial Times bahwa vaksin Covid-19 tidak mungkin efektif melawan varian virus Corona, Omicron seperti halnya terhadap varian Delta.

Menanggapi hal ini, analis pasar minyak senior di Rystad Energy, Louise Dickson, menyebutkan ancaman terhadap permintaan minyak adalah suatu yang nyata. Gelombang penguncian lainnya dapat mengakibatkan hingga 3 juta barel per hari permintaan minyak hilang pada kuartal pertama 2022.

"Karena pemerintah memprioritaskan keselamatan kesehatan daripada rencana pembukaan kembali, yang sudah ada buktinya, dari Australia yang menunda pembukaannya kembali hingga di Jepang melarang pengunjung asing," kata Dickson.

Adapun pada Jumat pekan lalu, harga minyak anjlok sekitar 12 persen berbarengan dengan kejatuhan pasar lainnya di tengah kekhawatiran varian Omicron yang sangat bermutasi dan akan memicu lockdown baru dan mengurangi permintaan minyak global. Saat itu masih belum jelas seberapa parah varian baru tersebut.

<!--more-->

Kepala The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell mengatakan pihaknya bakal membahas percepatan pengurangan pembelian obligasi skala besar pada pertemuan kebijakan berikutnya, di tengah ekonomi yang kuat dan ekspektasi bahwa lonjakan inflasi akan bertahan hingga pertengahan tahun depan.

Usai pernyataan itu, harga minyak, terutama minyak mentah berjangka AS, turun bersama indeks-indeks utama saham AS, yang turun lebih dari 1,0 persen. Premi pada kontrak berjangka minyak mentah acuan untuk pemuatan dalam satu bulan di atas kontrak untuk pemuatan dalam waktu enam bulan-metrik yang diawasi ketat oleh pedagang - menyempit secara dramatis pada Selasa, 30 November 2021 kemarin.

Semakin tinggi premi pada kontrak pemuatan bulan depan dibandingkan kontrak pemuatan kemudian, struktur pasar yang dikenal sebagai backwardation, semakin kuat pandangan bahwa pasar mengalami defisit pasokan. Adapun backwardation adalah kondisi pasar di mana harga kontrak berjangka atau berjangka komoditas diperdagangkan di bawah harga spot yang diharapkan pada saat kontrak jatuh tempo.

Backwardation enam bulan Brent menyempit menjadi sekitar US$ 1,5 per barel, terendah sejak Maret. Adapun, backwardation enam bulan WTI turun menjadi sekitar US$1,90 per barel, terendah sejak September.

Hal tersebut juga meningkatkan ekspektasi bahwa Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak, Rusia dan sekutu mereka, bersama-sama disebut OPEC+, akan menunda rencana untuk menambah 400.000 barel per hari (bph) untuk memasok pada Januari.

"Kami pikir grup akan condong ke arah jeda kenaikan produksi mengingat varian Omicron dan pelepasan stok minyak oleh konsumen minyak utama," kata analis komoditas Commonwealth Bank Vivek Dhar dalam sebuah catatan.

Adapun tekanan sudah meningkat di dalam OPEC+ untuk mempertimbangkan kembali rencana pasokannya setelah rencana pelepasan cadangan minyak mentah darurat minggu lalu oleh Amerika Serikat (AS) dan negara-negara konsumen minyak utama lainnya guna mengatasi kenaikan harga.

Sementara itu, analis OANDA Edward Moya dalam sebuah catatan menyatakan, rilis cadangan minyak strategis global dan pengumuman lusinan negara yang membatasi perjalanan, ditambah OPEC dan sekutunya dapat dengan mudah membenarkan penghentian produksi atau bahkan sedikit pengurangan stok minyak. Hal-hal itu yang diperkirakan bakal signifikan mempengaruhi harga minyak mentah.

BISNIS

Baca: Jokowi Sebut Belum Impor Beras Sama Sekali Tahun Ini: Posisi Stok Sangat Baik

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Harga Minyak Dunia Turun, Analis: Gara-gara Cadangan Minyak AS Melimpah

1 hari lalu

Harga Minyak Dunia Turun, Analis: Gara-gara Cadangan Minyak AS Melimpah

Cadangan minyak Amerika Serikat (AS) mengalami peningkatan sebesar 7,3 juta barel pada pekan yang berakhir pada 26 April 2024.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

1 hari lalu

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

Sri Mulyani menyebut perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini bakal relatif stagnan dengan berbagai risiko dan tantangan yang berkembang.

Baca Selengkapnya

Rupiah Ditutup Menguat ke Level Rp16.185, Analis: The Fed Membatalkan Kenaikan Suku Bunga

2 hari lalu

Rupiah Ditutup Menguat ke Level Rp16.185, Analis: The Fed Membatalkan Kenaikan Suku Bunga

Data inflasi bulan April dinilai bisa memberikan sentimen positif untuk rupiah bila hasilnya masih di kisaran 3,0 persen year on year.

Baca Selengkapnya

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

4 hari lalu

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

Kurs rupiah dalam perdagangan hari ini ditutup melemah 4 poin ke level Rp 16.259 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

8 hari lalu

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

Isy Karim mengatakan Kemendag akan memperjuangkan utang selisih harga minyak goreng yang tersendat sejak awal 2022.

Baca Selengkapnya

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

8 hari lalu

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

Menteri Keuangan Sri Mulyani bisa melakukan penyesuaian anggaran subsidi mengikuti perkembangan lonjakan harga minyak dunia.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

8 hari lalu

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tensi geopolitik di Timur Tengah cenderung meningkat dan menjadi fokus perhatian para pemimpin dunia. Ia menegaskan kondisi ini mempengaruhi beberapa dampak ekonomi secara signifikan.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

9 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

9 hari lalu

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

Analis Ibrahim Assuaibi, memperkirakan rupiah hari ini fluktuatif dan akan ditutup menguat pada rentang Rp 16.150 sampai Rp 16.220 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

9 hari lalu

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya