Beda Buruh dan Pengusaha Soal Dampak UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat
Reporter
Bisnis.com
Editor
Kodrat Setiawan
Sabtu, 27 November 2021 05:35 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Buruh dan pengusaha berbeda pendapat soal dampak putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat terhadap penetapan upah minimum. Buruh menilai pemerintah daerah harus mencabut penetapan upah minimum kota (UMK) dan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2022, sedangkan pengusaha menganggap sebaliknya.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal meminta seluruh kepala daerah yang telah menetapkan upah minimum kota (UMK) dan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2022 mencabut peraturannya sebagai dampak dari UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat.
“Oleh karena itu, bagi gubernur yang telah menetapkan UMP dan UMK 2022 harus dicabut, direvisi, karena MK menyatakan tidak boleh dipake. Ditangguhkan. Sampai ada perbaikan paling lama 2 tahun,” ujar Said Iqbal dalam keterangannya secara virtual di Channel Youtube Bicaralah Buruh, Jumat, 26 November 2021.
Menurut Said, gubernur dan wali kota/bupati tidak boleh menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 dan Surat Edaran (SE) Nomor M/11/HK.04/2020 terkait upah minimum tahun 2021. Sebab hal tersebut dinilai sudah tidak berlaku lagi.
“Kepada bupati/wali kota tidak perlu tunduk lagi kepada surat edaran menaker, walaupun kami tahu bupati/walikota diintimidasi jika tidak mau mengikuti Surat Edaran Menaker atau PP Nomor 78. Sudah dinyatakan cacat,” tuturnya.
Oleh karena itu, lanjut Said Iqbal, penetapan UMP dan UMK harus kembali pada UU No. 13 Tahun 2003 dan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
“Poin nomor tujuh jelas, karena upah kata PP Nomor 36 adalah strategis dan keputusan MK No. 7 karena dia strategis harus ditangguhkan, maka penetapan UMP dan UMK di seluruh Indonesia adalah menggunakan undang-undang yang lama, yakni UU No. 13 tahun 2003 dan PP No. 78 Tahun 2012,” jelasnya.
<!--more-->
Sedangkan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani memastikan aturan soal upah minimum yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan akan tetap berlaku mesti ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Jadi pemohon 1 yang menggugat klaster ketenagakerjaan itu sudah ditolak oleh MK. Jadi kami ingin sampaikan PP 36/2021 itu akan efektif tetap berjalan. Jadi ini supaya kita meluruskan hal-hal yang jangan sampai nanti dinamika di lapangan itu memanas tapi tidak tahu substansinya apa. Ini kami perjelas," katanya dalam konferensi pers daring di Jakarta, Jumat.
Hariyadi menjelaskan gugatan ke MK dilayangkan pemohon 1 bernama Hakimi Irawan Bangkit Pamungkas terkait klaster ketenagakerjaan. Namun, berdasarkan amar putusan MK, gugatan tersebut ditolak.
Menurut Hariyadi, adanya putusan MK tersebut telah membuat suasana menjadi cukup dinamis. Pasalnya, PP 36/2021 yang mengatur tentang Pengupahan karena merupakan turunan UU Cipta Kerja itu pun diminta ditarik oleh rekan pekerja.
Padahal, aturan tersebut telah terbit pada Februari 2021, jauh sebelum putusan MK ditetapkan.
PP 36/2021 sendiri merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah rumus perhitungan upah buruh yang sebelumnya diatur dalam PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
<!--more-->
Pemerintah dan kepala daerah sudah menetapkan upah minimum tahun 2022 mengacu pada UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya, yaitu PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya menyatakan, bahwa pemerintah menghormati dan mematuhi putusan MK. Selain itu, dia menyampaikan putusan MK telah menyatakan bahwa UU Cipta Kerja masih tetap berlaku secara konstitusional sampai dengan dilakukan perbaikan.
"Sesuai dengan tenggang waktu yang ditetapkan oleh MK yaitu harus dilakukan perbaikan paling lama dua tahun sejak putusan dibacakan," kata dia dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kamis.
Dia menjelaskan, putusan MK juga menyatakan agar pemerintah tidak menerbitkan peraturan baru yang bersifat strategis sampai dilakukan perbaikan atas pembentukan UU cipta kerja. "Dengan demikian peraturan perundangan yang diberlakukan untuk melaksanakan UU Cipta Kerja tetap berlaku," katanya.
ANTARA
Baca juga: Bos Apindo Yakin Dampak Putusan MK Soal UU Cipta Kerja ke Investasi Tak Serius
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.