2022, PLN Kembangkan Pembangkit Energi Baru Terbarukan 1,19 Gigawatt
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 25 November 2021 22:33 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN akan mengembangkan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) berkapasitas hingga 1,19 gigawatt (GW) pada tahun depan. Hal tersebut dilakukan seiring dengan upaya pemerintah mempercepat transisi energi.
Direktur Mega Proyek dan EBT PLN Wiluyo Kusdwiharto menyatakan pengembangan beberapa proyek EBT pada tahun 2022 sesuai rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PLN 2021–2030.
“Dalam RUPTL kami berkomitmen bahwa penggunaan energi bersih akan lebih banyak. Langkah ini kami lakukan untuk mencapai karbon netral pada 2060,” kata Wiluyo dalam keterangan resmi, Kamis, 25 November 2021.
Pada tahun depan, PLN akan mengembangkan 21 proyek EBT di antaranya proyek PLTA/M yang tersebar di Sumatera, Sulawesi dan di Jawa. Adapun kapasitas terpasang PLTA/M mencapai 490 MW, serta proyek PLTP dengan total kapasitas 195 MW.
Untuk pengadaan proyek tersebut, perseroan membuka peluang kerja sama seluasnya dengan seluruh kalangan untuk mengembangkan pembangkit berbasis energi terbarukan.
PLN juga akan mengembangkan PLTBio yang tersebar di berbagai wilayah dengan kapasitas total hampir 20 MW. Perusahaan setrum itu juga berencana menggenjot penggunaan energi surya dengan PLTS di beberapa kepulauan. Adapun lokasi pembangkit surya juga termasuk program konversi PLTD 500 MW, serta pengembangan PLTB.
<!--more-->
Hingga akhir tahun 2021 ini, PLN ini akan menambah kapasitas terpasang dari PLTM sebanyak 13 proyek dengan total kapasitas 71,9 MW. Dua PLTA di Poso Peaker dan Malea di Sulawesi Selatan juga akan dikembangkan dengan kapasitas masing-masing 130 MW dan 90 MW.
“Kami juga membangun PLTBG yang sudah beroperasi pada tahun ini di Pasir Mandoge dan Arung Dalam dengan masing masing kapasitas 2 MW,” ucap Wiluyo.
PLN juga telah melakukan uji coba perdagangan emisi karbon di 26 unit PLTU. Perseroan berhasil memperdagangkan 42.455 ton CO2 dengan harga rata-rata Rp 30.000 atau US$ 2 per ton CO2.
Sejauh ini, perusahaan mencatat pembelian carbon credit dari PLTU sejumlah 4.500 ton CO2, dan pembelian unit karbon dari pembukuan penurunan emisi sejumlah 21.654 ton CO2. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta agar transisi energi segera dilakukan dengan meningkatkan porsi energi baru terbarukan (EBT) dalam bauran energi.
Wiluyo menjelaskan, Indonesia sebetulnya punya potensi EBT yang besar hingga mencapai 418 GW dari surya, panas bumi, bayu, sampai arus laut. "Ini semua bisa kita manfaatkan untuk sumber energi,” katanya.
Jokowi juga sudah mengingatkan agar pengembangan EBT di antaranya oleh PLN tidak membebani negara maupun masyarakat. Oleh karena itu, dia meminta agar proyek tersebut terencana dan dipastikan tersedia pendanaannya.
BISNIS
Baca: Sri Mulyani Sebut Defisit APBN Rp 548,9 T Lebih Baik dari Tahun Lalu, Kenapa?
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.