Menteri KLHK: Pembangunan Besar-besaran Tak Boleh Berhenti Atas Nama Deforestasi

Kamis, 4 November 2021 10:03 WIB

Menteri LHK Siti Nurbaya mengambil gambar saat jumpa pers terkait disahkannya UU Cipta Kerja di Kantor Kemenko Perekonomian di Jakarta, Rabu, 7 Oktober 2020. Jumpa pers yang diikuti juga secara virtual oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan Menteri ESDM Arifin Tasrif ini menjelaskan sekaligus menepis berbagai keraguan akan isi UU Cipta Tenaga Kerja yang beredar di masyarakat. Tempo/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) Siti Nurbaya mengatakan penghentian pembangunan atas nama nol deforestasi melawan mandat Undang-undang Dasar 1945. Sebab, pembangunan merupakan salah satu sasaran nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara sosial dan ekonomi.

“Karena itu pembangunan yang sedang berlangsung secara besar-besaran era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi,” ujar Siti Nurbaya saat menjelaskan pidatonya di Gasglow seperti ditulis dalam media sosial, Rabu, 3 November 2021.

Siti mengatakan Indonesia telah menegaskan komitmennya untuk mengendalikan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan. Salah satunya melalui forestry and other land use (FoLU) 2030. Namun, ia menegaskan FoLU net carbon sink 2030 tidak bisa diartikan sebagai zero deforestation.

Menurut Siti, hutan tetap harus dikelola. Namun pemanfaatannya sesuai dengan kaidah-kaidah berkelanjutan disertai pengendalian. Indonesia, kata Siti, menolak penggunaan terminologi deforestasi yang tidak sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia.

Terminologi deforestasi, kata dia, tidak dapat disamakan dengan negara lain seperti Eropa. “Harus ada compatibilty dalam hal metodologi bila akan dilakukan penilaian. Oleh karenanya pada konteks seperti ini jangan bicara sumir dan harus lebih detil. Bila perlu harus sangat rinci,” ujar Siti.

Advertising
Advertising

Siti melanjutkan, memaksa Indonesia untuk mencapai nol deforestasi pada 2030 tidak tepat dan tidak adil. Sebab pembukaan lahan tetap diperlukan untuk kepentingan masyarakat. Dia mencontohkan kondisi di Kalimantan dan Sumatera.

Di sana, tutur dia, banyak jalan terputus karena tertutup kawasan hutan. Padahal, di sekitarnya ada 34 ribu desa. “Kalau konsepnya tidak ada deforestasi, berarti tidak boleh ada jalan, lalu bagaimana dengan masyarakatnya, apakah mereka harus terisolasi? Sementara negara harus benar-benar hadir di tengah rakyatnya,” ujar Siti.

Siti meyakini Indonesia dapat mengejar target penurunan emisi hingga 41 persen atau 1,1 gigaton. Dengan atau tanpa dukungan internasional, Siti mengklaim Pemerintah Indonesia mampu mengurangi emisi gas rumah kaca karena hal itu sesuai dengan mandat UUD 1945.

<!--more-->

“Ini memerlukan keterlibatan semua pihak. Untuk itu saya menegaskan kembali pentingnya peran generasi muda di tengah berkembangnya demokratisasi di Indonesia,” ujar Siti.

Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia (FWI) sebelumnya mengatakan Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah untuk menekan emisi karbon, seperti menekan laju deforestasi dan kebakaran hutan serta lahan. Dia mengatakan deforestasi di Indonesia justru meningkat dari yang sebelumnya 1,1 juta hektare/tahun pada 2009-2013 menjadi 1,47 juta hektare/tahun pada 2013-2017.

Mufti menilai klaim penurunan laju deforestasi dari pemerintah dalam dua tahun terakhir tidaklah relevan. Sebab, terjadi pergeseran area-area yang terdeforestasi dari wilayah barat ke wilayah timur.

Mufti mengatakan, deforestasi secara besar terjadi hanya di beberapa lokasi. "Sedangkan di tempat lain, deforestasi menurun bukan karena upaya yang dilakukan pemerintah, melainkan karena sumber daya hutannya yang sudah habis," ucapnya, Senin, 1 November 2021.

Begitu juga dengan kebakaran hutan dan lahan. Pada 2021, kata Mufti, ada sekitar 229 ribu hektare hutan dan lahan yang terbakar di Indonesia.

Bahkan dua tahun sebelumnya atau pada 2019, luas hutan dan lahan yang terbakar mencapai 1,6 juta hektare, dengan 1,3 juta hektare atau 82 persen di antaranya terjadi di Pulau Sumatera dan Kalimantan. "Ironisnya, di dua pulau itu pula izin-izin industri ekstraktif menguasai hutan dan wilayah adat," kata Mufti.

Pernyataan Mufti menanggapi klaim penurunan deforestasi oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam pidatonya di Konferensi Tingkat Tinggi G20 dengan topik perubahan iklim, energi, dan lingkungan hidup, di Roma, Italia pada akhir Oktober 2021 lalu.

"Deforestasi di Indonesia dapat ditekan ke titik terendah dalam 20 tahun terakhir. Indonesia telah melakukan rehabilitasi 3 juta hektare critical land pada 2010-2019," kata Jokowi dalam pidatonya.

FRANCISCA CHRISTY ROSANA | BUDIARTI UTAMI PUTRI

Baca: Dapat PMN Rp 4,3 T, Simak Lagi Kebutuhan Biaya Kereta Cepat

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Microsoft Investasi Rp35,6 triliun di Malaysia, Bagaimana dengan di Indonesia?

1 jam lalu

Microsoft Investasi Rp35,6 triliun di Malaysia, Bagaimana dengan di Indonesia?

Microsoft siap investasi Rp35,6 triliun di Malaysia, bagaimana dengan rencana investasinya di Indonesia?

Baca Selengkapnya

Timnas Indonesia U-23 Bersiap Jalani Laga Playoff Olimpiade Paris 2024, Jokowi Optimistis Skuad Garuda Menang Lawan Guinea

4 jam lalu

Timnas Indonesia U-23 Bersiap Jalani Laga Playoff Olimpiade Paris 2024, Jokowi Optimistis Skuad Garuda Menang Lawan Guinea

Timnas Indonesia U-23 akan menghadapi Guinea di laga playoff Olimpiade Paris 2024 pada Kamis, 9 Mei mendatang.

Baca Selengkapnya

Sekjen Gerindra Tepis Anggapan Jokowi Jadi Penghalang Pertemuan Prabowo dan Megawati

14 jam lalu

Sekjen Gerindra Tepis Anggapan Jokowi Jadi Penghalang Pertemuan Prabowo dan Megawati

Justru, kata Muzani, Presiden Jokowi lah yang mendorong terselenggaranya pertemuan antara Prabowo dan Megawati.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sebut Ide Prabowo Bentuk Presidential Club Bagus, tapi Ada Problem

14 jam lalu

Pengamat Sebut Ide Prabowo Bentuk Presidential Club Bagus, tapi Ada Problem

Pengamat Politik Adi Prayitno menilai pembentukan presidential club memiliki dua tujuan.

Baca Selengkapnya

Jokowi Teken UU Desa, Pengamat Soroti Anggaran hingga Potensi Politik Dinasti

16 jam lalu

Jokowi Teken UU Desa, Pengamat Soroti Anggaran hingga Potensi Politik Dinasti

Salah satu poin penting dalam UU Desa tersebut adalah soal masa jabatan kepala desa selama 8 tahun dan dapat dipilih lagi untuk periode kedua,

Baca Selengkapnya

Membedah 5 Poin Krusial dalam UU Desa yang Baru

19 jam lalu

Membedah 5 Poin Krusial dalam UU Desa yang Baru

Beleid itu menyatakan uang pensiun sebagai salah satu hak kepala desa. Namun, besaran tunjangan tersebut tidak ditentukan dalam UU Desa.

Baca Selengkapnya

Relawan Jokowi Imbau PDIP Tak Cari Kambing Hitam Setelah Ganjar-Mahfud Kalah Pilpres

21 jam lalu

Relawan Jokowi Imbau PDIP Tak Cari Kambing Hitam Setelah Ganjar-Mahfud Kalah Pilpres

Panel Barus, mengatakan setelah Ganjar-Mahfud meraih suara paling rendah, PDIP cenderung menyalahkan Jokowi atas hal tersebut.

Baca Selengkapnya

Respons Jokowi hingga Luhut Soal Komposisi Kabinet Prabowo

23 jam lalu

Respons Jokowi hingga Luhut Soal Komposisi Kabinet Prabowo

Jokowi mengatakan dia dan pihak lain boleh ikut berpendapat jika dimintai saran soal susunan kabinet Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

23 jam lalu

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

Cina menjadi salah satu negara yang bisa mengurangi dampak polusi udaranya secara bertahap. Mengikis dampak era industrialisasi.

Baca Selengkapnya

Sorotan Media Asing Soal Luhut Buka Kemungkinan Kewarganegaraan Ganda bagi Diaspora , Apa Alasan dan Syaratnya?

1 hari lalu

Sorotan Media Asing Soal Luhut Buka Kemungkinan Kewarganegaraan Ganda bagi Diaspora , Apa Alasan dan Syaratnya?

Menkomarinves Luhut Pandjaoitan buka kemungkinan kewarganegaraan ganda untuk diaspora. Apa saja alasan dan syaratnya?

Baca Selengkapnya