Terkini Bisnis: Faisal Basri Soal Kereta Cepat dan Peter Gontha tentang Garuda
Reporter
Tempo.co
Editor
Kodrat Setiawan
Selasa, 2 November 2021 18:02 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Berita terkini ekonomi dan bisnis sepanjang Selasa siang, 2 November 2021, dimulai dari ekonom UI Faisal Basri mempertanyakan nasib proyek kereta cepat Jakarta-Bandung di tengah wacana pemindahan ibu kota hingga mantan Komisaris Garuda Indonesia, Peter Gontha, pernah menolak menandatangani kontrak penyewaan pesawat Boeing 737 Max.
Adapula berita Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, berkukuh Erick Thohir tidak terlibat dalam permainan bisnis tes PCR dan Joe Taslim menjadi brand ambassador Aplikasi trading kripto, PT Pintu Kemana Saja (Pintu).
Berikut empat berita ekonomi dan bisnis sepanjang siang ini:
1. Faisal Basri: Ibu Kota Mau Pindah, Bagaimana Nasib Kereta Cepat?
Ekonom senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, mempertanyakan soal nasib proyek kereta cepat Indonesia-Cina rute Jakarta-Bandung di tengah wacana pemerintah memindahkan ibu kota ke Penajem Paser Utara, Kalimantan Timur. Proyek ini diduga akan terbengkalai.
“Ibu kota baru mau dipindah, bagimana nasib kereta cepatnya? Makin banyak question mark,” ujar Faisal dalam webinar bersama Paramadina, Selasa, 2 November 2021.
Dia menilai proyek sepur kilat yang digarap PT Kereta Cepat Indonesia Cina atau KCIC tidak efisien. Proyek ini disebut-sebut tidak akan memberi keuntungan karena jaraknya relatif pendek dan masih banyak pilihan moda transportasi lain yang lebih murah.
Pilihan transportasi dari Jakarta ke Bandung meliputi travel, bus, hingga kereta reguler. Faisal memaparkan berdasarkan perhitungan selama pandemi, kereta api reguler Jakarta-Bandung sudah memiliki trip sampai 38 kali.
Menurut data yang ia himpun, kereta Argo Parahyangan dengan kelas eksekutif dan bisnis dalam kondisi paling padat hanya diisi oleh 18-20 ribu orang per hari. Berkaca dari data tersebut, target kereta cepat untuk menampung 60 ribu orang sekali jalan tidak realistis.
Bahkan menurut perhitungan simulasi sederhana, Faisal memprediksi proyek ini baru bisa balik modal hingga 139 tahun mendatang. “Kalau nilai investasi Rp 114 triliun, dengan kursi yang diii 50 persen dengan jumlah trip 30 kali sehari dan harga tiket Rp 250 ribu, kereta cepat baru balik modal 139 tahun kemudian,” ujar Faisal.
Baca berita selengkapnya di sini.
<!--more-->
2. Kata Kementerian BUMN Soal Nama Yayasan Keluarga Erick Thohir di Bisnis PCR
Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN, Arya Sinulingga, berkukuh Erick Thohir tidak terlibat dalam permainan bisnis tes polymerase chain reaction (PCR). Arya mengatakan Erick sudah tidak lagi aktif berkegiatan di Yayasan Adaro Bangun Energi sejak menjadi menteri.
“Di yayasan kemanusiaan Adaro ini, Pak Erick Thohir sejak jadi menteri tidak aktif lagi aktif di urusan bisnis dan di urusan yayasan seperti itu. Jadi sangat jauh lah dari keterlibatan atau dikaitkan dengan Pak Erick Thohir. Apalagi dikatakan main bisnis PCR. Jauh sekali,” ujar Arya kepada wartawan, Selasa, 2 November 2021.
Majalah Tempo edisi 1-7 November menulis Yayasan Adaro memiliki saham di PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI). GSI dengan unit bisnis GSI Lab-nya menyediakan layanan tes PCR. Lima cabangnya telah tersebar di Jakarta.
Sejak berdiri pada 2020, GSI Lab mengadakan lebih dari 700 ribu tes PCR. Dalam akta Genomik tercatat pada pendiri menyetor modal sejumlah Rp 2,969 miliar atau ekuivalen dengan 2.969 lembar saham. Adapun Yayasan Adaro mengempit 485 lembar saham.
Yayasan ini merupakan organisasi nirlaba di bawah PT Adaro Energy Tbk yang bergerak di bidang pertambangan. Kakak Erick Thohir, Garibaldi Thohir, duduk sebagai presiden direktur dan mengantongi 6,18 persen saham.
Arya meminta sejumlah pihak tidak tendensius terhadap kepemilikan saham itu. Bila lihat dari data PCR secara keseluruhan, kata Arya, total pengetesan di Indonesia mencapai 28,4 juta.
Baca berita selengkapnya di sini.
<!--more-->
3. Joe Taslim Jadi Brand Ambassador Aplikasi Trading Kripto Pintu
Aplikasi trading kripto, PT Pintu Kemana Saja (Pintu), pada Selasa, 2 November 2021, mengumumkan pengangkatan aktor papan atas Joe Taslim sebagai Brand Ambassador Pintu. Joe Taslim bersama dengan aplikasi Pintu diharapkan dapat meningkatkan penetrasi pasar dan memberikan edukasi mengenai instrumen aset crypto di Indonesia lebih luas.
Founder & CEO Pintu Jeth Soetoyo mengungkapkan alasan pemilihan Joe Taslim sebagai Brand Ambassador Pintu karena ingin mendorong lebih masif lagi adopsi aset kripto di Indonesia khususnya di kalangan profesional muda.
"Kami menilai diperlukan role model dengan latar belakang prestasi yang hebat dan mampu memberikan daya tarik bagi anak-anak muda untuk berani mengambil langkah awal berinvestasi. Maka dari itu pilihan kami jatuhkan kepada aktor papan atas Joe Taslim," katanya, Selasa, 2 November 2021.
Hal ini melihat latar belakang perjalanan karier Joe Taslim yang mampu memberikan kontribusi besar terhadap negara. Ini sejalan dengan visi turut memberikan kontribusi kepada Indonesia dengan mencetak lebih banyak lagi investor di kalangan profesional muda yang akan membantu meningkatkan perekonomian Indonesia melalui investasi di aset crypto.
Jeth menambahkan Joe Taslim merepresentasikan mayoritas pengguna Pintu yang didominasi profesional muda. Pengguna aplikasi Pintu didominasi oleh usia produktif, yang di tengah kesibukan pekerjaan, tetap menyempatkan berinvestasi.
"Sama halnya dengan Joe Taslim, dengan berbagai kesibukannya sebagai aktor internasional yang mampu mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional, serta memberikan inspirasi bagi anak-anak muda Indonesia, Joe Taslim ternyata memahami betapa pentingnya melakukan investasi, salah satunya melalui instrumen crypto yang dimiliki Joe Taslim di aplikasi Pintu,” katanya.
Baca berita selengkapnya di sini.
<!--more-->
4. Peter Gontha Cerita Pernah Tolak Teken Sewa Pesawat Garuda Boeing 737 Max
Mantan Komisaris Garuda Indonesia, Peter Gontha, pernah menolak menandatangani kontrak penyewaan pesawat Boeing 737 Max pada 2013-2014. Alasan penolakan tersebut lantaran komisaris hanya diberi waktu 1x24 jam untuk mengevaluasi kontrak.
“Total kontraknya melebihi US$ 3 miliar untuk 50 pesawat. Gila kan hanya 24 jam,” ujar Peter dalam media sosial Instagram-nya, Selasa, 2 November. Dia mempersilakan Tempo mengutip keterangannya tersebut.
Namun saat itu, Peter mengklaim didesak untuk membubuhkan tanda tangan meski telah menyatakan tidak bersedia. Bila ia tidak meneken kontrak, perseroan gagal melakukan pembelian. Artinya, status kontrak tersebut dissenting.
Peter menyebut banyak saksi yang menyaksikan penolakannya. Namun dia tidak menyampaikan siapa saja saksi yang dimaksud. Karena terdesak, Peter akhirnya memberikan persetujuan.
“Saya akhirnya tanda-tangani juga tapi dengan catatan bahwa kita tidak diberi cukup waktu untuk evaluasi. Dan saya pun dikucilkan oleh direksi waktu itu,” tutur dia.
Namun, menurut Peter, dari total kontrak pemesanan pesawat Boeing 737 Max, yang datang ke hanggar Garuda hanya satu unit. Tak berselang lama, pesawat seri yang sama, yang dipesan oleh Lion Air dan Ethiopia Air, mengalami kecelakaan.
Baca berita selengkapnya di sini.