Melihat Penyebab Lonjakan Harga Minyak ke Atas USD 80 dan Siapa yang Diuntungkan
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 13 Oktober 2021 14:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada atau UGM, Fahmy Radhi, memaparkan sejumlah pemicu harga minyak mentah dunia melambung dalam beberapa waktu terakhir. Peningkatan harga minyak dipicu pemulihan kegiatan ekonomi pasca-pandemi Covid-19.
“Kapasitas produksi mulai meningkat, selain itu tren menjelang musim dingin juga memicu kenaikan harga,” ujar Fahmy saat dihubungi pada Rabu, 13 Oktober 2021.
Harga minyak mentah dunia ajek di atas US$ 80 per barel selama beberapa waktu terakhir. Pada Senin, 11 Oktober, harga tersebut melambung di level tertinggi sejak tiga tahun lalu mencapai US$ 84,23. Pada 2018, harga minyak acuan global di posisi US$ 84,6.
Pada Selasa, 12 Oktober atau Rabu pagi waktu Indonesia bagian barat, harga minyak mentah sedikit melemah, namun tetap di atas US$ 80 per barel. Harga berada di kisaran US$ 83,42 per barel.
Fahmy mengatakan kenaikan harga minyak dunia seiring dengan melonjaknya peningkatan kebutuhan. Sebagai net importir, kata Fahmy, posisi harga minyak dunia ini telah merugikan Indonesia.
Namun di saat bersamaan, kenaikan harga komoditas lainnya, khususnya batu bara, akan menguntungkan karena meningkatkan ekspor dan memperbaiki neraca perdagangan Indonesia.
Meski demikian, ada pihak di dalam negeri yang mendulang keuntungan dari kenaikan harga minyak. “Para traders yang melakukan impor minyak mentah dan BBM ke Indonesia akan diuntungkan. Berapa pun harga dipatok, Indonesia musti beli untuk memenuhi permintaan dalam negeri,” ujar Fahmy.
Tren kenaikan harga kenaikan harga minyak diprediksikan akan berangsur turun di pada awal 2022. Namun harga fluktuasi masih bisa terjadi bila Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi atau OPEC dan non-OPEC memutuskan menurunkan kuota produksi minyak dunia.
Baca: Faisal Basri Sebut Masih Ada Ekspor Bijih Nikel ke Cina, RI Rugi Ratusan Triliun