Stafsus Erick Thohir: Pembengkakan Biaya Proyek Kereta Cepat Hal Wajar
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Kodrat Setiawan
Minggu, 10 Oktober 2021 12:44 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, Arya Sinulingga, pembengkakan biaya yang terjadi pada proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung wajar terjadi.
"Pembengkakan itu hal wajar. Namanya juga pembangunan awal dan itu membuat beberapa hal menjadi agak terhambat. Di mana-mana kemunduran-kemunduran itu pasti akan menaikkan cost," ujar Arya dalam rekaman suara kepada wartawan, Sabtu, 9 Oktober 2021.
Berdasarkan informasi sebelumnya, biaya proyek sepur kilat itu diperkirakan mengalami cost overrun sekitar US$ 1,9 miliar (Rp 27,17 triliun, asumsi kurs Rp 14.300 per dolar AS).
Sedikitnya ada dua persoalan yang menyebabkan biaya proyek kereta kencang itu melar. Pertama adalah perubahan desain lantaran kondisi geologis dan geografi yang berbeda dari perkiraan awal.
"Jangan dikatakan ini perencanaannya, wah sebelumnya bagaimana itung-itungannya. Hampir semua negara mengalami hal yang sama, apalagi untuk pertama kali, pasti ada perubahan-perubahan," kata Arya.
Kedua adalah persoalan harga tanah. Ia mengatakan harga tanah untuk proyek tersebut mengalami kenaikan seiring berjalannya waktu.
"Itu wajar terjadi. Di hampir semua pembangunan yang kita lakukan dari sejak zaman dulu ada perubahan di sana yang membuat pembengkakan biaya. ini dua yang membuat anggaran jadi naik," kata Arya.
<!--more-->
Adanya kenaikan biaya proyek, ditambah dengan gangguan keuangan pada konsorsium perusahaan pelat merah yang ditugaskan dalam proyek tersebut lantaran pandemi, membuat pemerintah harus ikut mendanai pekerjaan tersebut.
“Ini kondisi mau enggak mau kereta api cepat supaya terlaksana, pemerintah ikut dalam memberikan pendanaan. Ini bukan soal apa-apa, di hampir semua negara, pemerintah ikut campur. Hanya kemarin masalah corona yang membuat proyek terhambat,” ujar Arya.
Perusahaan BUMN yang tergabung dalam konsorsium kereta cepat belum menyetor modal untuk proyek jumbo itu. Adapun BUMN yang terlibat dalam proyek adalah PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero).
Arya mengatakan arus kas Wijaya Karya sebagai pemegang saham kereta cepat terganggu akibat pandemi Covid-19. Begitu juga dengan KAI. Selama pagebluk, jumlah penumpang KAI melorot tajam sehingga perusahaan pelat merah itu mengalami gangguan dari sisi pendapatan.
Nasib sama dirasakan Jasa Marga. Pendapatan perseroan dari sisi jalan tol menurun tajam akibat pembatasan kegiatan masyarakat. Sedangkan PTPN yang merasakan hambatan serupa karena turunnya kinerja akibat wabah.
Arya pun menilai pendanaan kereta cepat dengan APBN seharusnya bukan menjadi masalah. Musababnya, intervensi anggaran negara terhadap proyek infrastruktur skala besar juga dilakukan oleh hampir semua negara maju.
Arya mengklaim saat ini pembangunan infrastruktur kereta cepat sudah mencapai hampir 80 persen. Pemerintah, kata dia, berharap target penyelesaian pembangunan kereta yang akan menekan waktu tempuh antara Jakarta dan Bandung ini sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
Jokowi pada 6 Oktober lalu meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 yang mengatur pelaksanaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Perpres ini menggantikan Perpres 107 Tahun 2015.
Dalam perpres lama, pendanaan proyek kereta cepat tidak menggunakan dana APBN. Namun di aturan baru, pemerintah mengizinkan APBN mendanai kereta cepat dengan memperhatikan kesinambungan fiskal.
CAESAR AKBAR | FRANCISCA CHRISTY
Baca juga: Stafsus Erick Thohir Ungkap 2 Penyebab Bengkaknya Biaya Proyek Kereta Cepat