Analisis Arcandra Tahar Soal Melonjaknya Harga Gas setelah Batu Bara di Eropa
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Martha Warta Silaban
Sabtu, 9 Oktober 2021 19:49 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar, menyampaikan analisisnya ihwal kenaikan harga gas di Eropa setelah melambungnya harga batu bara. Kenaikan harga energi itu membuat Eropa menghadapi kondisi yang sulit di tengah tingginya kebutuhan masyarakat memasuki cuaca dingin.
“Setelah harga batu bara meningkat tajam dan energi terbarukan dari angin tidak mencukupi, salah satu pilihan yang paling rasional adalah menaikkan penggunaan gas bumi,” ujar Arcandra dalam akun Instagram-nya, Sabtu, 9 Oktober 2021.
Ia mengungkapkan gas bumi digunakan untuk kebutuhan pemanas ruangan selain untuk pembangkit listrik. Adapun saat ini Eropa sedang menghadapi cuaca dingin karena memasuki musim gugur sehingga penggunaan pemanas ruangan bertambah.
Tingginya kebutuhan untuk listrik dan pemanas mengakibatkan banyak negara berebut untuk mendapatkan gas. Di saat yang sama, produksi gas dari lapangan-lapangan offshore perusahaan energi di Eropa berkurang akibat investasi di bidang fosil di negara-negara tersebut sulit.
Berkurangnya suplai gas juga diperparah dengan belum selesainya proyek pipa gas Nord Stream 2 dari Rusia ke Jerman. Arcandra mengatakan proyek pipa tersebut sampai sekarang masih menjadi isu yang sensitif antara Rusia dan Amerika Serikat.
Isu berembus karena adanya kekhawatiran Rusia akan menggunakan gas bumi ini sebagai alat politik. Walhasil, negara-negara Eropa pun terpaksa mengimpor gas dalam bentuk LNG dengan harga spot atau kontrak sesaat.<!--more-->
“Artinya harga LNG yang dibeli oleh negara-negara Eropa sangat bergantung dari harga pasar pada saat itu,” ujar Arcandra.
Lantaran permintaan LNG meningkat untuk menggantikan batu bara, sementara kontrak jangka panjang belum ada, harga LNG melambung tinggi. Saat ini harga LNG berada di kisaran lebih dari US$ 20 per MMBTU.
Sejumlah negara di Eropa pun, kata Arcandra, tengah mempertanyakan kebijakan Uni Eropa ihwal pembatasan emisi yang dianggap terlalu cepat dan ketat. Apalagi kenaikan harga komoditas batu bara dan gas tidak bisa diprediksi lama waktunya.
“Sudah siapkah negara negara Eropa mengantisipasi gelombang protes dari rakyatnya akibat naiknya biaya energi?” tutur Arcandra. “Kalau harga tinggi terjadi dalam waktu lama, apakah pertumbuhan ekonomi yang diharapkan bisa tercapai?” katanya, lagi.
Arcandra mengatakan perlu strategi yang tepat untuk mengambil kebijakan ihwal transisi energi. Langkah-langkah yang cenderung emosional dalam membuat kebijakan, kata dia, sudah saatnya untuk ditinjau ulang.
Baca Juga: Cerita Arcandra Soal Naiknya Harga Energi di Eropa dan Kebijakan yang Dilematis