Pandora Papers, Ditjen Pajak Sebut Upaya Cegah Pendirian Perusahaan Cangkang
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Martha Warta Silaban
Selasa, 5 Oktober 2021 14:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pandora Papers, bocoran dokumen yang menguak kepemilikan atas perusahaan cangkang di negara suaka pajak belakangan menjadi sorotan masyarakat Indonesia. Pasalnya, dua nama menteri di dalam Kabinet Presiden Joko Widodo ikut tercantum dalam dokumen tersebut.
Dua nama tersebut antara lain adalah Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto yang tercatat memiliki perusahaan di British Virgin Islands, serta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang disebut memiliki perusahaan di Panama.
Menanggapi beredarnya dokumen berisi kepemilikan perusahaan cangkang tersebut, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu, Neilmadrin Noor, mengatakan pemerintah telah melakukan beberapa upaya preventif untuk menghambat pendirian perusahaan cangkang.
"Misalnya, meningkatkan kerja sama internasional khususnya dalam penanganan perlakuan perpajakan dengan menjadi bagian dari Multinational Conventions, melaksanakan Double Taxation Agreement, dan berpartisipasi dalam Automatic Exchange of information (AEOI)," ujar Neilmadrin dalam keterangan tertulis kepada Tempo, Senin, 4 Oktober 2021.
Di samping itu, ia mengatakan pemerintah juga sudah menerbitkan peraturan yang mempermudah investasi, salah satunya adalah UU Cipta Kerja.
Sehingga, hal tersebut dinilai dapat memperbaiki peringkat kemudahan berbisnis untuk meningkatkan investasi luar negeri dan meminimalkan arus modal keluar. "Itu dibuktikan dengan naiknya peringkat Indonesia dari 73 ke peringkat 40 di Tahun 2021," ujar Neilmadrin.
Pemerintah juga, kata dia, telah melakukan upaya penegakan hukum kepada perusahaan yang melakukan tindak pidana di bidang perpajakan yang dengan sengaja melakukan profit shifting melalui perusahaan cangkang.<!--more-->
"Kami pun aktif dalam forum regional dan internasional dan mengangkat isu-isu strategis tentang kejahatan pidana pajak internasional, sehingga mendapat pemahaman terkait praktik-praktik transfer pricing, serta memperkuat PPATK sebagai unit intelijen finansial," ujar Neilmadrin.
Neilmadrin menyebutkan Direktorat Jenderal Pajak telah telah menerbitkan berbagai payung hukum untuk menjawab permasalahan perusahaan cangkang tersebut, misalnya dengan melaksanakan program pengampunan pajak pada 2016-2017.
Selain itu, DJP telah aktif dalam berbagai forum regional dan internasional untuk bekerja sama dalam isu-isu terkait perusahaan cangkang. Ditjen Pajak juga telah masuk dalam komunitas Exchange of Information, sehingga bisa mendapatkan informasi baik secara spontan maupun atas permintaan.
"Kami pun memutuskan untuk ikut dalam working group OECD terkait isu Professional Enablers yang akan dimulai Oktober 2021, serta bergabung ke dalam The Joint International Taskforce on Shared Intelligence and Collaboration (JITSIC) untuk saling berbagi informasi terkait modus ketidakpatuhan WP dalam skema perpajakan internasional," kata dia.
Neilmadrin mengatakan pemerintah terus melakukan reformasi birokrasi serta langkah-langkah ramah investasi bagi pendirian perusahaan di Indonesia. "DJP juga terus melakukan tindak lanjut atas informasi/data hasil AeoI secara terukur dan akuntabel sesuai peraturan yang berlaku," ujar dia.
Menurut dia, pendirian perusahaan cangkang di negara suaka pajak dapat menimbulkan adanya dugaan bahwa terdapat hal-hal yang disembunyikan, meski dimungkinkan adanya tujuan lain yang tidak semata-mata untuk menghindari pajak. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya meminimalisasi praktik pembuatan perusahaan cangkang tersebut melalui langkah-langkah tersebut.
CAESAR AKBAR | LARISSA HUDA
Baca Juga: PPATK Teliti Pandora Papers yang Muat Nama Luhut dan Airlangga