Saham Emiten Energi Tak Melambung Meski Harga Batu Bara Tembus Rekor, Mengapa?
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Jumat, 1 Oktober 2021 14:19 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Saham emiten energi tak lantas melambung kendati harga batu bara menembus rekor tertinggi dalam satu dekade terakhir. Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menduga hal itu karena investor masih khawatir terhadap harga komoditas yang cenderung volatile dan mereka cemas akan munculnya spekulan.
“Harga tidak menggoyang emiten saham batu bara terlalu tinggi karena mereka (investor) tahu spekulasi di batu bara naik-turunnya sangat rawan,” ujar Ibrahim saat dihubungi pada Jumat, 1 Oktober 2021.
Harga komoditas batu bara menembus rekor teratas. Di pasar ICE Newcastle (Australia), harga batu bara mencapai US$ 206,25 per metrik ton atau melonjak 1,63 persen dan menempatkan harga komoditas berada di tataran tertinggi selama satu dekade.
Ibrahim menjelaskan, kenaikan harga komoditas kali ini sudah bisa diprediksi oleh pasar global. Faktor kenaikan harga meliputi adanya insiden banjir di Cina pada Juni hingga Juli lalu yang menyebabkan tambang batu bara banjir sehingga produksi menurun.
Tak lama setelah itu, sejumlah negara empat musim memasuki musim dingin sehingga kebutuhan energi listrik meningkat. Secara otomatis, permintaan batu bara terhadap negara-negara penghasil komoditas, seperti Indonesia, pun ikut terkerek.
<!--more-->
Namun, kendati permintaan naik, Ibrahim memperkirakan tak serta-merta jumlah produksi batu bara ikut melonjak. Banyak perusahaan yang justru menahan produksi untuk mencegah krisis harga. “Ada ketakutan bagi emiten yang bergerak di sektor batu bara, kalau mereka ekspor dengan harga tinggi, harga energi ini akan mendekati krisis,” ujar Ibrahim.
Di saat yang sama, Ibrahim mengatakan muncul spekulan-spekulan yang melakukan hedging saham. Hedging saham merupakan aksi yang bertujuan mengurangi risiko terhadap perubahan harga yang dapat membuat investor rugi.
“Dengan begitu, inilah yang ditakutkan oleh emiten batu bara sehingga kenaikan harga saham dari perusahaan yang listing di bursa tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan emiten farmasi dan teknologi,” ujar Ibrahim.
Dalam penutupan perdagangan sesi I pada akhir September 2021, saham-saham pertambangan batu bara dan pendukungnya sempat meningkat. Saham Bayan Rsources atau BYAN, misalnya menguat 15,9 persen.
Kemudian saham Harum Energy atau HRUM naik 15,1 persen dan Bumi Resources atau BUMI naik 10,9 persen. Kenaikan saham-saham tersebut turut mendongkrak indeks sektor energi menjadi indeks sektoral yang menguat paling tinggi di sesi pertama hari itu.
Baca: Krisis Utang Evergrande Memicu Naiknya Credit Default Swap RI, tapi...